“Ayah lagi sakit, manjanya lebih dari si syanthik” Begitu kurang lebih isi dari sebuah status di
timeline wa salah satu kontak yang tersimpan di handphone aku.
Dan si syanthiknya ini usianya belum genap
dua tahun. Kebayang kaaan manjanya
seperti apa little girl yang usianya belum genap dua tahun, lagi
lucu-lucunya. Lagi manja-manjanya. Lagi
nempel-nempelnya sama mommy. Anak batita
kayak gini, lihat apa yang dipegang mommy, dia pasti mau. Dikasih yang sama atau mirip, maunya yang
punya mommy. Bahkan anak seusia gini,
kalau biasa dibuatin susu sama mommy, dia bakalan tahu kalau yang buatin susu
bukan mommynya. Kenapa? Karena mommy adalah dunianya. Kebayang kan kalau ayah yang lagi sakit
manjanya lebih dari si syantihik?
Wajar ga sih kayak gitu? Sangat
wajar sekali. Yang namanya seorang anak,
dia selamanya akan jadi seorang anak.
Cuma Nabi Adam & siti Hawa yang ga punya titel sebagai anak. Apalagi anak mertua. Jelas lah dia seorang anak. Iya kan?
Tapi bukan itu juga sih alasannya.
Begini, menurut Eric berne dalam teori kepribadiannya yang disebut
ego state, dalam diri manusia itu selalu ada 3 sifat yaitu : Orang tua, dewasa
& kanak-kanak. Mengenai pengertian dari ketiga
instansi identitas utama ini, Verhaar (1993: 62) menyatakan: “Parent, Child,
dan Adult yang mau dinyatakan adalah bukan pribadinya (bukan seorang ayah atau
ibu, bukan seorang anak kecil, bukan seorang dewasa) melainkan instansi
identitas, dan memang instansi tersebut tampak di dalam pribadi orang dewasa,
anak kecil, atau orang tua.” Dengan kata lain, yang dimaksud dengan
istilah-istilah tersebut bukanlah pribadi sesungguhnya, melainkan kepribadian
atau sifat-sifat yang tampak pada pribadi-pribadi tersebut, misalnya, seorang
anak kecil bisa berkepribadian dewasa (memiliki ego state dewasa) apabila dia
selalu mengolah data yang ada ketika sedang berbicara dengan yang lainnya.
Seorang anak kecil bisa berkepribadian orang tua apabila suatu ketika ia
memerintah, mengajarkan atau menghakimi seseorang. Untuk selanjutnya, istilah
dari jenis-jenis ego state yang digunakan dalam penelitian ini adalah istilah
ego state dalam bahasa Indonesia, yaitu ego state orang tua, ego state anak, dan ego state dewasa. Teorinya panjang kali lebar kali lama,
dikenal dengan teori Analisis Transaksi.
Tapi, kali ini, kita ga akan bahas itu yaa. Kita akan bahas bagaimana
seni bertindak sebagai istri pada setiap state ego yang dimunculkan belahan
jiwa kita.
Kondisi ideal seseorang adalah
ketika dia berada dalam kondisi Dewasa (Erwachsenen). Ego state dewasa tidak
menggunakan emosi seperti ego state anak atau menggunakan opini seperti ego
state orang tua, melainkan menggunakan data dan fakta sebagai bahan untuk
membangun pemikirannya yang selalu rasional (lihat Eschenmoser, 2008: 17). Ego
state dewasa selalu menggunakan komunikasi dua arah, diplomatis, hati-hati, dan
jelas. Ego state dewasa selalu berbicara dengan tenang dan nada suara yang
datar. Dalam kondisi seperti ini, sang
belahan jiwa akan sangat mempesona, enak diajak curhat, enak diajak kerja, enak
diajak apa saja. Ini adalah kondisi
aman.
Kondisi berikutnya adalah orang
tua apabila suatu ketika ia memerintah, mengajarkan atau menghakimi seseorang. Perhatikan.
Ini adalah saat dimana rasa kepemimpinan belahan jiwa kita muncul dalam
konsentrasi yang tinggi. Yupz. Walau bagaimanapun, suami adalah
pemimpin. Istri Cuma punya satu pilihan yaitu ta’at. Berat ga?
Ngga kalau dasarnya adalah taqwa plus cinta. Ikuti saja semua apa yang dia minta selama
tidak melanggar syara. Jangan menyela
apalagi mencela dan mencemoohnya. Jangan
mengomel jika kau tak ingin kehilangan cintanya. Kenapa?
Karena seorang wanita yang mengomel, menyela, mencela dan mencemooh akan
kehilangan kecantiaknnya 100%. Akan
kehilngan 100% keindahannya sebagai perhiasan dunia. Akan membuat lelaki enggan mendekat apalagi
menyentuhnya. Dan mungkin, sangat
mungkin, akan membuat lelaki mudah tergoda ketika melihat perhiasan dunia di
luar sana. Ingat. Lelaki telah bekerja di dunia yang sangat
keras. Dunia yang hanya peduli pada
karya hasil kerjanya, bukan pada perasaannya.
Maka ketika ada yang peduli pada perasaannya, pada gengsi kelelakiannya,
padanyalah hatinya akan mudah tersentuh dan berlabuh. Nah, kalau bukan pada kita sebagai istrinya,
apa nanti jadinya. Tahan ego, tahan
segala macam kepenatan, tahan segala macam lelah saat belahan jiwa kita berada
dalam kondisi ego state orang tua.
Berikan ketaatan, berikan penghormatan. Berikan rasa ta’zim
sepenuhnya. Berikan pujian yang ia
perlukan. Konon katanya, jika ada lelaki
yang selalu membanggakan dirinya diahadapan teman-temannya, itu karena sang
istri kurang memberikan pujian padanya.
Berikan pujian yang tulus, yang spesifik, bukan pujian gombal yang tak
terarah. Walau bagaimanapun, lelaki
mempunyai sisi kepekaan yang lembut dalam hatinya,
dibalik keperkasaannya. Berikan semua
yang ia perlukan. Taat & tak ada pilihan lain. Hanya ta’at dalam taqwa dan cinta. Ingat, suami berhak sepenuhnya atas
istrinya. Bahkan jika seorang mahluk
diperbolehkan sujud pada mahluk, Allah akan memerintahkan istri untuk sujud
pada suaminya. Bahkan pada ibu sebagai
pemilik surga pun, seorang anak tidak dipermisalkan untuk diperintahkan
bersujud.
Terakhir, ego state Anak : menggunakan
perasaan atau emosi dalam berkomunikasi, spontan, dan berorientasi pada dirinya
sendiri, kadang disertai oleh penolakan dan rasa tidak suka. Ego state ini akan
muncul jika harga dirinya tersinggung, atau jika ada permasalahan yang tidak
mampu untuk ia ungkapkan. Nah, saat seperti ini, seorang istri harus
siap menggantikan posisi ibunya dimasa kanak-kanak. Pelajari dari ibunya bagaimana sang ibu
memperlakukan dia semasa kecil. Itulah
pentingnya hubungan harmonis antara menantu dan mertua. Untuk mempertahankan cinta.
Ketika suami sebagai belahan jiwa
berada dalam ego state ini, lupakan kepemimpinannya, lupakan bahwa dia adalah
manusia dewasa yang bisa menolong dirinya sendiri. Lupakan bahwa dia lelaki perkasa. Lupakan bahwa bahu lebarnya adalah tempat kita
bersandar dan berlindung. Lihatlah dia
sebagai seorang anak yang merindukan ibunya.
Merindukan saat-saat bermanja.
Merindukan pelukan lembut penuh kehangatan. Menginginkan perhatian hanya tertuju padanya saja. Bahkan saat anak rewelpun, perhatikan suami
kita dulu jika dalam kondisi seperti ini.
Kenapa? Karena sifat kanak-kanak
dalam tubuh manusia dewasa, lebih berbahaya daripada sifat kanak-kanak pada
tubuh yang sebenarnya. Hatinya yang
terluka sedang berada dalam kondisi terapuhnya.
Jangan tinggalkan dan jangan pernah tinggalkan. Dampingi.
Kuatkan dengan pelukan. Sayangi
dengan motivasi. bangkitkan dengan
pujian yang dia perlukan. Berikan
kehangatan indahnya ibadah percintaan.
Setelah semuanya reda. Setelah ia merasa nyaman kembali. Perlahan tapi pasti, belahan jiwa kita akan
kembali pada kondisi ideal yaitu kondisi dewasa.
Jadi jangan kaget ya, jika suami
tercinta tiba-tiba terlihat lebih manja dari anak-anak kita bahkan yang masih
balita.
Wah menarik. Makasih infonya. Jadi bisa belajar untuk siap-siap menjadi istri dan ibu yang penuh perhatian nantinya :)
BalasHapusHihihiii....iya Mbaa... sepakaat, Bapaknya anak-anak bisa tiba-tiba menjadi anak kecil di waktu-waktu tertentu 🤭🤭
BalasHapusOalaaj itu alasan paksu suka mendadak manjaaa nanget. Makasih banyak infonya. Jadinya aku macam ngurus 4 bocah. 3 bocah beneran, 1 bocah gede hahah
BalasHapusWah bagus banget bacaan ini buat para istri. Sungguh suatu sentilan 😅 walau waktu suami sakit pastinya gak tega. Sungguh ketika suami sakit, ya itu kembali jadi ujian untuk istri.
BalasHapusItu sebabnya banyak yang mengistilahkan suami itu sebagai bayi gede, hahaha ...
BalasHapusBisa dikatakan bahwa setiap orang punya sisi lain dari dirinya yang butuh dimanjakan gitu, ya. Seorang istri mungkin lelah, tapi ya anggap saja itu adalah bagian dari ibadah.
Menarik mba informasinya, mencerahkan kenapa suami kadang bisa jadi kayak bocah dirumah padahal biasanya di kantor/luar rumah lagaknya stay cool. Haha..
BalasHapusMenarik mba informasinya, jadi paham kenapa suami kalo dirumah kadang kayak bocah kelakuan'y padahal diluar rumah gaya'y stay cool. Hehe.. Trims..
BalasHapusMbak, tema tulisannya bagus sekali. Makasih ya insightnya. Jadi istri itu harus bisa punya banyak peran untuk suami yaaa. Ya sebagai istri dan ibu sekaligus.
BalasHapushihi bener bangeet ini, suami kalo lagi gak enak badan atau abis olahraga minta pijet. manjanya keluar. tapi saya juga sih, hahaha. suka manja sama suami malah sering dikatain bocah, hihi.
BalasHapusSetuju sekali Mbak dengan tulisannya. Saya juga sedang berusaha untuk bisa menempatkan diri pada situasi yang Mbak Rani sebut di atas. Terima kasih sharingnya Mbak.
BalasHapusnamanya lg sakit pasti pengen d manja. sy sj yg sdh kepala 3 msh manja klu lgvsakit ��
BalasHapusmmg klu lg sakit pengen d manjahhh
BalasHapusGitu ya suami. Apalagi kalau makin tambah usia Mbak. Ini anak-anak udah engga di rumah, jadi cuma kami berdua. Yawda...suami jadi anak satu-satunya deh. Haha...
BalasHapusMbak tulisannya bagus sekali, mksh infonya, semoga bisa menjadi ibu dan istri yang baik
BalasHapus