Sabtu, 26 Februari 2022

Cinta Seindah Sakura Part 21


Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad.


Part 21.


Sakura Bumi Eropa


Ada keindahan tersimpan dalam hadirmu.

Ketika putih suci berbaur cinta merah muda.

Hingga dedaunan pun pergi, merasa tak pantas hadir menemani.

Atas indahnya pesona yang tercipta.


Ada pancaran bahagia teduh mempesona.

Seperti teduh dari rimbunnya bungamu.

Kau yang hadir setelah dingin menusuk.

Dan sejak hadirmu, hanya ada musim semi di hatiku, di hidupku, 

Seolah panas, enggan menyapa karena hadirmu.

Seolah Hujan yang sering bertandang menemani daun beguguran, menahan derasnya demi mekarmu.

Dan dingin pun yang memutihkan semua dalam beku, seolah tak ingin mengganggu.

Dirimu sakuraku.


Dua keindahan terpatri padamu.

Ketika hadirmu ada di sini

Dibenua Eropa dengan segala indah,

Dengan segala teduh.

Tempat yang padanya tersemat kata pesona untuk mereka yang mematri cinta.

Sempurna dengan cantik megah hadirmu, sakura.


Dan kau adalah sakuraku.

Di sini.

Di bumi Eropa.


*


Hamid melihat binar mata indah yang semakin indah di wajah Andiny.

Ia tak henti memuji Robb-nya.

Atas cinta yang telah menyempurnakan hidupnya.

Bidadari yang telah lama ditunggu, kini menghangatkan hidupnya dengan binar binar cahaya yang gemerlap.


Tak henti juga Hamid beristighfar. Ia takut amanah ini melenakannya. Dalam indah bahana cinta. Yang telah terpendam dalam deru rindu, Hamid sadar, ada amanah berat dipundaknya.

Ia harus menuntun bidadarinya menuju tempat sejatinya. Menuju surga.

Dan perjalanan itu tak mudah, ada banyak ujian, ada banyak rintangan, ada banyak jebakan yang mengintainya.

Ah, bahkan kebahagian ini juga ujian. Apakah ia bersyukur atau kufur.


Betapa banyak orang yang terlena dengan harta. Betapa banyak orang yang terbuai dengan waktu. Berapa banyak orang menikmati semua tanpa sadar bahwa semua akan diminta pertanggungjawaban.

Lalu kemudian menangis tersedu, tersesak, saat Allah memintanya mendekat, mengingatkannya dengan menjauhkan darinya semua yang telah membuatnya terlena dan menjauh dari Robb-nya?.


Antara tasbih dan istighfar. Antara bersyukur dan memohon ampun. Antara bahagia dan bahagia yang kini tengah menyapa. Dalam kenikmatan, Hamid bersyukur. Dalam cinta, Hamid selalu memuja Robb-nya.

Maka nikmat dari Tuhan-mu manakah yang kamu dustakan?


Andiny tak bosan mengambil gambar. Memotret. Menyimpan keindahan dalam gadget. Membekukan waktu saat itu.

Namun sejatinya ia tengah menyimpan semesta anugrah bahagia dalam hatinya dalam hidupnya.


Hamid membiarkan bidadarinya menikmati keindahan alam yang Allah bentangkan.

Ia ingin Andiny bahagia. Itu saja.

Setelah panjang penderitaan yang menyapanya sepanjang jalan kehidupan, Hamid ingin memegang tangannya, membersamai Andiny dalam syukur dan bahagia.


"Umma aku laper" Utsman mengingatkan.

"Sini Utsman, Abuya udah siapin roti" Hamid menatap Utsman penuh kasih sayang.

"Aku ga mau roti" Utsman menggeleng.

"Ayo kita cari makan" Hamid mengajak.

"Umma, masih ingin foto-foto?" nanti hari Ahad kita ke sini lagi ya, sekarang kita ke toko Turkey dulu.

Andiny tak membantah. Selalu tak punya alasan untuk membantah. Hamid, telah memberikan semuanya. Cinta, perlindungan, hati, harta, juga tuntunan agama.


"Jauh ga kak dari sini?" Andiny bertanya.

"Kita kembali ke arah yang tadi, ga jauh"


Mereka berjalan, menikmati indah alam, menikmati indahnya hari, menikmati indahnya cinta, menikmati indahnya karunia Sang Maha Pencinta.


**


Diantara deretan pintu-pintu kaca dalam bangunan tua kokoh itu, ada satu pintu bertuliskan lafadz "halal".

Andiny melihatnya dengan jelas.

"Kita makan di sini" ajak Hamid.

Andiny mengikuti.


Tak jauh dari pintu.di sebelah kanan terdapat etalase kaca.

Terlihat jelas aneka menu makanan terpajang cantik memancarkan kelezatan.

"Umma mau apa?"

"Apa ya?, dipilihin abuya aja, soalnya umma kan belum pernah makan di sini"


Hamid memesan dalam bahasa Jerman. Andiny mengajak Utsman memilih tempat duduk.

Hamid menghampiri.

"Abuya sering ke sini?" Andiny bertanya.

"Sesekali aja"

"Kelihatannya ini masakan China Muslim ya?"

"Iya, ini rumah makan milik muslim Uighur yang sudah lama tinggal di sini"

"Masakannya beda ya sama Chinese food di Indonesia"

"Iya, di sini seperti paduan antara masakan Turkey dan masakan China" Hamid menjelaskan.


Seorang pelayan berambut pirang datang, membawa makanan yang dipesan.

Ada nasi dan ayam crispy, menu khas untuk anak-anak. Menu untuk Utsman.

Ada sepiring besar mie goreng yang dimasak dengan daging sapi kecap dengan beberapa potongan cabe hijau dan tomat plus taburan seledri.

Ada semangkuk mie yang sama, hanya saja berkuah.

"Umma mau yang kuah atau yang goreng?" Hamid menawarkan pilihan.

"Yang goreng aja"

Mereka menikmati.


"Ini menu apa namanya?" Andiny bertanya.

"Ini laghman" Hamid menjawab.

"Mie-nya tebal, enak dan khas" Andiny menjabarkan.

Hamid tersenyum. Ada bahagia tak terkira melihat sinar bahagia di diri bidadarinya.


Hidangan ditutup dengan sajian teh panas.

"Teh-nya enak" Andiny menikmati.

"Di sini nanti umma bisa menikmati aneka macam teh, tidak hanya daun teh dengan melati"

"Oh ya?" 

Hamid menjawab dengan senyum.


Usai menikmati makan siang. Hamid mengajak Andiny dan Utsman keluar.

"Kita naik kereta lagi?"

"Ngga, kita jalan aja"

"Utsman di stroller aja ya?" Hamid meminta. Utsman mengangguk.


Andiny menikmati pemandangan di sekitarnya.

Bangunan-bangunan tua yang kokoh dan megah di luar, namun di dalamnya tertata sarana-sarana modern yang menyajikan apa yang dicarinya.


Hamid mengajak Andiny masuk ke sebuah pintu.

"Di sini halal semua kan Kak?" Andiny berbisik meyakinkan.

"In syaa Allah, ini tokonya orang Turkey, banyak orang Turkey tinggal di kota ini"

Andiny mengangguk.


Sama seperti semua toko. Di toko ini banyak etalase terpajang. Termasuk etalase aneka daging di sudut sana.

Ada daging kalkun, daging ayam, daging sapi dan daging kambing. Ada juga etalase sosis dan aneka olahah daging tersendiri. Semua tertata rapi dalam etalasenya masing-masing.


Seorang penjaga toko menyapa. Hamid menjawab dalam bahasa Jerman. Andiny belum faham. Hanya mengamati.

Di ujung sana ada kasir. Seorang wanita cantik duduk di sebelahnya. Andiny terpesona dengan kecantikannya. Wajah yang putih kemerahan. Mata warna kaaramel yang indah,. Alis yang tebal. Hidung yang mancung dan bibir tebal yang proporsional. Benar kata orang, wanita Turkey,cantiknya nyaris sempurna.

Wanita itu cermat menghitung semuanya.


Andiny dan Hamid menuju pintu keluar.

"Assalamualaikum" seorang wanita muda menyapa.

"Wa'alaikum salam" Andiny dan Hamid serempak menjawab.

"Mba Kanaya, belanja juga mba?" Hamid bertanya.

Wanita bernama Kanaya itu menjawab dengan senyum.

"Ini Andiny, istri saya" Hamid mengenalkan.

Andiny tersenyum menatap Kanaya. Ia menjulurkan tangannya mengajak bersalaman.

"Andiny" begitu Andiny mengenalkan diri. Mereka bersalaman.


Andiny terpaku sejenak saat tangannya menyentuh tangan Kanaya. Dingin. Itu yang Andiny rasa.

Andiny reflek menatap wajah Kanaya lekat.

Bibir Kanaya masih melukis senyum. Namun Andiny menangkap kesedihan mendalam di mata Kanaya.

Mata tak pernah berdusta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar