Kamis, 14 Agustus 2008

Sktesa Andin

“sebenarnya Aki & Abah sedari dulu ketika mereka masih muda, pekerjaan mereka sama Ndin”  Ayah menatap Andin penuh kasih sayang.  Andin juga menatap Ayah penuh harap.  Harapan akan sebuah cerita, sebuah sketsa tentang perbedaan yang membentang, perbedaan yang tadi ia tanyakan.  “Mereka sama-sama pedagang beras ketika masih muda, Aki bernasib mujur karena usahanya terus berkembang dan kemudian membuka beberapa usaha-usaha baru seperti pabrik roti, pabrik teh, dan juga beberapa toko baru”  Ayah menarik nafas panjang “Sementara Abah, nasibnya kurang beruntung, beberapa kali Abah ditipu orang hingga kemudian semua modal & kekayaannya habis tak bersisa.  Abah akhirnya mencoba mencari pekerjaan lain, dari mulai pangkas rambut keliling, menjadi pegawai di beberapa perusahaan kecil, hingga akhirnya Abah menemukan pekerjaan yang menurutnya paling cocok yaitu reparasi jam.  Abah membuka kios kecil dan melalui kios kecil itulah Allah memberikan rizqi untuk Abah,Nini, ibumu dan semua adik-adik ibumu.”

Andin mencoba mencerna apa yang disampaikan ayah kata perkata, makna demi makna.  Selama ini Andin tidak mengerti, mengapa Aki, kakek dari pihak Ayah begitu kaya dan mempunyai segalanya.  Rumah yang begitu luas, Beberapa kendaraan roda empat, semua peralatan elektronik yang cannggih, serba baru dan serba modern, makanan yang selalu melimpah, beberapa pembantu yang seolah selalu siap menerima titah, semuanya begitu membekas dalam di benak Andin.  Aki, Eni, dan semua bibi (adik ayah) selalu memperlakukan Andin dengan istimewa.  Andin bahagia berada ditengah-tengah mereka, sebagaimana Andin juga selalu merasa bahagia ketika berada di rumah Abah,kakek dari garis Ibu, Nini, juga semua Emang & bibi.  Rumah Abah hanyalah rumah panggung yang terbuat dari kayu.  Rumah ini hanya mempunyai tiga kamar tidur yang disekat oleh bilik.  Satu ruang keluarga yang sempit yang juga berfungsi sebagai ruang tamu sekaligus ruang makan.  Dapur kecil yang dihiasi oleh dua kompor minyak tanah karatan dan satu lemari kayu kecil tempat menyimpan persediaan makanan.  Kamar mandi dan WC terletak agak jauh dari rumah.  Kamar mandi yang hanya berdindingkan bilik dan tidak punya langit-langit unuk menutup atapnya.

Andin tidak mengerti, mengapa Aki dan Abah mempunyai kehidupan yang sedemikian berbeda.  Andin hanya tahu bahwa berada di rumah Abah ataupun Aki ia tetap merasa nyaman dan bahagia.  Andin juga merasa bahwa makan dirumah Abah yang menunya hanya Nasi dan sepotong ikan asin, kenikmatannya tidak berbeda dengan ketika ia makan dirumah Aki dengan lauk serba ada, mulai dari gulai kambing, segala macam sayur dan lauk lain yang hampir memenuhi meja makan, ditambah setelah itu hidangan aneka buah.  Tidak ada bedanya, pikr Andin semua enak.

“Ayah, kalau Ayah pengen seperti siapa? seperti Aki atau Abah?” tanya Andin penuh selidik.

“Ayah hanya ingin menjadi diri Ayah sendiri Ndin.  Setiap orang punya kehidupannya masing-masing, punya taqdir & tugas berbeda yang sama-sama mulia” 

“Ayah ingin jadi orang kaya atau orang miskin?”  Andin bertanya kembali.

“Kemiskinan itu mendekatkan kepada kekufuran Ndin, siapapun tidak mau berada dalam keadaan miskin.  Tapi kemiskinan itu bisa dirubah, asal orang mau berusaha sekuat tenaga pasti Allah akan tunjukan jalan.  Kekayaan, Ndin, jika tidak digunakan sebaik-baiknya, jika tidak digunakan untuk ibadah itu juga hanya akan membawa pada kesengsaraan belaka Ndin”

“iya, Ayah maunya jadi orang kaya atau orang miskin?”  Andin mendesak.

“Tentu ayah ingin jadi orang kaya Ndin, orang kaya yang menginfakan hartanya untuk fiisabiilillah”

“Kasihan Abah dong Yah” potong Andin “Abah ngga bisa berinfak karena hartanya kan Cuma sedikit”

“Ndin, Allah menilai kebaikan seseorang bukan dari jumlahnya Ndin, tapi dari niat, ketulusan, usaha & nilainya Ndin.  Nilai uang seribu bagi Abah mungkin sama dengan nilai uang seratus ribu bagi Aki, karenanya, Insya Allah pahala Abah ketika bersedekah seribu rupiah sama dengan pahala yang didapatkan Aki ketika Aki bersedekah sebanyak seratus ribu rupiah”

 

 

 

3 komentar:

  1. Penuh edukasi teh...
    Bahkan mungkin lebih banyak yang 1.000 jika dilihat dr prosentase kekayaan abah dibanding aki...

    BalasHapus
  2. nice story, kadar nilai amal bisa jd tidak ditentukan hanya melalui jumlah/nilai tp juga niatan dr perbuatan tsb

    BalasHapus