Ramadhan dua tahun yang lalu sebuah taqdir pilu menimpa salah satu sahabatku. Tepat pada malam nuzulul Qur’an, malam 17 Ramadhan yang begitu mulia, Allah mengutus malaikat untuk menjemput putra sahabatku pulang keharibaanNya.
Tiada firasat yang sahabatku rasakan sebelumnya. Hanya putri sulungnya saja yang berkata “ibu,aku ingin ke surga”. Dan ternyata yang dijemput kesurga adalah adik bungsunya. Rahasia ilahi, memang tak pernah disadari sebelum terjadi.
Duka lara tentu saja menyelimuti seluruh keluarga. Duka lara karena cinta pada sang putra. Duka lara itu begitu mendalam, sehingga sang ibu ingin menyusul ke alam baka dan sang ayah ingin “membalas dendam” kepada mereka yang Allah libatkan dalam goresan taqdir meninggalnya sang putra. Dan karena cinta yang begitu mendalam. Sempat terlintas dalam benak sang ibu untuk menggali makam, agar jasad sang anak bisa menjadi miliknya. Jika kehidupannya tak kudapati, biarlah jasadnya kumiliki. Begitu pikirnya.
Begitu mendalam duka lara orang tua sedalam cinta yang mereka miliki untuk sang putra. Dan ibu yang telah meregang nyawa ketika melahirkan sang putra tentu jauh lebih cinta, jauh lebih duka. Sayangnya barangkali sang anak tidak pernah mengerti keindahan & keagungan cinta ibunda hingga masa ia kembali pada sang pencipta.
Hanya kita yang berada “diluar arena” yang kemudian melihat & menyadari, meski melalui bentuk yang berbeda. Cinta yang kini lara
Sebentuk cinta yang begitu agung dan mulia di dunia adalah cinta ibunda.
Namun, bukankah cinta dan kasih sayang Allah kepada manusia jauh lebih besar dibandingkan cinta seorang ibu kepada anaknya? Tapi seberapa seringkah kita menyadarinya?
Duhai Robb Pemilik segenap cinta dan kasih sayang,
Ampuni kami yang sering alpa akan cintaMu yang tiada
Ampuni kami yang sering berprasangka curiga dan berkelu kesah ketika kau bentangkan ladang pahala yang begitu luas agar kami bisa merentas jalan menuju surga
Wahai Robb. ENGKAU yang begitu pemurah,
Bukankah ampunanMU lebih luas daripada langit & bumi,
Ya Rabb,
Ampuni kami,
Kasihi kami,
Sayangi kami
Amiin...
BalasHapusiya teh, ini kadang yang kita nga pernah sadar,,,terlalu mencintai anak kadang melebihi cinta kita Ke Allah
BalasHapusMungkin karena anak terlihat begitu dekat & begitu memikat ya...
BalasHapusteteh menulis selalu membuat mata berkaca-kaca....
BalasHapusMoga anakku nanti bisa jadi pelindung dan pembimbing kala aku meninggal....... amiiin [19 taon mode on... welcome my future]
BalasHapusAmiiin, jadi ingat cerita tante waktu sepupuku meninggal
BalasHapusamiin.. amiin.. Allaahumma amiin..
BalasHapus*saat ini sovi sedang berusaha menyiapkan segalanya...
menyiapkan diri jika ditinggal atau meninggalkan......
...sesungguhnya setiap yang bernafas(bernyawa) pasti akan meninggal(menjumpai maut)....
BalasHapusbu...apakah yang dimaksud adalah naufal adiknya alsa putranya dr.farida...(lengkap ya bu, reportasenya...takutnya salah orang)
BalasHapushiks..hiks..hiks...
saya terkejut sekali ketika ditelp bu yulia, saat itu saya sedang di PIM (Pondok Indah Mertua) kudus...semoga, naufal menjadi penuntun orangtuanya menuju jannahNya, amin...
naufal, murid saya bu, waktu kelas 1...
hiks, astahgfirullah...ampunkan kami ya rabb...T__T
BalasHapusvery touching, tfs teh...
Astagfirullahaladzim...semoga Engkau ampuni kami.
BalasHapusSemoga keluarga yang diuji tabah ya...
BalasHapusTeh Rani ... mengapa setelah membaca ini mataku tergenang air ... dan akhirnya air itu mengalir membasahi pipi-ku ....
BalasHapustfs ya teh ... sudah mengingatkan ... dan semoga aku juga siap dengan segala kehendak-Nya ... ( kehilangan ... dan di tinggalkan ... )