Sabtu, 26 Februari 2022

Cinta Seindah Sakura Part 14


(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad)


Part 14


Perjalanan sejauh tujuh ratus meter ditempuh dengan jalan kaki.  Cukup jauh. Namun bagi Andiny semua tak terasa melelahkan.  Bukan hanya karena kebersamaan diantara keterasingan. Tapi karena Andiny sangat menikmati pemandangan di sekelilingnya.

Tata kota yang tertata rapi. Paduan antara arsitektur rumah modern dan klasik.  Pepohonan yang mulai menghijau.  Bunga-bunga yang mulai bersemi. Udara dingin serasa di pegunungan. Semuanya membuat Andiny begitu takjub.


Wohnung, begitu orang Jerman menyebutnya.  Terjemahan dari kata apartemen.  Apartemen yang tidak tinggi seperti apartemen di Jakarta dan sekitarnya yang menjulang.  Apartemen yang ditempati Hamid beserta istri dan anaknya hanya lima tingkat.

Rumah Hamid ada di lantai dua. Ada lift kecil yang membawa mereka naik.  Namun karena kecil. Hamid dan teman-teman gantian naik ke lantai dua


Begitu keluar lift,  ada empat pintu tertutup.  Hamid mengeluarkan kunci dari tas ranselnya. Pintu dengan nomor B-2 dibuka Hamid.


"Robby adkhilnaa mudkhola sidqiwwa akhrijnaa mukhroja sidqiwwaj'alnaa milladunKa sulthoonannashiiro"

"Robby anjilnaa munjaalammubaaroka wa Anta khoirummunjiliin"

"A'udzubillaahi bikalimaatittaamatin min syarri maa kholaq"

Andiny melangkahkan kaki masuk dengan aneka do'a yang ia tahu.

Keselamatan dan keberkahan dari Allah itu yang ia harapkan.

Keberkahan untuk dirinya, suaminya dan anaknya.


Keberkahan adalah bertambah banyaknya kebaikan. Keberkahan itu ibarat daun bunga dan buah yang terus menerus muncul dari satu pohon yang ditanam. Daun, bunga dan buah yang akan terus tanpa mengenal musim. 

Daun yang meneduhkan. Buah yang lezat mengenyangkan, bunga yang wangi dan indah menghiasi hari. Adakah yang lebih baik dari itu?


Itulah mengapa do'a keberkahan begitu istimewa. Ringan di lidah namun luas dan luar biasa dalam makna. Maka beruntunglah seorang muslim.  Dalam jumpa, do'a rahmat dan keberkahan itu ada. Dan beruntunglah dia, karena dengan niatnya mendoakan, malaikat akan mendoakan yang serupa.

Dan itulah mengapa, kata keberkahan adalah kata pertama dalam do'a untuk sepasang insan yang baru saja terikat dalam pernikahan.

Karena keberkahan berarti kebahagiaan.


Kebahagiaan pula yang kini Andiny rasakan dalam hidup baru di rumah baru di negri yang jauh dari tanah kelahirannya.


Rumah yang berbeda dengan rumah yang ada di negrinya.

Begitu masuk, Andiny melihat sebuah lorong sekitar satu setengah meter, atau lebih kecil.

Di sebelah kanan, ada ruangan kecil. Ada beberapa gantungan. Gantungan yang diempel, juga gantungan besi yang berdiri.

Ada rak sepatu tertutup di bagian dinding terluarnya.


Di sebelah kiri ada pintu. Pintu dari ruangan dapur. Sangat berbeda dengan dapur di rumah Andiny maupun Hamid yang terbuka.  Dapur rumah baru ini lebih mirip kamar yang disulap menjadi dapur, lengkap dengan kitchen set sederhana, kompor, dan satu set meja makan.


Andiny melangkah masuk.  Di sebelah dapur ada dua pintu. Pintu kamar tidur.  Di sebrang pintu pertama, ada pintu juga. Pintu ruang keluarga yang berfungsi sebagai ruang tamu.  Ruangan yang paling luas.  Di sebelah ruang tamu, ada pintu paling ujung. Pintu kamar mandi dan toilet.


Andiny hanya mengikuti apa yang dilakukan Hamid. Ketika Hamid berhenti, Andiny mengamati. Ketika Hamid berjalan, ia mengikuti.

Hingga akhirnya Hamid membuka pintu ruang tamu.  

Ruangan yang luas.


Ada satu set sofa berwarna turkis. Lengkap dengan meja kaca.  Ada rak buku di salah satu dindingnya. Tidak terlalu besar. Tapi padat dengan aneka buku. 

Ada televisi di dinding dekat lemari buku di bawah televisi ada bufet sederhana.


Hamid nampak mengambil sesuatu dari laci bufet. Sebuah kemoceng.  Andiny sigap mendekati

"Sini Mas, biar Andin yang ngerjain"

"Umma ga cape?"

Andiny menggeleng.

Cekatan Andiny menyapu sofa yang terlihat bersih.

Andiny faham tujuan Hamid, bukan hanya membersihkan dari debu yang sebenarnya tidak ada. Tapi mengusir sesuatu yang tidak terlihat


Ada kebahagiaan di hati Hamid melihat binar di mata istrinya.  Di mata wanita yang dicintainya sejak lama.


Layla, Alma, Zuhdan, Faris, dan Daniel  masuk membawakan koper milik Hamid & Andiny.

"Eko mana?" Hamid bertanya.

"Ke Edeka dulu mas" Layla menjawab.


Semua duduk di sofa.

Kecuali Daniel, ia berjalan menuju Utsman.

"Utsman, sini, kenalan sama Om, ini Om Daniel" 

Utsman menatap ragu.

"Ayo". Daniel membuka tangannya mengajak Utsman ke peluknya.

Hamid menuntun Utsman mendekati Daniel.

"Ini Om Danie, ayo salim"

Akhirnya Utsman mau salim dan menyambut pelukan Daniel.

Daniel membawa Utsman menuju sofa. Mereka bercengkrama. Bahagia.


Andiny membuka sebuah koper.

Ia mengeluarkan sesuatu.

Lapis legit dan sale pisang. Lalu mendekat ke sofa

"Ayo dicicipin dulu, tapi minumnya belum ada nih"

"Mas Eko lagi beli minum Mba" Layla membalas

"Wah jadi ngerepotin"

"Ngga"


Ting-tong.

Terdengar suara bel berbunyi.

Hamid berjalan kearah pintu.

"Siapa?" Hamid bertanya lewat mikrofon di dekat bel.

"Eko, Mas"

Hamid memencet tombol dekat mikrofon.

Tak lama setelah itu pintu diketuk.

Hamid membuka.

Eko datang membawa enam botol minuman air mineral berukuran satu setengah liter.

"Waah, dannke, jadi merepotkan, saya ganti ya"

"Nanti gantinya bawa ke pengajian aja Mas" Eko menjawab

Hamid tersenyum.


Hamid ke dapur,

Andiny menemani tamunya. Teman-teman yang penolong di negri asing yang baru ia singgahi.


Teman selalu memberikan warna dalam kehidupan.

Warna kehangatan, dalam kebersamaan.

Warna bahagia menepis sepi dalam kesendirian.

Warna warni seperti pelangi.

Ya, teman adalah pelangi dalam hidup kita.

Teman adalah mentari yang mampu mengurai bening air mata dan melukis gembira di langit, agar kita bisa tengadah melihat indahnya harapan.


Kue lapis legit dan sale pisang ternyata begitu spesial. 

Semua menikmati seolah menikmati makanan lezat yang langka.

Hamid datang membawa rice cooker.

"Nasi liwetnya sudah matang" 

"Waaah kita makan spesial nih hari ini" Alma menyahut gembira. "Mba Andiny benar-benar beruntung punya suami pintar masak. Nanti kalau aku punya suami, mau nyari yang pintar masak juga ah kayak Mas Hamid"

Andiny hanya tersenyum.

Senyum yang sulit diterjemahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar