Sabtu, 26 Februari 2022

Sakura Bumi Eropa part 18


(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad


Part 18.


"Ayo Mba Andiny & Mas Hamid masuk" Alma mempersilahkan.

Andiny masuk, meski hatinya penuh tanya.

Sama seperti di rumahnya. Kali ini pun Andiny berjalan melewati ruangan yang mirip sebuah lorong sebelum mendapati ruang tamu.

Sebuah ruang tamu yang bersih, rapi. Dengan sofa yang unik, dan dua buah lemari hias yang unik.


"Mau minum apa? Saft, tea, atau air mineral?" Alma menawarkan.

"Apa aja Mba, tidak usah merepotkan" Andiny menjawab.


Seorang bapak yang tampak berwibawa masuk menyapa.

"Mas Hamid, apa kabar? Kapan datang dari tanah air?"

Hamid berdiri menyambut.  Mereka berdua bersalaman, berpelukan, sama seperti layaknya brother yang lama tidak bersua.

"Alhamdulillah baik, Pak kami baru tiba tiga hari yang lalu" Hamid menjawab.

"Baarokalloohu lakumaa wa baaroka 'alaikuma, wa jama'a bainakuma fii khoir" pak Bagus mengucap do'a.

"Aamiin" 

Andiny ikut mengaminkan do'a. Meski hatinya merasa bimbang. Karena akad nikah sudah dilakukan hampir 3 bulan lalu.

Namun do'a keberkahan pernikahan seperti bunga-bunga yang ditaburkan di taman hati.  Memberikan indah bahagia tak terperi.


"Eh, pengantin baru udah kembali ke Aubing ya"

Seorang wanita setengah baya.  Datang membawakan nampan berisi minuman.  Berdua bersama Alma, yang datang membawa nampan berisi kue-kue kecil.


"Sudah dua hari Bu" Hamid menjawab

Setelah menyimpan nampan. Wanita yang masih terlihat cantik itu menyalami Andiny.

"Siapa namanya Mba?"

"Andiny, Bu"

"Ini si kecil ganteng, namanya siapa?"

Utsman menatap wanita itu ragu.

"Utsman"

"Utsman udah sekolah belum?"

"Belum" Utsman menggeleng.


"Alma, ambilin lego buat Utsman"

Alma menurut.

Tak lama membawa sebuah kontainer mini berisi lego.

"Main yuk" ajak Alma.

Utsman menurut.


"Oh iya Bu, ini ada oleh-oleh dari tanah air, sale pisang, terasi, ikan asin dan kencur" Andiny memberikan bingkisan

"Waaah, makasih banyak.  Barang langka nih" bu Bagus nampak senang menerima.


"Gimana perjalanan kemarin?"

"Alhamdulillah lancar Bu" Andiny menjawab.

"Masih jetleg ya?"

"Iya, begitulah, masih menyesuaikan"

Obrolan hangat nampak mewarnai pertemuan. Diselingi tawa canda ringan.


"Ayo, kita kita makan" ajak Bu Bagus. "Alma, Utsman, ayo"

Mereka menuju ruang makan.

Hidangan eropa tersedia. Ada juga masakan khas Indonesia, sayur krecek, gudeg, lengkap dengan opor.

"Ibu dari Jogja?" Andiny bertanya.

"Iya"

"Oh iya, Alma waktu jemput cerita kalau ibu adalah salah satu jamaah Ustadzah Dewi" Andiny teringat.

Bu Bagus tersenyum.

"Iya, ibu jamaahnya Ustadzah Dewi, bapak juga kalau ke Jogja suka bertemu & berdiskusi dengan Ustadz Mukhlis.  Tapi sekarang Ustadz Mukhlis fokus di Bogor ya, di rumah tahfidz Hamid"


Andiny sejenak tercenung. 


"Mudah-mudahan cabang yang di Bogor bisa berkembang pesat sama seperti di Jogja.  Hamid beruntung punya adik ipar seperti Ustadz Mukhlis"


Andiny hanya tersenyum. Sama sekali tak menyangka kalau Bu Bagus tahu semua. Sama sekali tak menduga kalau respon yang diberikan tentang Ustadz Mukhlis berbeda dengan anaknya, Alma.


Setelah sholat maghrib di rumah Pak Bagus. Hamid, Andiny dan Utsman pamit.

"Ini untuk Utsman" Alma memberikan sebuah bungkusan besar.

"Wah, jadi merepotkan. Terima kasih banyak" Andiny menerima.

"Ini ada lego koleksi adiknya Alma dulu, sekarang sudah ga di.pakai lagi. Sama ada permen dan cemilan untuk Utsman"

"Jazakumulloohu khoir"  Hamid berterima kasih dengan do'a.


Sama seperti saat berangkat. Kali ini mereka naik bis yang sama.

Utsman nampak mengantuk. Hamid menggendong di pundak.


Seorang wanita berambut pirang menyapa ramah dalam bahasa Jerman. Hamid menjawab. Mereka terlihat membicarakan Utsman.

"Diene kinder?"

"Ja"

Andiny hanya bisa menjawab dengan senyum.

Tidak terlalu faham akan apa yang dibicarakan.


Dua halte telah dilalui.

Andiny turun bersama Utsman.

Berjalan menuju rumah.

"Wanita pirang tadi nanya apa Kak?"

"Itu ... Kenapa anaknya ga pake stroller kalau di sini namanya kinderwagen"

"Oooh"

"Kak, kenapa Alma dan ibunya ga pake jilbab dan kerudung?" Andiny lanjut bertanya, melampiaskan rasa penasaran.

"Kalau di sini biasa.  Tidak semua muslimah Indonesia berjilbab dan berkerudung, tantangannya berat. Sebagian hanya menutup aurat saat ke pengajian atau event-event tertentu.  Hanya yang siap dengan segala macam resiko yang bisa istiqomah menutup aurat"


"Emang tantangannya apa?"

"Banyak, lingkungan pergaulan, sistem rekruitmen kerja, belum semua siap menerima, belum lagi pandangan orang yang cenderung negatif terhadap Islam"

"Hmm" Andiny mencoba memahami.


"Bukannya di sini banyak orang Turkey" Andiny belum faham, belum puas.

"Orang Turkey yang pertama kali datang ke sini adalah orang Turkey yang bekerja untuk membangun kerusakan setelah perang dunia kedua. Karena itu orang sini kadang memandang rendah. Walaupun sebenarnya banyak orang Turkey yang sudah memberikan kontribusi di bidang pendidikan maupun pemerintahan, tapi kebanyakan masih memandang sebelah mata, walaupun tidak semua. Sementara Turkey identik dengan Islam"

"Oh begitu"

"Tapi pandangan mereka terhadap muslim dari Arab malah berbeda" Hamid menambahkan.

"Koq bisa?"

"Muslim Arab biasanya datang ke sini di akhir summer, menjelang herb.  Mereka kesini datang untuk belanja. Kalau dirata-ratakan per-orangnya bisa menghabiskan 5000 Euro perhari. Angka yang sangat fantastis. Itulah kenapa mereka sangat menghormati"

"Oh begitu, ... Bener ya, uang bisa menentukan kedudukan"

"Itulah sistem kapitalis" Hamid menegaskan.

"Orang Arab juga banyak yang sengaja berobat ke sini di luar dua musim tadi" lanjut Hamid.


"Assalamualaikum"

Seorang lelaki berambut pirang bermata biru menyapa Hamid.  Di sebelahnya seorang wanita cantik berkulit putih, bermata karamel beralis hitam. Wanita yang menggunakan kerudung segi empat bermotif, khas Turkey.

"Wa'alaikum salam, brother" Hamid menjawab dengan senyum.

Mereka berjalan kembali ke arah yang berlawanan. Hanya berpapasan.


"Siapa itu Kak?"

"Brother Ahmed, orang Jerman yang menikah dengan wanita Turkey, beliau salah satu pengurus masjid Turkey yang kita suka ikut sewa untuk mengadakan pengajian"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar