Kamis, 24 Januari 2008

Pa-nu

Waktu itu saya mengajar bahasa indonesia di kelas 5.  Topik yang di bahas adalah tentang puisi.  Indikator yang harus dicapai adalah siswa mengerti makna puisi, mampu menulis sebuah puisi dan membacakannya dengan intonasi dan ekspresi yang tepat di depan kelas.

Saya mulai dengan menyampaikan definisi sederhana yang sekiranya bisa difahami oleh siswa.  Inti dari penjelasan saya adalah “puisi adalah rangkaian kata-kata yang indah dan berima yang ditulis untuk menggambarkan persaan hati seseorang tentang sesuatu”

Puisi bisa berisikan perasaan kita tentang sahabat, tentang teman, tentang Islam, tentang guru, tentang Allah dan lain-lain.

Waktu itu saya memberikan contoh puisi tentang Allah.  Puisi ini saya dapat ketika saya masih kuliah, saya begitu terkesan dengan puisi ini, tapi saya tidak tahu siapa pengarangnya.

Segala jalan menujuMU,

; indah…                 

Segala kata mengulang namaMU,

; indah,

 

Kemudian saya jelaskan makna puisi tersebut dan saya peragakan bagaimana cara membacakannya dengan penghayatan sehingga intonasi dan ekspresinyapun bisa tepat.

 

Tiba saatnya giliran siswa-siswaku menulis puisi.  Sebagian langsung mengerjakan, sebagian lagi masih bertanya tanya tentang tema yang mereka pilih.

Setelah semua siswa selesai menulis puisi, sesuai dengan jadwal, maka setiap siswa diminta untuk membacakan puisi karya mereka di depan kelas.

 

Diluar dugaan, ternyata yang pro aktif untuk membacakan puisi duluan adalah para siswa ikhwan (pria).  Dan yang mereka tuliskan menurut saya sangat kreatif sekali.  Sebagian besar dari mereka menuliskan puisi yang bertemakan kejadian-kejadian yang pernah mereka alami.  Ada menulis puisi tentang paku (kakinya pernah tertusuk paku), ada yang menulis tentang zebra, ada juga yang menulis tentang mata pelajaran yang tidak mereka sukai.

Yang tidak akan bisa saya lupakan adalah puisi yang berjudul “PANU”

Oh panu,

Mengapa engkau datang padaku,

Gara-gara engkau aku jadi malu

Karena teman-teman sering meledekku

                                       

Oh panu,

Seandainya engkau tak datang padaku

Tentu aku tak kan begini

 

Oh panu,

Pergilah dariku

 

Puisi itu dibacakan dengan penuh perasaan dan suara yang lantang.

Semua siswa yang lain mendengarkan dengan penuh perhatian.  Tidak ada yang tertawa, tidak juga ada yang berkomentar, padahal biasanya mereka selalu rame mengomentari banyak hal.  Entahlah.

 

Saya sebenarnya sangat ingin tertawa saat itu.  Betapa polosnya siswa-siswaku.  Tapi saya berusa “jaim” dan tenang.

Sebenarnya siswa saya itu tidak panuan.  Hanya saja dikulit mukanya yang cenderung gelap timbul bercak-bercak putih.  Menurut ibunya, sudah berkali-kali dibawa ke beberapa dokter kulit, tapi belum hilang juga.

Ah, subhaanalloh. Betapa polosnya anak-anak. 

 

 

4 komentar:

  1. Lucu puisinya :-D Mengenai bercak-bercak putih di muka, kalau bukan panu, mungkin penyebabnya terlalu banyak terkena panas sinar matahari (terjadi pigmentasi), kalau si anak mau, coba diberi tabir surya ;-).

    BalasHapus
  2. makasih infonya. iya, dia memang belum pernah pake tabir surya, nanti akan saya saranin.

    BalasHapus
  3. Hua hua. Gw percaya, keberhasilan ato kegagalan siswa belajar ditentukan oleh gurunya. Tidak sepenuhnya pada siswa. Selamat ya.

    BalasHapus
  4. iya, cuma kalo murid pinter ga ada yang bilang... gurunya siapa ya??

    BalasHapus