Senin, 22 Agustus 2011

Payung Pembuka Hati

Warna hitam, diameternya kecil, kalo dilipat ukurannya kurang lebih 15X3,5X1cm.  Hanya cukup untuk tempat berlindung 1 kepala saja dari terik panas matahari ataupun tetesan hujan.
Ada beberapa keistimewaan yang aku sematkan pada payung itu.
Pertama, Karena warnya hitam, aku suka banget dengan warna payung hitam, pokoknya kalau nyari payung, prioritas pertama adalah warnanya harus hitam, corak, harga, model, dan lain-lain urusan belakangan.
Kedua, payung ini mempunyai model hiasan yang sangat unik.  Sekitar 10 cm dari ujung bawahnya, melingkar hiasan motif tali berwarna perak.  Menambah kesan mewah & elegant.  Disalah satu sudutnya adalagi yang lebih istimewa yaitu gambar-gambar kecil menara Eifel, Kunci gembok berbentuk hatu yang tengah terbuka, dan juga 1 buah kunci (maksudnya sih yang membuka gembok hati tadi...)
Payung itu memang bukan oleh-oleh dari Paris.  Aku membeli payung itu bukan ketika aku jalan-jalan melihat Eifel yang menjulang.  Payung itu aku beli disebuah swalayan di kota kecil tempat aku tinggal.  Sebuah kecamatan cantik di sekitar Muenchen.  Kota itu bernama Gilching.
Payung itu sengaja kusimpan sebagai hadiah untuk seorang sahabat yang memang berpesan "belikan aku payung".   Hmmm, mungkin karena Bogor kota hujan, makanya yang diminta adalah sesuatu yang tepat guna.
Payung itu nyariiiiiis dan sempat hilang.  Ketika aku pulang menuju tanah air, payung itu kumasukan kedalam koperku, dan sama-sama menempuh perjalanan jauh selama 18 jam dalam pesawat.  Namun hohoho.... Koper yang membawa payung itu sempat terpisah dariku sekitar 1 minggu.  Entah kemana si koper itu jalan2 dulu, yang jelas akhirnya ia tetap kembali padaku.
Aku masih ingat ketika menitipkan payung itu pada seorang ikhwan.  "tolong kasih ke ukhti fulanah yaaa, & ini ada satu lagi untuk istri antum".  Yup, payungnya memang kembar, aku membelinya sepasang, mumpung lagi diskon saat itu.
Yang menjadi rahasia adalah antara ikhwan tersebut, istrinya dan ukhti sahabatku terjalin sebuah hubungan yang unik.  Sahabatku ukhti fulanah telah menyatakan kesediannya untuk menjadi istri ke 2 ikhwan tersebut & istri pertamanya sudah rela menerima.  
Lama sejak payung itu aku titipkan, aku tak bertemu sahabatku.  dan ketika bertemu, sahabatku langsung berterimakasih atas oleh-olehnya.  "tahu ga, itu kan gambarnya eifel, kunci & hati.  Kata orang, Eifel itu lambang cinta, Oh ya, itu juga ada lambang kunci hati yang terbuka, jadi payung ini payung untuk membuka hati anti"  Begitu kurang lebih ucapanku, aku sudah lupa dengan detilnya sampai tadi pagi sahabatku mengingatkan aku "Bu, ini payung hadiah dari ibu, payung pembuka hati"  Walaupun payungnya masih hapal, tapi kata-kata yang pernah aku ucapkan sudah terlupa, jadi aku sempat terbengong-bengong "oh ya?" jawabku.  "iya bu, aku tak akan lupa dengan apa yang ibu ucapkan" lanjutnya.
Langsung saat itu aku terserang "terharu mood on".  Ketika menyadari semuanya.
Ya, sahabatku ukhti fulanah akhirnya menikah, setelah selama kurang lebih 3 tahun aku sering meminta pada Allah agar dia dipilihkan jodoh yang terbaik untuknya.
Ukhti fulanah akhirnya menikah, & bisa membuka pintu hatinya untuk ikhwan yang Allah pilihkan untuknya setelah 1 tahun ia menunggu ayahnya mengijinkannya untuk memasuki sebuah rumah tangga yang bernamakan poligami.
Ukhti pulanah akhirnya membukakan pintu hatinya untuk orang yang bukan selama ini menjalani proses menuju mahligai rumahtangga bersamanya.
Ukhti fulanah kini bahagia setelah membuka pintu hatinya untuk seseorang yang Allah pilihkan untuk menemani hari-harinya, merajut bahagia, menggapai asa.
Bukan memang, ukhti fulanah membukakan hatinya, bukan karena payung pemberianku.  Semua hanya kebetulan saja.  Tapi penghargaanya atas apa yang telah aku berikan untuknya betul-betul membuatku terharu.

***
Satu sejarah, kini terukir lagi dalam lembar hari-hariku, tentang sebuah benda bernama payung pembuka hati