Minggu, 03 Februari 2008

ikhlas bersepeda

“Umi, masa umi ga bisa naik sepeda, ade aja yang masih kecil dah bisa” itu komentar pertama yang dilontarkan putra bungsuku ketika pertama kali aku mempunyai sepeda.  Sudah 3 tahun lebih suamiku menyarankan agar aku belajar naik sepeda.  Katanya kalo bisa naik sepeda, nanti naik motor gampang karena sudah bisa mengendalikan keseimbangan.  Untuk mulai melatih keseimbangan, suamiku membelikan scuter (otopet) untuk anak-anak sih sebenarnya, tapi ujung-ujungnya aku disuruh latihan scuter juga.

Demi ketaatanku pada suami, akhirnya aku pakai juga tuh scuter.  Mengendalikan keseimbangan tidak semudah yang kuduga.  Barangkali karena aku sudah tidak muda.  Anak-anakku langsung lancar naik scuter, dan tidak lama berselang, naik sepedanyapun langsung lancar.

 

Setelah lulus scuter, aku diminta suamiku latihan naik sepeda.  Dengan menggunakan sepeda yang betul-betul mini-sepeda anakku yang waktu itu kelas 4 SD- aku latihan naik sepeda.  Aku berlatih dilapangan bulu tangkis.  Disana juga banyak yang main sepeda, tapi usia mereka sekitar 5 – 12 tahun, paling tinggi kelas 6 SD, SMP pun ga ada.  Maka mereka pun terheran-heran melihat mama dari salah satu temannya belajar naik sepeda, Udah gitu nabrak-nabrak lagi ^_^ .

 

Wah, aku jadi kapok belajar deh naik sepeda.  Maka niatan suamiku untuk membelikan aku sepeda motor pun terpaksa dibatalkan.  Memang sih alasan utama menggunakan sepeda motor adalah untuk mengirit biaya transportasi.  Dengan menggunakan sepeda motor maka, biaya jemputan aku dan 3 anak-anakku ke sekolah bisa ditekan.  Selain itu juga untuk mengatasi waktu perjalanan yang sering terhambat karena macet.

Motor memang merupakan solusi terbaik saat itu.

Tapi ya,… mau diapain lagi, sepeda aja belum bisa.

 

Setelah aku ikut suami ke Munchen, barulah aku mengerti betapa pentingnya naik sepeda disini.  Maka sibuklah aku dan suamiku mencari sepeda untukku.  Alhamdulillah akhirnya dapat juga.  Ukurannya kecil, anakku yang kelas 5 aja bisa mengendarainya.  Tapi waktu itu, aku cuma bisa menuntunnya saja.

 

Di tengah jalan ketika hendak membawa pulang sepeda, aku mencoba menaikinya.  Gemetar juga tuh, takut jatuh, takut nabrak.  Sepanjang jalan ketika menaiki sepeda tersebut aku terus begumam “ Ya Allah walaupun saya belum bisa mengendarai sepeda, tapi saya ridho, saya ikhlas, saya pasrah, ya Allah”

Dan alhamdulillah, saat itu saya berhasil mengendarai sepeda dengan aman dalam jarak kurang lebih 800 m.

 

Ya.  Saya mencoba mempraktekan apa yang saya pelajari dalam SEFT.  Selain itu juga saya yakin bahwa ketika kita betul-betul ikhlas, ridho dan pasrah maka saat itu pertolongan Allah akan datang.

Teman-teman dari Indonesia yang tahu bahwa sebelumnya saya sama sekali tidak bisa naik sepeda kaget. “Lho koq bisa?” begitu pertanyaan mereka.  “Saya terus-menerus berdo’a” itu jawaban saya.

 

Memang tidak mulus sih, pernah saya menabrak tanaman juga tuh.  Pernah juga hampir jatuh gara-gara menghawatirkan seorang nenek.  Ceritanya waktu itu di depan saya ada seorang nenek, saya takut menabrak nenek itu, akhirnya saya pelankan goesannya, tapi konsentrasi saya pada nenek tersebut bukan pada sepeda, maka jatuhlah saya dari sepeda di depan nenek tersebut.  Sang nenek tertawa terbahak melihat saya.  Akhirnya saya tertawa juga, baru deh diketawain nenek-nenek.. hi..hi..hi.. ^_^ .

Wajar saja kalau nenek tersebut tertawa, sebab di Gilching sini banyak nenek-nenek yang ngebut kalo naik sepeda.  Bahkan saya pernah melihat seorang nenek mengendarai sepeda gunung, ngebut lagi, wah keren juga tuh nenek ^_^

 

***

Ikhlas memang sesuatu yang mudah untuk diucapkan, tapi belum tentu mudah untuk dilaksanakan.  Yah, ikhlas adalah ketika kita mengembalikan semuanya pada Allah yang Esa, tidak menduakannya sama sekali.  Tidak menduakan dengan apapun.  Dengan pamrih, pujian apalagi balas jasa.  Ketika betul-betul kita ikhlas, maka saat itu kita menggapai akhirat.  Dan orang yang bertujuan untuk menggapai akhirat, maka duniapun akan Allah berikan, jadi santai saja, tidak ada alasan untuk tidak ikhlas, tidak ada alasan untuk menduakan, toh semua akan Allah berikan.

 

Ikhlas juga berbanding lurus dengan pertolongan Allah-tentunya setelah kita menggunakan segenap usaha dari daya dan upaya yang telah Allah berikan kepada kita.

Mudah-mudah kita semua termasuk orang yang ikhlas. Aamiin.

3 komentar: