Selasa, 19 Februari 2008

Koreksi Soal

Usai ulangan, terkadang saya langsung mengkoreksi hasilnya bersama parasiswa.  Tujuannya, selain meringankan beban, juga sebagai bahan evaluasi dan pembelajaran ulang bagi para siswa.  Ketika mengkoreksi inilah saya memberikan sepintas penjelasan ulang.

Efektif? terkadang ya, terkadang tidak.

 

Biasanya sering ada jawaban yang hampir sama tapi dituliskan dengan kalimat yang berbeda.  Kalau sudah seperti itu, ramailah para siswa tunjuk tangan untuk mendapatkan kepastian apakah jawaban temannya benar atau tidak.  Sering memang jawabannya berbeda.  Tapi tak jarang pula jawabannya sama, Cuma karena dia tidak berkonsentrasi mendengarkan temannya yang sedang bertanya, maka dia menanyakan ulang apa yang sudah ditanyakan.

 

Untuk mengantisipasi itu, biasanya saya bacakan peraturan:

  1. Siswa harus mendengarkan jawaban yang ibu bacakan.
  2. Perhatikan kata kunci dari jawaban yang ibu bacakan.
  3. Jika ada yang bertanya harus tunjuk tangan terlebih dahulu.
  4. Yang boleh berbicara membacakan jawaban yang berbeda, adalah orang yang ibu tunjuk.
  5. Jika ada yang menayakan pertanyaan yang sudah ditanyakan oleh temannya maka hukumannya adalah dielus-elus kepalanya oleh teman sebelah kiri,kanan depan dan belakangnya.

 

Wah, kalau sudah dibacakan penguman itu, biasanya siswa langsung berkonsentrasi penuh.  Jika ada yang masih bertanya tentang pertanyaan yang sudah ditanyakan, maka yang paling senang adalah teman di sekitarnya. ^_^

 

Berikutnya, jika saya hendak mengkoreksi soal dan hendak membacakan peraturannya, biasanya para siswa berkata “ iya bu dah tahu…”.

 

7 komentar:

  1. kalau aku dulu hanya multiplchoise nya aja mbak, essey nya aku ngerjain sendiri,biasany jawaban mereka betul tapi menggunakan kalimat yg berbeda,maksudnya ya sama,maklum lah anak2(anak2 ku dulu anak"MI (madrasah ibtidaiyah),kl mengenang saat2 bersama anak2 muridku indah sekali,aku merasa senang dengan propesiku walaupun pendapatannya minim,
    bahagia bila materi yg kita sampaikan dipahami anak2,merasa puas saat nilai ulangan anak bagus,und bla-bla masih banyak lagi,dan panjangggggg sekali kalau ditulis.

    BalasHapus
  2. iya yah,... pokoknya semakin banyak muridnya, maka pengalaman kita jadi semakin panjaaaang sekali.
    stujuh

    BalasHapus
  3. wah, seneng ya jadi guru... dulu sempet bercita-cita jadi guru, sayang.. saya gak lulus masuk ke IKIP :) Kalo yg bukan dr IKIP pengen jadi guru mesti gmn ya? apa mesti S2 di IKIP atau cukup ngambil semacam kursus untuk pendidikan?

    BalasHapus
  4. saya juga bukan dari ikip koq,... malah di sekolah saya hampir semua dari IPB, yang penting bakat... (bakat ku butuh ge teu nanaon... ^_^ )

    BalasHapus
  5. oo.. gitu?? kabarnya kalo mau jadi guru harus punya sertifikat apaaaa gitu, A4 kitu nya? jadi aku pikir tidak sembarangan orang bisa jadi guru.

    BalasHapus
  6. Untuk sertifikasi guru memang di syaratkan mengambil akta 4, tapi itu optional koq. Akta 4 bisa di sambil, temen saya ngambil setelah 4 tahun mengajar, kuliahnya 1 minggu sekali (tapi seharian), 3 bulan lulus.

    BalasHapus
  7. ha.ha.ha. nice trick. emang menhadapi siswa harus tegas tp juga banyak akal supaya nggak kaku. ane jg pernah mengalaminya.

    BalasHapus