Sabtu, 28 Juni 2008

Mencintai itu bukan dosa,

“mencintai itu bukan dosa Nak.  Cinta itu hanyalah salah satu dari tiga naluri yang Allah berikan pada manusia.  Setiap orang pasti punya, seperti halnya mereka punya naluri untuk mempertahankan diri, dan naluri untuk menuhankan sesuatu”
Kalimat itu yang biasanya kugunakan sebagai “awalan” jika dulu ada murid-muridku yang curhat padaku tentang perasaan suka alias cinta mereka pada lawan jenis.  Tapi kalimat itu belum titik.  Ada penjelasan panjang berikutnya.  Penjelasan yang rencananya akan ku uraikan tahap demi tahap bahwa ada banyak hal yang harus dipikirkan selain cinta dan rasa.  Ada banyak tugas menanti seiring perkembangan usia menuju dewasa.  Ada cita-cita yang harus digapai, ada banyak mimpi yang harus diwujudkan.
Aku khawatir jika aku langsung meng”cut” perasaan yang sebenarnya merupakan pelajaran dan ujian bagi mereka, mereka malah akan lari dan mencoba mencari solusi sendiri yang menyenangkan bagi diri dan hati.  Aku khawatir malah akan ada “backstreet” yang akhirnya membawa sesuatu yang dikhawatirkan.  Jelas tidak ada pacaran dalam Islam, tapi untuk menjelaskan hal yang demikian pada anak yang baru gede, tentu butuh uraian dan penalaran agar bisa diterima dengan nyaman.

Mungkin hanya aku yang toleran dengan hal yang demikian.  Sementara rekan-rekan yang lain, dalam rangka menjaga generasi muda,mencoba menjelaskan langsung melalui dalil yang telah mereka urai dalam sebuah kajian.
Yang protes padaku?  tidak sedikit.  Ada yang bilang aku terlalu berpihak pada siswa sehingga akhirnya malah memberi batasan yang berlebihan pada siswa.  Ada yang menegur langsung bahwa caraku hanya akan menjamurkan perasaan cinta terhadap lawan jenis diantara para siswa.  Tapi aku tetap pada pendirianku bahwa mencintai bukanlah dosa.  Hanya perlu cara agar cinta itu datang tidak terlalu awal, tidak merusak konsentrasi belajar, dan tentunya tiidak memupus harapan semua orang pada siswa yang bersangkutan.  Juga agar siswa tahu bahwa cinta sejati kelak kan datang tepat waktu,  sedangkan cinta hakiki adalah cinta dari Sang Pemberi rasa Cinta.

Ada juga ketika aku mencoba membahas perihal surat cinta yang ditemukan diantara siswa, seorang rekan berkata ”Kenapa ya, kalau ada Bu Rani pasti ada surat cinta, kalau ga ada Bu Rani ga ada tuh…”  Pernyataan yang cukup menggelitik juga, cukup menjadi perhatian untuk kemudian aku harus mengkaji ulang mengenai “treatment” yang aku berikan pada siswaku.  Tapi aku tetap kembali pada prisnsipku, bahwa mencintai adalah bukan dosa, yang merupakan perbuatan dosa berkaitan dengan cinta adalah jika cinta tersebut ditindaklanjuti dengan perbuatan-perbuatan yang melanggar syara.  Misalnya Khalwat, lalai dalam sholat, dan lain-lain.

Ah, Rasanya mudah saja menghadapi penyakit cinta yang menjangkit pada siswa, mencoba memberikan perhatian dan pengertian, setelah itu menanamkan pemahaman tentang cinta sesuai syari’at islam, dalam artian berani cinta ya harus berani nikah.
Tapi lain halnya berkaitan dengan anak sendiri.  Kemarin adikku bilang dia menemukan surat cinta yang ditujukan pada keponakannya alias putriku.
Barangkali itulah mengapa para kiyai yang punya pesantren menitipkan putranya pada Kyai di pesantren lain, karena menghadapi anak sendiri, tidak semudah menghadapi para santri.  Tapi ini Cuma barangkali lho ya….

Jumat, 27 Juni 2008

Jerman lawan Spanyol

Rating:
Category:Other
Yah, akhirnya Jerman ketemu Spanyol deh di Final,
jauh dari harapanku.
*Pengenya Turki lawan Rusia*
Biar beda gitu lho...

Mirip sana sini

Pernah melihat suatu kemiripan?  Pasti pernah lah.  iya kan?  Karena banyak sekali didunia ini yang terlihat mirip alias menyerupai.  Tapi tentunya yang mirip itu bukan yang sebenarnya.  Sehingga kemudian tidak bisa sesuatu yang mirip itu diklaim sebagai sama atau duplikatnya.  Yah namanya juga mirip.

 

Apa contohnya yang mirip?  Banyak sih, buanyak sekali.  Tapi boleh donk aku coba sebutkan beberapa diantaranya.  Contoh pertama adalah aku mirip sekali dengan sahabatku.  Saking miripnya kakekku pernah ketuker menyangka dia adalah aku.  Bahkan pernah dia sendiri bingung melihat foto dialbumku (yang memang ada fotonya dia *kan namanya juga sahabat*).  Waktu itu dia bingung melihat salah satu fotoku, dia bingung bertanya pada diriku “ini aku lagi dimana ya Ran?”  aku tertawa saat itu lalu ku jelaskan bahwa itu adalah aku, kutunjukan teman-temanku yang ada dalam foto itu, teman sekampusku, bukan kampusnya dia.

 

Contoh kedua adalah bahwa saking banyaknya orang yang “hanya” mirip, salah satu stasiun TV di Indonesia pernah mengadakan lomba mirip bintang.  Padahal kadang beda, hanya di Mark Up aza, entah artisnya, entah yang miripnya (kayaknya sih)

 

Contoh yang ketiga, bagi yang merk mania biasanya bisa membedakan barang yang asli dan mana yang aspal meski yang aspalnya kwalitas satu.

 

 

Contoh berikutnya adalah yang jauh banget nih.  Coba perhatikan awan deh, sering sekali awan bentuknya mirip dengan sesuatu.  Seperti burung lah, Love. kapal dan buanyaaak lagi.

 

Sebenarnya sih, bicara tentang mirip-mirip ini aku ingin mengemukakan apa yang ada dalam benakku saat ini.  Sesuatu yang akhir-akhir ini sering melintas dalam pikiranku.

Lalu apanya yang mirip?

 

Ini lho, Sebagai agama Rahmatan Lil ‘alamin yang diturunkan untuk seluruh umat manusia, banyak yang bilang Islam itu mirip sana sini.

Misalnya keberpihakan Islam kepada kaum dhu’afa mirip dengan ide komunis.  Salah satu ayat dalam Al Qu’an yang diartikan “… agar harta tidak berputar dikalangan kaum kaya saja….” mirip dengan Sosialis.  Tidak adanya batasan dalam mengambil keuntungan ketika bertijaroh (tapi di imbangi dengan anjuran sedekah, zakat & infaq) katanya mirip Kapitalis.  Nilai-nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan katanya mirip dengan semua agama.  Adanya anjuran untuk bermusyawarah katanya mirip dengan demokrasi.

 

Tapi ya itu; cuma mirip-miripan saja.  Tentunya jelas dong ada perbedaan antara yang asli dengan yang mirip.  Dan sudah pasti jika yang dimiripi lebih sempurna daripada “pemiripnya”

Islam jelas beda dengan komunis.  Komunis adalah suatu sistem kehidupan dengan segala aturannya sendiri.  Bahkan Islam sangat bertentangan dengan komunis.  Dengan Sosialis ya beda juga.  Dengan Kapitalis apalagi.  Dengan semua agama? ya kalo sama mah ga usah ada banyak agama, satu aza atuh, namanya juga sama.  Dengan demokrasi?  Masih melekat dalam ingatanku ketika aku belajar tentang demokrasi bahwa arti dari demokrasi adalah dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.  Setahuku Rosulullah saw tidak pernah mengajarkan hal demikian.  Kemudian yang namanya Musyawarah itu adalah (setahuku) duduk bersama untuk memecahkan sebuah masalah.

 

Nah itulah resiko menjadi agama yang rahmatan lil alamin; mirip sana-sini.  Tapi kita tidak bisa dong “mengkerdilkan” Islam menjadi hanya setara dengan yang mirip Islam.  Islam itu “Ya’lu wa laa yu’la ‘alaih” yang artinya Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya.  Hanya saja umat Islam sekarang berada dalam keadaan lemah.  Ini hanya umatnya ya, bukan Islamnya.

Islam adalah sebuah way of live (mencoba menerjemahkan “mabda” nih), suatu sistim kehidupan yang sempurna dan pari purna.  Islam punya cara sendiri untuk memecahkan berbagai masalah.  Tentunya cara menyelesaikan masalah yang ditawarkan Islam beda dengan cara yang dilakukan oleh yang mirip Islam.  Islam punya solusi untuk berbagai macam urusan dari  mulai  hal-hal yang sangat pribadi sampai urusan yang berkaitan dengan seantero bumi.  Islam punya Sistem Ekonomi, Sistem Pendidikan,  Sistem Sosial, bahkan Sistem Politik untuk mengatur sebuah negara.  Sayang semua sistim yang sempurna itu telah dicabik-cabik oleh musuh Islam sejak dahulu kala.  Disusupi oleh pemikiran-pemikiran yang bertentangan sehingga mengecoh umat Islam dan menghancurkan Islam dari dalam.  Ibaratnya Islam yang begitu paripurna kini seperti tubuh yang dimutilasi.  Akhinya sesuatu yang sempurna itu terlihat sangat mengerikan.  Islam hanya dipandang dari sisi poligami, dari sisi hukum rajam, dari sisi qishosh, jihad, atau potong tangan.  Ya siapa yang tidak ngeri lah melihat potongan tubuh bertebaran disana-sini.

Sudah saatnya Islam kini bangkit kembali dalam tubuh yang sempurna dan paripurna.  Kembali untuk melanjutkan kehidupan Islamy, agar umat tak lagi terdzolimi.

 

Kamis, 26 Juni 2008

Cuaca saat itu

Ramalan cuaca hari itu menunjukkan bahwa segenap hari akan disinari terik mentari.  Tak ada kabar awan akan datang, apatah lagi hujan kan tercurahkan.  Hanya saja, manusia tetap saja terbatas daya.  Sehebat apapun yang ia punya, jikaYang Maha Kuasa berkehendak, DIA bisa merubah dalam sekejap.

Seperti yang terjadi pada siang tiga hari yang lalu.  Pagi sampai pertengahan siang begitu panas.  Entah dari mana datangnya, serombongan awan kelabu tiba-tiba datang.  Tidak saja membuat bumi terlihat mendung, tapi kilauan kilatnya sempat membuat hati bertanya-tanya : ada apa engan cuaca?  Tak terdengar suara guntur sama sekali ketika tiba-tiba rombongan awan kelabu itu deras meluncurkan airnya kebumi.  Tidak hanya air, bongkahan es sebesar buah chery juga deras mengantam apa saja yang dia singgahi.  Seperti suara  biji jagung yang dibakar jadi popcorn.  Bahkan malah lebih keras dari itu.

 

Aku menatap langit, mencari jawaban kapan rombongan awan itu akan menghentikan kirimannya ke bumi.  Mendung.  Tiada jawaban.  Aku takut waktuku akan sia-sia menunggu awan berbaik hati berhenti mencurahkan hujan.  Karenanya aku putuskan untuk menembus hujan, membiarkan diri di derai cambukan titik-titik air.

Ku kayuh sepedaku.  Aku harus berhati-hati menghindari bening kristal es sebesar biji chery yang terlihat cantik, meski terasa sakit ketika memukuli badan, bertaburan dijalanan.

 

Setelah lelah, akhirnya sampai juga aku dirumah.  Pun saat aku sampai dipintu, saat itu pula rombongan awan mendung terlihat pergi.  Deras hujan tak ada lagi.  Ceceran kristal es kini mulai mencair hingga akhirnya hilang dihapus terang.  Ya.  Mentari datang kembali menyinari.  Menghangatkan bumi.  Menghapus pupus basah yang baru saja menyelimuti setiap jengkal jalanan.  Seolah mentari ingin menghapus gelisah dari setiap jiwa yang bertanya-tanya tentang hujan yang datang tak terduga.

 

Lalu kucoba bercermin pada hidup.  Seringkali ditengah gembira bahagia kabar duka tiba-tiba menyapa.  Saat itu terang tiba-tiba berubah mendung.  Tawa berganti air mata.  Dan kenangan tentang duka biasanya melekang dalam ingatan.

Meski duka itu datang hanya sekejap saja, tapi torehannya begitu mendalam menggores luka.  Hingga suatu masa sesudah itu, barulah kita sadar bahwa lara tak lama.

Love Turki

Dari awal bingung mau dukung yang mana.  Turki apa Jerman?  Anak-anak pada dukung Jerman, tapi aku dukung Turki.  Sempat protes sih mereka kenapa aku tidak dukung Jerman.  Aku sengaja juga sih sebenarnya pengen praktek "Sportifitas" sebagai pendukung.  Praktek kecil-kecilan.  Anak-anak nanya "umi apa itu sportifitas?"  aku jawab sportifitas itu sikap yang menerima jika ternyata lawan yang menang.
Dari awal aku sudah mengira bahwa "diatas kertas" Jerman pasti menang dengan bekal segala macam pengalamannya.  Turki hanya sering beruntung.  Dan keberuntungan kali ini ternyata tidak berpihak lagi pada Turki. Padahal Turki bermain bagus.
Satu pelajaran yang aku coba praktek pada anak-anak adalah kesabaran.  Kami nonton via streaming internet & kebetulan sempat ada gangguan.  Anakku pengennya mukul-mukul laptop aja.  Akhirnya aku coba redakan, "A, yang kamu pukul-pukul itu seharusnya bukan laptop tapi hatimu yang tidak sabar supaya menjadi sabar"  Maka diapun mukul-mukul dadanya sambil bilang sabar-sabar.

Tapi Nonton Bola kali ini rasanya paling hambar deh.  Karena tanpa beban bagi aku, mau Jerman atau turki yang menang ya gapapa.  Pada pertandingan-pertandingan sebelumnnya aku dukung Jerman, dan juga dukung Turki.
Dan rasa hambar itu ternyata menular pada anakku.  Meski tim unggulannya menang, ekspresinya biasa-biasa saja.

Ketika Jerman menang lagi seperti ini deh situasinya : jalanan jadi ribut dengan klakson, padahal selama kurang lebih 1,5 jam tadi jalanan betul-betul lengang.


Rabu, 25 Juni 2008

Rujak

Jalan-jalan ke kota Bogor,

Jangan lupa beli asinan

(sebab sayang kan kalo udah ke Bogor ga beli asinan)

Cuaca panas banget nih.  Kalo di Bogor, panas-panas gini enaknya makan rujak.  Rujak buah boleh, asinan juga boleh.  Nah ngomong-ngomong tentang asinan, dulu swaktu aku kecil di Bandung.  Asinan disebut juga rujak cuka.  Entah sama entah tidak resepnya tapi yang jelas ada kemiripannya.

 

Nah, karena kangen sama asinan ini, apalagi cuaca begitu mendukung, aku coba deh bikin asinan.  Asinan modifikasi.

Bahan :

1 buah apel diserut

1 buah pear diserut

Nanas kalengan,1 kaleng atau setengahnya

Anggur seseukanya

Strowbery sesukanya Pokoknya jumlah masing-masingnya proporsional

Kuah :

3 gelas air

5 sendok makan zitrone saft

5 cabe merah

Gula pasir (saya pake gula kotak sekitar 12 biji)

Terasi sedikiiiiiiiiiiiit sekali (kalo suka)

3 ebi kering

Cuka sedikiiiiiiiit sekali

Semua bahan kuah diblender.

Masukin kuah ke campuran buah.  Jadi deh untuk 3 porsi kalo

 

 rakus, untuk 7 orang juga sebenarnya cukup.

 

Minggu, 22 Juni 2008

Suasana saat singgah di Stutgart




Kemarin ada pengajian gabungan antara Munchen & Stutgart. Subhaanalooh, Stutgart ternyata Indah & bikin betah, selain itu makanan yang begitu berlimpah & teman-teman yang begitu ramah membuat semuanya semakin komplit saja.
Ga nyesel deh jauh-jauh ngaji ke Stutgart meski tak sempat menjelajah.

Jumat, 20 Juni 2008

Mau kuat ingatan?

Mau mengahadapi ujian?

Jazakummulloh bi jannah,

Alhamdulillah, hari ini hasil UJIAN AKHIR SEKOLAH BERSTANDAR NASIONAL (UASBN) untuk tingkat SD/MI tahun ajaran 2007/2008 telah diumumkan. 
Ketika hendak pergi menyusul ayahnya anak-anak ke Jerman, pihak kantor suami di Jerman meminta agar Khonsa (de Hani) mengambil kursus Bahasa Jerman.  Atas saran tersebut maka kami memutuskan mencarikan les Bahasa Jerman untuk Khonsa.  Agar kursus tersebut efektif maka kami minta ijin ke sekolah untuk tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar.  Meskipun begitu karena kami kelak akan berencana kembali Insantama dan Khonsa direncanakan akan mengikuti UASBN maka kami meminta Khonsa tetap tercatat sebagai murid SDIT Insantama.  Rencananya kami akan mengikuti pelajaran secara online.  Tapi karena setibanya di Jerman Khonsa harus masuk sekolah di Gymnasium dan harus mengikuti kursus intensif maka rencana mengikuti pelajaran secara online tidak bisa dilaksanakan.
Karena ijin Khonsa untuk kembali ke Indonesia hanya 3 bulan, maka Khonsa pulang ke Indonesia pada pertengahan April, sementara UASBN dilaksanakan pada pertengahan Mei.  Maka selama sebulan Khonsa melaksanakan program belajar super intensif, dilanjutkan dengan mengejar indikator-indikator yang dibebankan Diknas kepada siswa kelas 6.
Alhamdulillah, berkat do'a dan dukungan dari semua, akhirnya Khonsa bisa melewati semua dengan hasil yang cukup optimal.  Dari tiga pelajaran yang diujikan yaitu Bahasa Indonesia, Matematika dan Ilmu pengetahuan alam, total nilai yang khonsa dapatkan bagi kami sangat memuaskan.
Atas keberhasilan yang telah dicapai itu,kami sangat bersyukur kehadirat Ilahi Robbi, dan dengan setulus hati kami mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada
1.  Seluruh pengajar,murid,dan para orang tua TPA Munchen yang telah memberikan do'a, dukungan & semangatnya.
2. Rekan-rekan MPers atas do'anya.
3. Pak Eko Agung Cahyono & keluarga yang telah dengan sabar membimbing Khonsa,memberikan dukungan, mendo'akan,menampung,dan sekaligus menjadi orang tua kedua selama Khonsa menempuh saat-saat sulit ketika menjalankan KBM super intensif.
4.  Bu Fahmy Fahmawati, Pak Faiz Rifai, Bu Vitri Amelia, Pak Adi Fajar Nugroho, Bu Rosity, Bu Bety, dan segenap jajaran pengajar SDIT Insantama.
5. Pak Wawan dan Pak Udin selaku supir jemputan SDIT Insantama
6.  Segenap Civitas academika SDIT Insantama.
Hanya ucapan terima kasih yang bisa kami haturkan.  Ucapan terimakasih yang kami iringi dengan do'a : Jazakumulloh bil Jannah.  Semoga Allah membalas apa yang telah kalian berikan dengan surgaNYA.  Amin

Lara Cinta

Ramadhan dua tahun yang lalu sebuah taqdir pilu menimpa salah satu sahabatku.  Tepat pada malam nuzulul Qur’an, malam 17 Ramadhan yang begitu mulia, Allah mengutus malaikat untuk menjemput putra sahabatku pulang keharibaanNya.

Tiada firasat yang sahabatku rasakan  sebelumnya.  Hanya putri sulungnya saja yang berkata “ibu,aku ingin ke surga”.  Dan ternyata yang dijemput kesurga adalah adik bungsunya.  Rahasia ilahi, memang tak pernah disadari sebelum terjadi.

 

Duka lara tentu saja menyelimuti seluruh keluarga.  Duka lara karena cinta pada sang putra.  Duka lara itu begitu mendalam, sehingga sang ibu ingin menyusul ke alam baka dan  sang ayah ingin “membalas dendam” kepada mereka yang Allah libatkan dalam goresan taqdir meninggalnya sang putra.  Dan karena cinta yang begitu mendalam.  Sempat terlintas dalam benak sang ibu untuk menggali makam, agar jasad sang anak bisa menjadi miliknya.  Jika kehidupannya tak kudapati, biarlah jasadnya kumiliki.  Begitu pikirnya.

 

Begitu mendalam duka lara orang tua sedalam cinta yang mereka miliki untuk sang putra.  Dan ibu yang telah meregang nyawa ketika melahirkan sang putra tentu jauh lebih cinta, jauh lebih duka.  Sayangnya barangkali sang anak tidak pernah mengerti keindahan & keagungan cinta ibunda hingga masa ia kembali pada sang pencipta.

Hanya kita yang berada “diluar arena” yang kemudian melihat & menyadari, meski melalui bentuk yang berbeda.  Cinta yang kini lara

 

Sebentuk cinta yang begitu agung dan mulia di dunia adalah cinta ibunda.

Namun, bukankah cinta dan kasih sayang Allah kepada manusia jauh lebih besar dibandingkan cinta seorang ibu kepada anaknya?  Tapi seberapa seringkah kita menyadarinya?

Duhai Robb Pemilik segenap cinta dan kasih sayang,

Ampuni kami yang sering alpa akan cintaMu yang tiada tara

Ampuni kami yang sering berprasangka curiga dan berkelu kesah ketika kau bentangkan ladang pahala yang begitu luas agar kami bisa merentas jalan menuju surga

Wahai Robb. ENGKAU yang begitu pemurah,

Bukankah ampunanMU lebih luas daripada langit & bumi,

Ya Rabb,

Ampuni kami,

Kasihi kami,

Sayangi kami

Kamis, 19 Juni 2008

Waduh Jenuh,

Pernah merasa terjebak oleh rutinitas?  Oleh kegiatan yang hanya itu-itu saja?  Tentu yang dirasakan adalah jenuh dan jenuh. 
Hm, kebetulan saya sedang jenuh nih, ada yang punya tips untuk menghilangkan kejenuhan ga?

Rabu, 18 Juni 2008

Hasbi & Ale

Waktu jalan-jalan ke Marienplatz sama Bu Elka, Bu Retno & anak-anak, seminggu yang lalu, ada obrolan menarik antara Hasbi & Ale :

Hasbi  : Umi, Aa ga mau mikirin pacar dari kecil sebab takutnya nanti kalo sudah besar mukanya berubah jadi ngga cantik lagi.

Ale     : gapapa Has, mukanya jelek juga yang pentingkan baik hati

Hasbi  :  Tapi umi ana kan cantik

Ale     :  Nanti kalau udah nenek-nenek mah sama

Bu Elka :  Ale pintar

Selasa, 17 Juni 2008

Melihat

Melihat hasil karya fotografi yang Indah.... sukaaa banget
Melihat pemandangan alam;
Melihat langit berwarna ungu kala subuh,
Melihat langit keemasan menjelang pagi,
Melihat sungai keperakan terkena terik mentari,
Melihat awan dengan berbagai lukisannya,
Melihat pelangi yang warna warni,
Melihat langit jadi jingga di petang hari,
Melihat bintang berkelip dimalam hari,
Melihat bulan ketika tampil sepenggalan, atau kala purnama,...
Semuanya menoreh rasa bahagia tersendiri dalam hati,

Kemudian melihat bayi yang terlahir tak berdaya
yang ketakberdayaannya itu mengundang cinta,
Melihat anak-anak tumbuh dengan semua pesona dan kelucuan lengkap dengan kenakalannya,
Melihat ayah, meliha ibu,
apalagi melihat suami; semua menyenangkan hati

Melihat semua ciptaanNYA,
Melihat wanita yang terlahir begitu cantik jelita dengan semua kerupawanannya,
Melihat Lelaki yang begitu ganten,dengan semua identitas prianya,
Melihat Aktor atau Aktris dengan kepiawaiannya,
Semua,menggoreskan bahagia

Jika berjumpa & melihat artis idola begitu dekat
Kebayang ga rasanya?
Histeris, bangga, bahagia?
atau kita akan berusaha mengejarnya, minta tanda tangan dan lain sebagainnya
Setelah itu, tentu ada rasa bahagia yang kan terkenang sepanjang masa

Lantas,
Bagaimana kalau kelak kita diperkenankan berjumpa dengan Baginda Tercinta Nabi yang Mulia; Muhammad saw?
Histeriskah kita?
Atau malah pingsan karena tebaran pesona Beliau saw yang begitu agung,
Akankah kita minta tanda tangan? minta sesobek bajunya?
Atau malah tak berdaya dan hanya bercucuran airmata?

Lantas juga,
Jika melihat alam yang begitu indah ini mampu mempesonakan jiwa,
Bagaimana jika kelak kita diperkenankan melihat Sang Pencipta Keindahan?
Laa haula walaa quwwata illa billah,....

(Bagi yang kelak mimpi beretemu dengan Rosulullah saw, titip salam ya...)

Tiga atau empat?


Jika kita berjumpa dengan teman, baik teman baru ataupun teman yang lama tak jumpa, adalah suatu hal yang wajar jika dia bertanya "sudah punya anak berapa?"  Sampai sekarang aku harus sejenak berpikir untuk menentukan jawaban tiga atau empat.  Engga selalu sih, hanya berpikir kalau teman tersebut bertanya didepan anak-anak.  Bukan apa-apa, mereka suka protes kalau aku jawab tiga.  "Mi, anak umi kan empat, yang pertama kan teh Sarah, cuma teh Sarah kan sudah meninggal"  Begitu biasanya mereka protes.  Entah apa yang ada dalam pemikiran mereka.
Cuma Alfi yang bisa mencoba mengambil "kesimpulan" sendiri.  "Mi, Allah mau ngasih umi anaknya tiga ya, tapi malah empat, jadinya teh Sarah diambil lagi".


Selain benteng Pasau......




Nyoba motrat motret dikit, sekedar kenangan,

Sabtu, 14 Juni 2008

Bertepuk sebelah tangan

Pernah bertepuk sebelah tangan???  Pernah sakit karena cinta yang tak terbalas???  Tentu sakit dan teramat sakit ya.  Tapi sebenarnya bukan itu yang ingin kubahas kali ini.
***
Telah menjadi fitrah manusia untuk hidup dengan cinta dan menebar cinta.  Dan cinta ternyata beragam jenisnya.  Cinta dengan hasrat naluri, cinta sepenuh hati pada orang yang dikasihi, cinta pada buah hati,cinta pada sesama, cinta pada alam, cinta pada semua yang ada di alam, dan yang paling hakiki adalah cinta kepada Sang Pencipta Cinta.

Adalah sudah menjadi naluri manusia untuk meraih,meminta atau bahkan merebut cinta karena keinginan akan balasan dari cinta yang kita tawarkan,cinta yang kita berikan.
Tapi tak semua cinta yang kita berikan ternyata berbalas cinta.  Tidak semua cinta seperti gema atau gaung, yang kembali memantulkan kata, bahkan dengan irama yang lebih dari yang kita sampaikan.

Saat itu, saat cinta tak terbalas,baik dari orang yang kita cintai,atau melalui membaiknya alam setelah kita mencoba merawatnya,juga cinta yang telah kita coba tebarkan pada sesasama.  Terlihat kita seolah menepuk angin, tak ada tangan yang menyambut & membalas cinta kita, dan sakit,luka serta duka mulai menyapa kita.
Padahal saat itu ada tangan yang menyambut cinta kita, mengusap airmata kita, membalut luka hati kita.  Tangan itu adalah milik Sang Pencipta Cinta.

Karenanya, jangan pernah berhenti menebar cinta.  Utamanya cinta pada sesama.

Kamis, 12 Juni 2008

***********************************

Teman,
yang kuyakini adalah
ketika kita melakukan suatu perbuatan
cepat atau lambat kita akan mendapatkan balasan
sesuai dengan apa yang kita niatkan

Teman
Ketika aku mencoba mengingatkan
tak terbersit sedikitpun niat untuk melukakan
aku hanya sekedar mencoba menjagamu,
seperti aku menjagaku,
agar tak tersentuh tubuh kita
oleh api neraka

Teman
pun ketika aku mencoba meluruskan
ketika kulihat kau menyimpang
maka aku selalu berharap
kelak jika aku salah dan khilaf
sebuah tangan kan dantang tuk meluruskan
dan mengingatkan

Teman
Tak pernah terbersit sedikitpun
hasrat untuk
menyakitimu,
apalagi merendahkanmu,
karena kutahu
Allah yang maha Rahman
telah memuliakan anak cucu Adam
dan kita adalah satu diantara semua

Teman
jika kau merasa aku telah merendahkan
dan kau coba membalaskan,
maka dengan ini maaf aku pintakan
dan selebihnya
kuserahkan pada Allah
Sang Pemilik segenap cinta dan kasih sayang,....



Rabu, 11 Juni 2008

Antara Putri & Dinda

Putri

: Kenapa cemberut Din?

Dinda

: Sebel

Putri

: Sebel sama siapa?

Dinda

: Fulanah

Putri

: Emang kenapa?

Dinda

: Pelit sendiri

Putri

: Maksudnya?

Dinda

: Selama ini kan aku selalu baik sama dia, apa-apa ngasih, kalau dia perlu bantuan aku tolong, tapi kalo dia punya apa-apa sama-sekali ga mau ngasih.  Tadi aku lupa bawa Snack, dia bawa bawa banyak, tapi aku sama sekali ga ditawarin.  Untung aku dikasih sama Nida

Putri

: Emang Dinda ga bilang ya ke Fulanah waktu ngasih-ngasih bahwa suatu saat Fulanah harus membalas semua kebaikan Dinda?

Dinda

: Ya ngga la yah

Putri

: Kenapa?

Dinda

:  Karena aku hanya mau menjalankan hadits yang berbunyi Tahaddu tahabbu.  Lagian Bu Guru juga sering bilang tentang salah satu ayat dalam Al Qur’an bahwa kita harus mebalas pemberian dengan yang lebih baik.

Putri

:Barangkali Fulanah lupa

Dinda

:  Bukan lupa tapi tidak tahu diri

Putri

: Selama ini Dinda memberi banyak pada Fulanah agar disayang sama Allah kan?

Dinda

: Iya

Putri

: Dinda inget salah satu ayat dalam Al Quran ngga yang berhubungan dengan memberi

Dinda

: yang mana?

Putri

: itu yang bunyinya : dan janganlah engkau memberi dengan mengharapkan yang lebih banyak.

Dinda

: iya sih

Putri

: Apalagi tadi Dinda bilang bahwa selama ini dinda memberi untuk mendapatkan ridho Allah, ya jangan mengharapkan balasan dari manusia.

Dinda

: (cemberut)

Putri

: dan toh akhirnya Allah membalas kebaikan Dinda lewat Nida.

Iya kan?

Dinda

:  Tapi aku ga suka sama Nida

Putri

:  Kenapa?

Dinda

:  Cerewet

Putri

:  Maksudnya

Dinda

:  Suka mencari-cari kesalahan orang

Putri

:  Contohnya?

Dinda

:  Kalo aku ketawa katanya jangan keras-keras taku aurat.  Kalo aku pake jeans katanya sebaiknya pake rok biar lekuk tubunhya ga kelihatan.  Kalo pake kerudung yang pendek suka bilangin sebaiknya diganti

Putri

:  Mungkin Nida hanya sekedar mengingatkan

Dinda

: iya, tapi bikin pusing

Putri

: Terus apa yang Dinda bilang

Dinda

: Cuma bilang jangan cerewet, jangan ikut campur urusan orang

Putri

: Apa jawab Nida

Dinda

: Katanya, karena sayang, Nida hanya mengingatkan.

  Sayang koq menyakitkan.

Putri

:  Terus, sikap Dinda gimana?

Dinda

:  Ya aku tunjukin juga kesalahan-kesalahan dia apa biar dia tahu bahwa ditegur itu tidak enak

Putri

:  Nidanya marah ya?

Dinda

:  itu yang bikin kesel, malah bilang terimakasih sudah mengingatkan.

  Ngeledek namanya kalau begitu.

Putri

:  Mungkin Nida memang berterimakasih karena dia bisa memperbaiki kesalahan setelah diingatkan.

Dinda

:  Ngapain sih Kak Putri malah bela-belain Nida?

Putri

:  Kamu merasa puas ya bisa membalas Nida?

Dinda

:  Ya iya lah….  emang enak dikritik melulu. 

Putri

:  Kamu merasa hargadirimu tersinggung sama Nida Ya?

Dinda

:  Iya lah,…

Putri

:  Terus kamu membalas supaya Nida merasa terhina juga?

Dinda

: (Diam)

Putri

:  Apa dengan menghina orang lain harga diri kita menjadi naik?  dan kita jadi mulia?

Dinda

: (mikir)

Putri

:  Mungkin Nida ingin mengulurkan persahabatan

Dinda

: iya, katanya dia mau jadi sahabatku.  Tapi aku ga mau punya sahabat yang cerewet

Putri

:  Jadi lebih suka sobatan sama Fulanah ya?

Dinda

: Ngga juga

Putri

: Lalu?

Dinda

: Ntar juga pasti bakal punya sahabat yang sejati, sahabat yang sehati

Putri

:  Iya sih.  Namun yang harus kamu ingat adalah bahwa manusia tidak ada yang sempurna, karenanya jangan banyak berharap pada manusia.  Jika bersahabat, bersahabatlah karena Allah semata.  Jika kamu berbuat baik pada sahabatmu, berbuat baiklah untuk mendapat ridho Allah saja, dan jangan kecewa jika sahabatmu belum bisa membalasnya.

Dinda

:  (diam)

 

Berbeda,

Satu kalimat yang begitu simpatik, mencerminkan empati yang mendalam, yang kemudian begitu membekas dalam benak saya.

Kalimat itu berbunyi :,…. Mempunyai anak penderita aids bukanlah sebuah kejahatan, bukan juga sesuatu yang aneh, ia hanya berbeda, seperti orang punya mata kanan yang lebih besar, mempunyai ibu jari yang lebih kecil …

(Hihihi, kalimat itu aku temukan dalam Drakor Thank You yang dibintangi Jang Hyuk,)

 

Beberapa hari kemudian, kudapati lagi satu kalimat yang senada, tapi dengan makna yang lebih dalam. Kalimat itu berbunyi : Mempunyai anak dengan kelainan mental bukanlah ujian, melainkan hadiah dan anugrah.

Kalimat-kalimat diatas seolah mantra yang mengubah beban menjadi ringan, mengubah penderitaan menjadi keikhlasan yang berbuah kasih sayang dan kebahagiaan.

 

Dan kemudian kalimat-kalimat itu membawa memoriku mengingat satu kalimat majemuk yang selalu diucapkan oleh bu DWCSKBKK (Dian Winarti Cantik Sekali Seperti Bidadari Kecemplung Kali).  Kalimat majemuk (baru) itu adalah Ladang Pahala.

Sesuatu yang pahit, sesuatu yang ada dihadapan kita bukanlah ujian.  Tapi kesempatan untuk mendapatkan kebaikan dan pahala sebagai tabungan.

 

Ladang pahala ada dimana-mana, dan selalu didepan mata.  Tinggal kita bertanya pada diri sendiri, maukah kita menanam diladang itu, dan kita panen hasilnya di Surga kelak?

 

Semoga Allah bukakan mata hati kita untuk menemukan beragam ladang pahala.

Semoga Allah mudahkan kita mendapatkan semua kebaikan di dunia & akhirat.

Amin.

Laa haula walaa quwata illa billah,…

 

Selasa, 10 Juni 2008

Arti sebuah nama,

Sudah kenal semua dong dengan pepatah Shakespear(salah ga nulisnya, kalo salah tolong betulin ya....) : Apalah arti sebuah nama.
Tapi sabda Baginda Nabi saw tercinta, nama adalah do'a.
Dan tentu saja nama adalah identitas.  Apalagi untuk wanita yang menikah, biasanya namanya disandingkan dengan nama suaminya.
"Tapi tidak ada laki-laki yang dipanggil dengan nama perempuannya" kata Andrea, guru bahasa Jerman kami.
Tidak lazim kali ya...
Jadi inget dulu ketika di Insantama, aku dipanggil Bu Rani, dan tak jarang suamiku dipanggil Pak Rani.  Padahal suamiku tidak kalah populer juga dikalangan para guru sebab dia sering memberi materi mengenai multiple intelegensi dll pada para guru.  Suamiku adalah salahsatu anggota pengurus Yayasan Insantama.  Lucunya juga Bapak-bapak Yayasan itu terkadang memanggil nama suamiku : Sumaryono daripada Rani... (Nah... ngikutin nama istri lagi )

***
Ketika aku lahir, ayah ibuku menghadiahi aku sebuah nama : Rani.
Tidak ada kepanjangan atau nama keduanya.
Orang tuaku belum siap punya anak,sehingga memberi nama hanya Rani,kata temanku.
Bagi aku sih Hadiah nama ini begitu indah, jadi walaupun hanya satu kata ya ga masalah.

Saat di SMA aku sekelas juga dengan teman yang bernama Rani Setiawati.  Jika ada teman lain yang mencari aku pada teman lain, biasanya temanku bertanya dulu nyari Rani S atau tanpa S?

Sekarang, dalam pasporku namaku menjadi Rani pake S. 
Ceritanya dulu aku mendaftarkan diri untuk identitas paspor sesuai identitas KTP, ijazah, dll.  Tapi petugas menyaranka agar aku memakai dua nama.  Maka ditambahlah namaku dengan nama ayahku jadi Rani Sulaeman.

Ketika sampe di Gilching, aku lebih di kenal dengan nama Bu Maryono.  Seingatku, baru di Gilching sini aku dipanggil dengan identitas suamiku.  Pernah sih sesekali dulu dipanggil Bu Maryono, hanya kalo ke kantor suami, dan dulu rasanya asing banget.
Kalo sekarang sih sudah biasa.  Biasa meperkenalkan diri dengan nama Bu Maryono.
Sementara suamiku, tida lagi ada yang memanggilnya Pak Rani .

Minggu, 08 Juni 2008

Hanya Cinta

Cinta? 

aku mencintai diriku sendiri, seperti engkau mencintai dirimu,ragamu& hatimu.

Seperti engkau, akupun tak ingin terluka,

aku hanya ingin bahagia,

aku tak ingin ada orang lain berprasangka buruk padaku,

aku tak ingin ada fitnah mewarnai hidupku,

aku tak ingin kecewa oleh siapapun dan pada apapun,

aku tak ingin terluka baik rasa,raga maupun harta,

aku ingin semuanya sempurna melukis warna ceria dalam hidupku.

Sahabat,

sebenarnya aku ingin melaksanakan salah satu pesan baginda Nabi saw tercinta,

bahwa tidak beriman seseorang sehingga ia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.

Karenanya sahabat,

aku tak ingin kau terlukan

seperti aku tak ingin diriku terluka,

aku tak ingin ada yang berburuk sangka padamu,

seperti akupun  tak menginginkan hal itu terjadi padaku,

aku tak ingin  kau terluka, setitik apapun luka itu adanya

Sahabat….

ijinkan aku mencintaimu, karena Allah semata

Ingatkan aku jika khilaf dan salah,

pegang tanganku untuk berjalan menuju cintaNYA

Jumat, 06 Juni 2008

Pengalaman jadi MC*

Lagi teringat seorah sahabat nun jauh disana nih, so jadinya pingin posting yang ini.
Berawal dari rasa kagum dan iri pada temen-temen yang telah berhasil menjadi MC* untuk beberapa pasangan.  Dalam hati timbul keinginan untuk menjadi MC* pula.  Apalagi pahala yang dijanjikan untuk seorang muslim yang berhasil membantu saudaranya menemukan pasangan hidupnya adalah rumah di Surga.  Jadi siapa yang ngga ngiler?
Tapi ternyata jadi MC* itu tak semudah yang diduga.
Dua kali aku berhasil sukses menjadi MC*, dua-duanya adalah hasil pemaksaan.  Dan mereka pada menyesal.  Menyesal kenapa ngga dari dulu.

Biasa sih, yang dipaksa itu harus dari pihak ikhwannya.  Biasalah yang namanya ikhwan maunya akhwat yang perfeck.  Perfeck dari segi fisik,akhlaq,keahlian masak dll.
Bagian pemaksaan ini yang paling susah.  Aku harus jungkir balik meyakinkan bahwa akhwat yang aku tunjukkan adalah pasangan yang ideal.  Biasanya aku selalu tegaskan : Pokoknya akhi ga akan nyesel deh.  Pernah juga ada yang bilang : bu Rani, emang yang mau nikah siapa sih, saya apa bu Rani (meski akhirnya jadi juga mereka menikah...).

Selain harus berusaha untuk maksa, yang tidak boleh dilupakan adalah bantuan do'a.  Do'a agar Allah memudahkan mereka untuk bersatu.  Do'a agar Allah memberikan kebahagiaan pada mereka.

Sekarang, kalau inget mereka, ada kebahagian sendiri yang aku rasa.  Untung dulu aku bisa maksa.  Meski semua akhirnya kembali pada taqdir dari cinta Sang Maha Pencipta.
Laa haula wa laa quwwata illa billah,...

NB :
MC* = Mak Comblang

Rabu, 04 Juni 2008

Pilihan Hati

“Baiklah, jika tidak ada yang bertanya lagi, kita tutup diskusi ini dengan membaca hamdalah, istigfar dan do’a akhir majelis”

 “Alhamdulillahirobbil ‘alamin, Astagfirullohal’adim, subhaanakallohumma, wabihamdika, Asyahadualaa ilaaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaiik” do’a itu bergema di dalam ruangan.  50 peserta, aku, dan pembicara; Kang Hadi dan Kang Surya serempak membacakan do’a itu.  Aku berusaha untuk khusyu.

 ***

Sejak acara seminar setengah hari ini dimulai, aku merasa serba salah.  Berada diantara Kang Surya dan Kang Hadi membuatku begitu resah gelisah.  Tatapan Kang Hadi yang sebenarnya tertuju pada peserta, selalu terasa tertuju padaku.  Tajam.  Inti pembicaraan tentang wanita sholihah tentang kisah-kisah indah para shohabiah, yang dipaparkan di depan peserta yang  datang dari berbagai daerah, bagiku terasa sebuah pesan yang hanya ditujukan padaku. 

 

Demikian juga dengan kang Surya paparan materinya tentang mendidik anak, seolah ditujukan dengan sebuah harap.  Entah benar entah tidak, aku selalu merasa Kang Surya juga selalu menatapku.  Padahal aku tahu, ia berbicara pada peserta.  Ia berkomunikasi dengan peserta.  Bukan denganku.

 

Dan aku, yang yang terbiasa berbicara lantang di arena seminar, yang terbiasa tenang menghadapi hujatan kritik dan pertanyaan,  saat itu benar-benar tak berdaya.  Berkali-kali ku usap keringat didahi.  Berkali-kali pula kucoba menopangkan kaki.  Mengubah posisi, mencari posisi yang betul-betul nyaman.  Tak jarang pula kucoret toolkit seminarku.  Menuliskan kalimat yang menurutku bijak dari paparan yang disampaikan Kang Surya ataupun Kang Hadi.  Mencoba memberikan garis bawah pada makalah-makalah yang ada ditanganku.

 

Ingin rasanya waktu segera berlalu.  Kupandangi-dan kupandangi lagi Espirit merah hati yang melingkar dipergelangan tanganku, menunjukkan waktu.  Aku yakin, jam tangan sekelas Espirit tidak akan cepat menunjukkan gejala tua, aku yakin dan betul-betul yakin bahwa jam ini benar-benar siaga dalam menjalankan fungsinya, tapi kenapa setiap kali aku menatap Espirit ku, hanya jarum panjang saja yang berpindah.  Itupun tak jauh beranjak dari angka yang sebelumnya.  Setiap kutatap, perpindahan itu hanya sekitar 3 sampai lima derajat.

Rasanya seminar kali ini adalah seminar yang paling berat yang pernah aku moderatori.  Berat dari awal pembukaan hingga penutupan.  Aku berharap semuanya akan segera ringan setelah para peserta meninggalkan ruangan.

Sambil menarik nafas, ku mencoba memerintahkan pada pikiranku “Tenang… rileks, tatap peserta yang mengharapkan banyak mamfaat dari acara meminar ini”.  Kuhembuskan nafas perlahan.  Kutatap semua peserta.   Sebagian sudah berdiri dari kursinya, sebagian masih duduk, mungkin menunggu sampai jalan untuk keluar terlihat lapang.  Kutatap satu persatu mereka masih duduk di kursinya, barangkali ada diantara mereka yang aku kenal.

  Tapi aku begitu terhenyak.  Merekapun seolah tajam menatapku.  Seolah mereka tahu akan kegelisahanku.  Seolah mereka tahu beban perasaan yang kusembunyikan.  Seolah mereka tahu bahwa aku tengah menyiapkan jawaban-jawaban bijak untuk menolak pinangan Kang Surya yang telah disampaikan 2 minggu yang lalu. 
Dan tatapan peserta itu seolah menghakimiku.  Menggugatku.  Menyatakan keberatan atas pilihan hatiku untuk memilih Kang Hadi yang selama ini telah sabar membimbingku. 

Tatapan itu seolah tahu bahwa Kang Hadi tak pantas untukku.  Karena Kang Hadi telah memiliki seorang istri.  Terlebih lagi, istrinya itu adalah sahabatku sendiri.

 

Kutatap para ibu yang duduk di barisan paling depan.  Seorang ibu dengan kerudung ungu menyunggingkan seyuman.  Tapi seyum yang sama sekali tak terlihat manis, senyum yang sangat sinis.  Ups, apakah Ibu kerudung itu tahu permasalahanku?.  Kucoba mengalihkan pandanganku pada peserta yang tengah berjalan menuju pintu keluar.  Mereka tampak akrab berbicara.  Mungkin mereka begitu terkesan dengan materi yang disampaikan.  Tapi mengapa mereka sebentar-sebentar melihat padaku.  Apa yang salah denganku?  Apa mereka juga tahu apa yang tengah berkecamuk dihatiku?

 

“ehm”

Aku terkejut, suara Kang Surya yang begitu lembut, terdengar ibarat guntur yang siap mengiringi awan menurunkan selebat-lebatnya hujan.

“ Dik Aisyah, selamat ya, ukhti  telah sukses kembali menjadi moderator.  Ukhti begitu pintar memancing peserta untuk bertanya dan tertawa” Suara itu begitu tulus menyenandungkan kalimat pujian.  Aku tahu itu.



******************************************** b e r s a m b u n g ************