Jumat, 04 Maret 2022

Cinta Seindah Sakura Part 27


Terdengar bel pintu utama berbunyi.
Andini bergegas ke arah pintu, menekan tombol komunikasi'
"Ja?" hanya itu yang bisa diungkapkan Andiny untuk bertanya.
"Kana, Mba" terdengar suara menjawab.
"Panjang umur" begitu kata yang reflek diucapkan sebagian masyarakat di tatar Sunda ketika mendapati orang yang tengah dipikirkan dan dibicirakan.  Itu pula yang digumamkan Andiny di hati.
"Sama Sonia" terdengar suara wanita lain ikut menjawab.
"Sonia?"  Andiny merasa belum mengenalnya.  Tapi tak ada alasan untuk tidak membukakan pintu.  

Kana terlihat cantik dengan gamis peach.  Dipadu dengan jaket tipis sepanjang lutut.  Juga pasmina yang menutup kepala terlihat sangat serasi.  Dan bagian sisi kanan pasmina yang dibiarkan sedikit menjuntai dibelakang bahu semakin menyempunakan penampilan Kana.  Tidak hanya itu.  Kilau tuspin di pipi kanan dan kiri yang menguatkan pasmina nampak semakin menambah kilau wajahnya.  Namun nanar luka di matanya seolah mencuri semua sempurna cantiknya. 

Sonia.  gadis berwajah ayu dengan kulit sawo matangnya yang eksotis.  Bibirnya tipis.  Senyumnya ramah.  Tahi lalat dibawah bibir seolah ingin menegaskan ramah senyum milik Sonia.  Matanya cenderung sipit. Ketika seyum seolah mata itu terlihat terpejam menikmati bahagia.  Alisnya yang cenderung naik ke arah luar juga jarak antar alisnya yang proporsional seolah bercerita bahwa Sonia adalah gadis cerdas yang berwibawa.  tampaknya Sonia salah satu mahasiswa yang kuliah di Muenchen juga.  Andiny menduga.

"Assalamu'alaikum"  kompak Sonia dan Kana menyapa.
"Wa'laikum salam" Andiny menyambut dengan pelukan tak lupa cipika cipiki.  Hanya saja Andiny masih sedikit kikuk, sebab biasanya pelukan itu hanya dua kali.  tapi di sini tiga kali.  
"Ayo masuk, Zuhdan sudah menunggu" ajak Andiny.

"Zuhdan" tiba-tiba mata sipit itu seolah melebar.  Pancaran bahagia terpancar dari sinarnya.  Apakah bahagia adalah pancaran cahaya mata yang meluaskan garisnya?  entahlah.  Sebab bukan hanya itu.  Pipi sawo matang Sonia nampak merona kemerahan.
"Kalian bertiga ga janjian bareng?" pertanyaan Andiny seolah menyerap kembali semua perubahan di wajah Sonia.
"Tadi kami ketemu di toko Asia, waktu aku bilang mau ke rumah Ustadz Hamid, Sonia ingin ikut, karena ada yang mau dikonsultasikan"  Kana menjawab.  Datar.  Tanpa senyum. 

Zuhdan sejenak terperangah.  Entahlah apakah karena cantiknya Kana atau karena hadirnya Sonia.
Namun detik waktu dalam degup jantungnya seolah mengingatkannya.  Sebuah tarikan nafas yang dalam ia coba tarik perlahan, seolah sengaja disembunyikan.

Mata Kana, selalu membangkitkan naluri Zuhdan untuk melindungi.  Seolah ia ingin mengembalikan kehangatan yang harusnya hadirdalam tatapan.  Seolah ia ingin membalut luka hati yang terpantulkan dari jendala mata wanita di hadapannya.  Namun di situ juga ada Sonia.  Gadis yang setiap pagi ramah menyapa lewat pesan di handphonenya.  Gadis periang yang sangat memperhatikannya.  Gadis yang dua tahun ini paling pertama mengucapkan do'a ketika tiba tanggal lahirnya, juga kemudoian membuatkan kue imut yang nikmat rasanya.  Gadis yang sering memberikan komentar ketika Zuhdan tampil dalam acara apapun.   Zuhdan faham betul kemana Sonia ingin mengarahkan hatinya.  Namun hati bukanlah ranah manusia untuk mengendelakinannya.

Lalu seperti apakah hati?
Apakah ia sebentuk istana bening kaca yang tiba-tiba meluas ketika cahaya bahagia syukur menggema?
Ataukah ia sebentuk penjara tempat dikurungnya orang-orang yang telah meluka meski luka itu atas nama cinta?
Maha Suci Allah yang telah menciptakan hati sedemikan rupa.  Hati yang tak pernah seorangpun dapat membayangkannya.
Maha Suci Allah yang menitipkan rasa di hati manusia.  Rasa yang membuat hidup penuh dinamika.
Maha Suci Allah yang telah menemankan hati dengan akal manusia, yang paduannya adalah pilihan berujung pertanggungjawaban.

Zuhdan mencoba mengukir senyum.
"Kana, Sonia apa kabar?"  senang kalian berdua ada di sini.  Entah mengapa tiba-tiba air ludah itu tiba-tiba ada.  Apakah dari degup jantung yang tak beraturan?  Ataukah dari kenyataan yang tidak disangkakan?  Zuhdan hanya mampu menelan ludah itu.  Tidak ada pilihan.  Namun seolah ludah itu enggan masuk ke tenggorokannya.  Zuhdan mengambil teh yang telah disajikan.  Seolah berusaha memaksa ludah agar segera turun jauh ke sistem pencernaan. Pun Zuhdan seolah ingin agar seteguk teh itu mengusir gundah yang tiba-tiba datang.  Bimbang.

"Baik"  seperti paduan suara antara suara satu dan suara dua, Kana dan Sonia beriringan menjawab.
"Ayo duduk" Hamid mempersilahkan.
Hamid seolah faham akan semua yang terjadi.
"Uma, makan siang sudah disiapkan?" Hamid menatap Andiny
"Oh iya" Andiny seolah faham.
"Para gadis, maaf nih, ada yang mau bantu?"  Andiny menawarkan
"Kalau kata Bu Bagus, Sonia pinter masak loh Uma" Hamid seolah mengarahkan
"Waah, mau ga nih Sonia ngajarin aku masak?"  Andiny menatap Sonia
"Dengan senang hati"  Sonia segera beranjak.
"Gapapa nih baru datang juga?"  Andiny meyakinkan.
Sonia bergegas ke arah Andiny.  Dan dapur adalah tujuan mereka.

Memasak bersama adalah hal yang selalu menyenangkan.
Andiny menunjukan beberapa pilihan bahan untuk diolah.
Sonia memilih pasta.  "Zuhdan suka banget lasagna"  Sonia memberikan alasan.
"Oke, aku siapkan juga yang lainnya ya"  Andiny menambahkan.
"Kana ga diajak?"  Sonia bertanya
"Ga usah, dapur ini bakal terlalu penuh kalau masak bertiga" Andiny memberikan alasan.
Sonia tak menjatukan pertanyaan.  Ia mulai fokus.

Fokus pada semua bahan.  Andiny mengamati.
Maa syaa Allah, Masa Suci Allah yang telah mengilhamkan banyak hal pada manusia untuk menikmati lezatnya sebuah hidangan.
Maha Suci Allah yang telah menggerakkan dunia bahkan hanya untuk sepinggan makanan.
Bukankah Allah telah menggerakan hati petani untuk menyemai bibit, merawat tanaman hingga memanennya?
Bukankah Allah telah menggerakan pedagang besar untuk membeli hasil taninya?
Bukankah Allah telah menggerakkan banyak kendaraan untuk mempertemukan hasil jerih payah petani dengan pembelinya?
Bukankan Allah telah menggerakan hati pembeli untuk memilih apa yang ia sika dari hasil cinta petani pada tanamannya?
Bukankah Allah telah menggerakan hati manusia untuk mengolah aneka bahan menjadi sebuah sajian lezat.
Maa syaa Allah, bukankah ada semesta cinta dunia dalam sepinggan hidangan?
Sayangnya limpahan cinta yang datang tiap hari itu seolah hal biasa yang sering terlupa.

"Sudah selesai?" Andiny bertanya
Sonia menjawab dengan anggukan.  Sejurus kemudian ia mengambil nampan.
"Aku bawakan ya"  inisiatif sonia tak tercegah oleh Andiny yang kalah sigap membawanya.

"Bagaimana Kana?, apakah bisa menerima maksud baik Zuhdan?" terdengar kalimat lembut dari Hamid.  Kalimat itu seolah lampu lalu lintas yang tiba-tiba berubah merah bagi Sonia.
Sonia diam.  Behenti.  Seperti sebuah kendaraan menunggu lampu hijau menyala kembali.
"Aku ingin menikmati hidup, aku tidak tahu sampai kapan Allah memberiku umur karena akhir-akhir ini aku betul-betul merindukan kematian.  Namun sebelum kematian itu datang, aku ingin menikmati hidup.  Jika Kang Zuhdan bisa menemaniku menikmati hidup, aku bersedia menerima"  jawaban dalam helaan nafas itu terdengar jelas oleh Sonia.  Jawaban yang merampas semua energi dalam tubuhnya.  Ingin rasanya ia masuk dan mencegah semua yang ia dapati terjadi.  Tapi tak bisa.  Penasaran membuatnya mematung meski tubuh itu terasa teramat lemah kini.

"Akupun ingin menikmati hidup, menikmati semua karunia, termasuk karunia rasa ini.  Aku akan minta kepada Allah agar rasa ini penuh keberkahan untuk kita berdua"  jawaban Zuhdan kembali membuat energy Sonia berkurang.  Akhirnya ia betbalik arah kedapur.

"Sonia, ada apa?' Andiny bertanya.
"Boleh minta teh panas?" Sonia memelas
Andiny bergegas membuatkan.
"Aku tiba-tiba ingat mama, aku tiba-tiba bisa merasakan apa yangselama ini mama rasakan" Sonia berkata dalam genangan airmata.
Namun sejurus kemudian ia menarik nafas panjang.
"Sonia, ada yang bisa aku bantu?" Andiny bertanya
"Boleh aku memeluk Mba Andiny?  tiba-tiba aku kangen mama"  
Andiny reflek memeluk Sonia. 

***

Jika hidup begitu sempurna dalam keindahan
Lalu untuk apaair mata Allah ciptakan?
Jika semua impian begitu mudah kita dapatkan
lalu apa artinya perjuangan?
Jika setiap cinta manusia selalu terbalaskan
Lalu apa artinya sebuah pengharapan?
Jika hidup tanpa ujian
lalu apa makna tingginya kemuliaan?

Bukan hidup yang tidak indah
Namun langkah yang seringsalah mengarah
Bukan maksud menyakiti Allah berikan kepedihan
Namun manusialah yang tak mampu mengambil pelajaran
Seberat apapu ujian
Tak kan pernah sebanding dengan hikmah yang Allah berikan
jika
ia mau berbaik sangka pada suratan yang telah Allah gariskan.