Sabtu, 26 Februari 2022

Cinta Seindah Sakura part 20


(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad )


Part 20.


S Bahn, begitu nama untuk kereta api di sini. Tepatnya bukan kereta api, tapi kereta listrik. Hanya saja dalam benak masyarakat kita tetep namanya kereta api. Entah sejak kapan nama itu diwariskan.


Statiun kota cukup lengang. Hanya ada beberapa yang duduk menunggu kereta lewat. Semuanya berusia tua.

"Pertumbuhan penduduk di sini memang seperti segitiga terbalik. Orang tua lebih banyak dari pemuda dan anak-anak, angka kelahiran" begitu Hamid menjelaskan.


Sama seperti di luar. Di dalam kereta pun nampak masih lengan. Banyak tempat duduk kosong. 

Namun kekosongan itu perlahan berganti.  Di setiap stasiun berikutnya beberapa penumpang naik dan terus naik.

Nyaman. Itu yang Andiny rasakan. Beda sekali dengan comuter line yang biasanya selalu penuh sesak bahkan dari awal stasiun pemberangkatan.


Seorang wanita tua berambut perak mendekat. Ia tersenyum ramah pada Andiny. Andiny membalas dengan senyuman.

Wanita itu duduk di depan Andiny. Ia menatap Utsman yang tengah dipangku Hamid

"Deine kinder?" ia bertanya

"Ja" Hamid menjawab pendek

"Schoen vi die mutter, gleich"

Andiny tersenyum. Ia faham tapi tidak bisa menjawab.

"Sprechen sie Deutsch?"

"Nien" Andiny menggeleng.

"So, you speak English?" wanita tua itu bertanya lagi.

Andiny mengangguk

"Your son really looks like you"

Andiny tersenyum.


Utsman memandang ke arah wanita tua itu. Sepertinya ia menyadari kalau sedang dibicarakan.

"Hallo" wanita tua itu melambaikan tangan pada Utsman.

"Hallo" Utsman mengikuti apa yang ia lihat.

"Your papa is the best papa in the world, right?"

Hamid tersenyum. Utsman menatap Hamid seolah ia ingin mendapat penjelasan.


"Kita turun " Hamid mengingatkan 

Andiny reflek berdiri. Ia tersenyum & menganggukan kepala pada wanita tua berambut perak. 

"Bye" wanita itu melambaikan tangan pada Utsman.

"Babay" Utsman mengikuti.


Stasiun di bawah tanah ini terasa dingin dan sepi.  Dingin dan sepi yang tak terusir oleh terangnya cahaya lampu. 

"Sepi amet ya Kak"

"Karena bukan week end atau waktu kerja" 


Bertiga mereka berjalan menuju lift. Lift yang membawa mereka muncul di sebuah trotoar di jalan yang terlihat sepi. Andiny sama sekali tak menyangka kalau mereka akan muncul langsung di tempat umum yang terlihat seperti tempat wisata. Di negrinya, menuju stasiun adalah sebuah perjuangan. Ada jalan yang panjang yang harus ditempuh jika ingin menuju pusat kota atau tempat-tempat wisata.

Tidak bisa dibandingkan memang. Muenchen dikenal sebagai kota dengan system transportasi terbaik sedunia.

Setiap tempat tempat penting dan tempat wisata selalu terhubung dekat dan mudah dengan sarana transportasi umum. 


Muenchen, kota tua yang cantik. Bangunan-bangunan tua tampak menjulang. Tua namun kokoh terawat. Andiny terkagum-kagum.

"Umm mau berfoto di.sini?" Hamid menawarkan.

"Ngga ah nanti.aja"


Hamid mengajak mereka masuk ke sebuah bangunan tua.

Galeria. Itu nama yang terpampang.di luar bangunan tua itu.

Sama sekali tak menduga, bangunan yang terbungkus arsitektur tua di luar, di dalamnya tersedia fasilitas mewah dan modern.


 Andiny melihat aneka barang mewah di dalamnya. 

Baju-baju bermerek yang biasa hanya dilihat di iklan-iklan terpampang di depan mata.

Tidak hanya itu. Tas-tas super deluxe yang jika dirupiahkan  harganya mulai 8 sampai 9 digit, tersimpan cantik di etalase.

Hm, ternyata ada juga ya yang rela membelanjakan rupiah senilai 9 digit hanya untuk sebuah tas. Dunia memang menggiurkan nan menggoda.

"Kakak mau nyari apa?" Andiny bertanya.

"Mau ngajak dik Andin milih baju. Baju musim sebelumnya biasanya harganya turun"

"Makasih Kak, tapi kayaknya ngga"

Hamid terdiam.

"Kalau gitu kita cari kinderwagen aja"

"Di.sini?, ga ada tempat yang lebih murah?"

"Ada, tapi kita lihat dulu ya"

Andiny mengangguk.


Siapa wanita yang tak.suka belanja? Sepertinya hampir tidak ada. Namun Andiny masih belum familiar dengan harga yang ada.


Bertiga mereka menuju counter anak. Semua pernak pernik untuk anak memang selalu menarik. Angka angka yang tertera memang hanya satu atau dua digit saja. Namun otak Andiny tetap bekerja mengkonversi ke rupiah.


Hamid mengajak ke sebuah sudut. Ada beberapa model kinderwagen.

Andiny ragu.

"Kak, apa nanti harganya ga terlalu mahal?"

"Biasanya model lama suka ada diskon"

Andiny diam.


Akhirnya mereka bertiga keluar. Semula Utsman selalu dipangku Hamid atau dituntun. Kini duduk manis diatas stroller.

Namun.sesekali Utsman masih minta dipangku Hamid.

Andiny faham. Ada kehangatan dalam pelukan, dalam pangkuan Hamid yang penuh kasih sayanh. Itu membuat nyaman.


"Kita jadi ke toko Turkey?" Andiny antusias bertanya.

Pulangnya aja ya. Kita jalan-jalan dulu.

"Ke mana?"

"Olympia park"


"Apa itu?" Andiny penasaran

"Sebenarnya Olympia park adalah taman nasional untuk acara-acara budaya. Dulu pertama kali dibangun untuk olimpiade musim panas. Di sana ada danaunya, nanti kita bisa naik semacam perahu kecil atau bebek goes"


"Di sana ada tamannya juga. Luas sekali malah, dan sekarang lagi musim semi"

Hamid antusias menjelaskan.

Mereka kembali menuju lift. Menempuh sisa perjalanan dengan U bahn, kereta bawah tanah. Hingga tiba di halte Olympia zentrum mereka turun. Lalu berjalan menuju lokasi. Belum jauh mereka masuk ke dalam taman, Andiny terpesona melihat pemandangan dari kejauhan.

"Kak, itu sakura?" Andiny bertanya tak percaya. Binar matanya terang memancarkan takjub bahagia

"Iya itu sakura" Hamid menegaskan.

"Maa syaa Allah, ternyata di Eropa ada sakura juga?" Andiny masih tak percaya.

"Iya, sakura kan tanaman di negri empat musim" Hamid menjelaskan.


Rasa bahagia menjelma energi dalam diri Andiny. Rasanya ia ingin berlari. Tapi ia menahan diri. Ini bukan masanya.

Rasanya ia ingin sekali duduk di sana, di bawah bangku di taman sakura yang rindang.

Rindang kini bukan dedaunan, tapi bunga bermekaran.

Rindang kini bukan balutan hijau yang menemani, tapi cantiknya paduan pink dan putih cantik mewangi.


Alam telah Allah bentangkan dalam keindahan. Semesta cinta telah Allah tebarkan dalam kehidupan.

Sketsa taqdir telah Allah tuliskan dalam ilmuNya yang penuh kesempurnaan.

Semua hanya karena Allah ingin manusia mereguk nikmat kebahagiaan.

Semua hanya karena Allah ingin tunjukkan bahwa Allah mencintai hambanya.

Tangis pasti ada, tapi Allah pasti berikan tawa.

Nestapa pasti ada, tapi Allah pasti berikan sejahtera.

Duka pasti ada, tapi Allah pasti berikan bahagia.

Luka pasti ada, tapi Allah pasti berikan obatnya.

Hanya saja, kadang hamba menjadikan kesedihan, luka, duka dan derita menjadi ilah-ilah kecil dalam kehidupannya.


Lihatlah, Allah berikan dunia dan semesta untuk menunjukkan betapa Dia memuliakan manusia dan mencintai hambaNya.

Namun ironi itu ada, ketika sang hamba malah mencintai dunia dan semesta, bukan mencintai Sang Maha Pemberi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar