Senin, 21 Januari 2008

Berkata jorok

Dua tahun berturut-turut, saya mengajar di kelas 4.  Usia mereka antara 9-10 tahun.  Diusia ini mereka semakin ingin menunjukkan jati diri mereka, dan rasa ingin tahu mereka semakin berkembang.  Usia yang sangat tanggung.  Remaja bukan, anak-anak juga tidak lagi.

Anak-anak ini senang dengan sesuatu yang baru, senang dengan berbagai petualangan.

 

Pada tahun pertama, ada gejala baru ditengah mereka.  Mereka senang mengucapkan kata-kata yang berkaitan dengan BAB dan BAK.  Sering saya peringatkan bahwa hal tersebut tidak baik, tidak enak kalau didengar orang lain.  Tapi namanya anak-anak, sering lupa dan harus selalu diingatkan.  Akhirnya saya cukup kewalahan juga.

Maka sayapun mengajak mereka untuk diskusi.  Saya jelaskan maksud dan tujuan saya bahwa semakin hari kita harus semakin baik.  Untuk menjadi semakin baik, kita harus mendisiplinkan diri.  Untuk mendisiplinkan diri, terkadang kita harus menghukum diri kita sendiri.  Saya tawarkan beberapa alternatif hukuman yang akan diterapkan kepada anak-anak yang berkata jorok.  Akhirnya semua sepakat bahwa mereka yang berkata jorok mendapatkan hukuman : harus membersihkan WC.

 

Alhamdulillah, sejak saat itu perkataan yang berkaitan dengan BAK dan BAB jarang terdengar.  Selama beberapa bulan, dari 27 muridku hanya 2 orang yang kena hukuman.

Pernah patner saya ketika menjelaskan sesuatu kepeleset menyebutkan hal yang berkaitan dengan BAB sebagai contoh,.... maka anak-anak pun spontan berteriak “Bapak harus bersihin WC….”

Maka terpaksalah patner saya menjalankan hukuman tersebut, walaupun bukan WC sekolah, tapi WC di rumahnya.  Tapi karena dasar ikatan kami sebagai guru dan murid adalah saling percaya, maka anak-anak tidak merasa keberatan.

 

Saya merasa sukses dengan hukuman tersebut.  Saya catat sebagai bahan masukan tahun depan jika saya mengajar di kelas 4 lagi.

 

Ternyata tahun berikutnya saya dipercaya untuk kembali mengajar di kelas 4 lagi.  Saya melihat, permasalahan di angkatan ini, banyak yang serupa dengan angkatan sebelumnya, termasuk kebiasaan berkata jorok.

Mengingat tahun lalu saya berhasil meredam gejala ini, maka saya pun menerapkan disiplin yang sama; memberikan hukuman membersihkan WC pada mereka yang berkata jorok.  Seperti biasa, saya ajak mereka untuk berdiskusi, dan mereka setuju.

 

Kali ini kebiasaan berkata jorok bukan berkurang, malah semakin subur.  Malah anak-anak yang sebelumnya tidak pernah berkata jorok jadi ikut-ikutan.  Saya bingung kenapa ini bisa terjadi?  Saya mencoba mengamati sambil tetap berpegang pada keputusan sebelumnya.  Hukuman tetap dijalankan.

 

Suatu hari ada anak yang berkata jorok, dan dia terkena hukuman.  Tak terlihat rasa penyesalan sedikitpun di raut mukanya.  Usai menjalankan hukuman dengan bangga dia bercerita bahwa dia telah membersihkan WC.  Beberapa anak yang pernah mendapatkan hukuman serupa ikut menimpali.  Saya terus perhatikan mereka.  Ternyata mereka malah tertawa-tawa dan gembira.  Olala, ternyata membersihkan WC adalah pengalaman yang menarik dan membanggakan bagi mereka.  Pengalaman yang menurut mereka menggembirakan pun ternyata membuat teman-teman yang lain ingin mencobanya.

Apa hendak dikata, ternyata usaha saya untuk meredam perkataan jorok kali ini sama sekali tidak berhasil.

4 komentar:

  1. hmmm ^_^ cobaan selalu datang ya, mbak ... tapi memang ada saja tipe manusia seperti itu ... tidak merasa malu akan kesalahannya, tapi jika satu dari anak2 ini sadar akan " membersihkan toilet akibat dari mengatakan BAB dan BAK" dan menjelaskan ke anak2 yang lain, mungkinkah semua akan kembali seperti semula ? ... mungkin melalui seorang anak yang cukup punya "suara" di kelas ? ;p ... *maaf, hanya ngoceh ;p....soalnya saya calon guru ... juga ;D*

    BalasHapus
  2. hehehe... pengalaman yang unik ^-^
    semangat ya mba :)

    BalasHapus
  3. aslmlkm contact baru, bu guru pengen usul aja boleh kan:D?
    mungkin sampean bisa nyoba bentuk hukuman lain yang bersifat menjerakan, mengingat salah satu unsur dari tujuan hukuman adalah sanksi apa saja yang bisa menghentikan perbuatan yg menyalahi aturan, nah klw ngebersihin wc sudah tidak lagi mengandung jera sama anak2 atw tidak menjadikan anak tersebut merasa malu yaa bisa diganti yang lain kan. sanksi apa saja yg mengandung efek 'rasa malu' mungkin ampuh untuk hal tersebut, itu sih klw objeknya masih punya budaya malu seeh!
    bu guru, btw ni ngajar di jerman atw di tanah air yah?
    wslmkm.

    BalasHapus
  4. makasih atas semua masukannya ya....
    saya ngajar di tanah air, baru erpisah dengan siswa-siswa saya sekitar 4 bulan, tapi kangennya akan kelucuan dan kepolosan siswa-siswa belum juga hilang.... makanya saya coba netralisir dengan menuliskan apa yang terkenang dan berkesan...
    Kalo ana-anak Jerman mah ga gitu kalie...

    BalasHapus