Sabtu, 26 Juli 2008

Dua sisi mata uang, 8 arah mata angin

Satu koin uang terdiri dari dua sisi, dan bulatnya penjuru bumi terdiri dari delapan arah mata angin.  Satu permasalahan dapat dilihat dari dua sudut pandang atau lebih.  Begitupun sebuah keadaan bisa dinilai dari berbagai penilaian.  Seperti kehamilanku saat ini.  Ada yang kaget, banyak yang gembira, ada yang menangis, ada yang aku "semprot" dan ada pula yang tiba-tiba jadi cerewet.  Yah, aku sendiri sama sekali tak menyangka, karena memang tak berencana.  Tapi mau diapakan lagi.  "itu mah rezeqi" kata beberapa teman.  Kemudian aku teringat dengan seorang teman yang sering minta dido'akan agar segera mendapatkan momongan.  Dia teman yang istimewa bagiku sebab dia adalah musrifahku yang usianya 10 tahun lebih muda dariku,teman berkreasi,teman berantem,dan teman gila-gilaan (dia selalu mengajakku pertama kali sebelum mengajak orang lain jika dia ingin menemukan sebuah "ide gila" untuk sebuah kegiatan di sekolah kami).  Temen inilah yang aku semprot "gara-gara kamu sih selalu minta dido'ain agar kamu segera dapat momongan, eh sekarang malah aku yang hamil duluan, mungkin ini karena malaikat akhirnya mengaminkan untukku setiap kali aku mendo'akanmu" begitu semprotanku "pokoknya sekarang kamu harus do'ain temen-temen yang lain seperti... (kusebut teman-teman yang baru punya satu putra) supaya malaikat mengaminkan untukmu" itu tuntutanku.  Musrifahku cuma ketawa sambil mengiyakan "iya deeeeh" katanya disela tawanya yang renyah.
Ada juga yang mengingatkanku.  Yah meski aku selalu menyemangati teman-teman bahwa walau bilangan usia bertambah tua, tapi semangat harus tetap muda, tetap saja tidak bisa dipungkiri bahwa dengan bertambahnya usia, daya tahan tubuh & fungsi beberapa organ tubuh, sudah tidak seperti dulu lagi.  Seperti apa yang pernah disabdakan baginda Nabi Muhammad saw tercinta : "semua penyakit ada obatnya, kecuali penyakit tua".
Seorang teman mengingatkanku bahwa aku tidak muda lagi, usiaku sudah diatas 35.  Banyak faktor resiko cukup tinggi dalam kehamilanku ini.  Ia bercerita tentang temannya yang meninggal karena keracunan oleh bayinya meninggal dalam kandungan.  Kemudian resiko cacat.  Belum lagi aku tinggal di Jerman, bukan di Indonesia.  Di Indonesia sangat mudah mencari pembantu untuk menolongku baik selama kehamilan maupun pasca melahirkan.  Selain itu ini adalah kehamilan yang ke lima, sementara anak-anakku masih kecil-kecil dan masih membutuhkan banyak bantuan dan perhatian.  Yah pokoknya memang banyak hal-hal negatif yang harus diantisipasi.
Kemudian anak-anakku sekarang jadi tambah cerewet terhadapku.  "umi udah minum susu belum, kalau tidak minum susu nanti banyinya tidak sehat" atau "umi udah minum multivitamin belum?"  tidak jarang "umi udah ga usah cuci piring, biar abi aja, kalau umi kecapaian kasihan adik bayi yang didalam perut" dan banyak lagi instruksi lain yang sering membuatku geli.

Ah, apapun yang mereka ekspresikan, yang jelas hanya menambah perbendaharaan fakta.  Aku memang harus menyiapkan banyak hal.  Tidak mudah memang.  Tapi aku tahu, Allah maha penyanyang terhadap semua hambanya, dan aku betul-betul menggantungkan diri pada belas kasih sayangNYA.  Belas kasih sayang yang mungkin dititipkan lewat do'a & perhatian dari semua teman & sahabatku.  Baik sahabat via multiply, maupun yang nyata didunia yang sebenarnya.

9 komentar:

  1. ^_^ *turut berdoa buat Tetehku sayang*
    doanya biar ALLah saja yang tahu... ^_^

    Teh.. 2010.. lamaaaaaaaaa.. ya? ^_^
    Insya Allah ntar daku mau coba SMS..
    indosat bisa nyambung nggak, ya?

    BalasHapus
  2. Makasih ya dik Sovi ya...
    Biasanya sih Indosat nyambung, yang suka ga nyambung itu Flexi, mungkin karena bukan telepon biasa kali ya.... :D

    BalasHapus
  3. ke lima?

    asikk...
    yang bontot ini pasti akan melengkapi suasana rumahmu jadi lebih meriah lagi deh Mbak...
    :D

    BalasHapus
  4. Rahmat Allah tercurah untukmu mbak... ^_^

    BalasHapus
  5. Rahmat Allah tercurah untukmu mbak... ^_^

    BalasHapus
  6. Pepatah Jawa mengatakan “banyak anak banyak rejeki” itu mungkin ada benarnya tapi yang perlu kita yakini adalah bahwasanya setiap anak mempunyai rejeki sendiri-sendiri dari Allah. Kalaulah Allah menyempitkan rejeki kita sebagai orang tua karena dosa dan maksiat yang kita perbuat, masih bisa difahami. Akan tetapi jika Allah menyempitkan rejeki anak-anak kita yang notabene masih polos tanpa dosa, maka hal tersebut diyakininya sebagai suatu hal yang tidak mungkin. Maka sesungguhnya kita lah yang "menumpang" pada rejeki anak-anak kita, dan sungguh sombong dan tidak bijak jika dikatakan anak-anak hanyalah merepotkan orangtua dengan menghabiskan biaya hidup yang cukup banyak

    BalasHapus
  7. iya sih, sepertinya bakal tambah rame....

    BalasHapus
  8. Jangan-jangan memang demikian adanya ya.....

    BalasHapus