Jumat, 18 April 2008

Menabur angin, menuai badai

Beberapa waktu yang lalu, tetangga di bawah, seorang nenek, tampak berdiri kedinginan di dekat Heitzung.  Merasa kasihan, suamiku mengundang nenek tersebut untuk beristirahat di wohnung kami.  Ketika sampai di pintu, tetangga kami yang selama ini sangat baik dan sangat membantu, mengisyaratkan agar tidak memasukkan nenek itu ke dalam wohnung kami.  Tapi karena telah mengundang, maka kami memperilahkan nenek itu masuk.  Nenek itu tidak bisa masuk karena kunci wohnung tertinggal didalam dan tanpa kunci, ia tidak masuk ke wohnungnya.

Ada sesuatu yang aneh dengan sikap nenek tersebut.  Dugaanku sih, mungkin ia ada dalam pengaruh minuman keras.  Tak lama kemudian, petugas Sosial datang dan menjemput nenek itu.

Usai nenek itu keluar, tetangga depan memperingatkan  kami agar berhati-hati.  Ia mengatakan bahwa sejak ditinggal suaminya, nenek tersebut tidak pernah makan, kesehariannya cuma minum-minuman keras.  Tetangga itupun mengingatkan agar kami tidak menerima apapun pemberian dari dia sebab menurutnya, nanti nenek tersebut akan meminta sejumlah uang seperti yang pernah dialaminya.

Sore harinya nenek itu memencet bel & meninggalkan satu tas penuh berisi aneka coklat & hadiah-hadiah lain.  Bingunglah kami jadinya.  Akhirnya kami hanya membiarkan hadiah itu tetap ditempatnya.  Di depan pintu wohnung kami.

Keesokan harinya, seorang teman yang sama-sama dari tanah air datang berkunjung.  Dia bertanya tetntang tas yang berisi bingkisan.  Lalu aku ceritakan padanya dan minta pendapatnya.  Teman tersebut menyarankan untuk mengembalikan hadiah tersebut dengan meletakkannya di depan pintu wohnung sang nenek.  Menurutnya, disini, menolak pemberian adalah sesuatu yang biasa.  Berpegang pada informasi itu, dengan berat hati, kukembalikan bingkisan itu pada sang nenek.  Meski hati ragu-ragu karena takut menyakiti hati sang nenek.

Pagi tadi, ketika aku hendak mengantar alfi ke Kiga, aku berpapasan dengan sang nenek.  Aku mencoba menyapanya.  Entahlah, dia terlihat tidak seramah sebelumnya.

Kembali dari kiga, aku segera masuk rumah dan mengambil HP untuk mencatat pengumuman yang ada ditempel didepan pintu masuk.  Saat itu aku sama sekali lupa akan kunci wohnungku.  Dan Akhirnya, apa yang pernah dialami sang nenek, aku alami juga.  Aku tidak bisa masuk ke Wihnungku.

Ku ketuk pintu tetangga depan.  Dia mempersilahkan aku masuk kedalam. Setelah kuceritakan, dia agak kaget.  Dia bertanya, dimana suamimu, kujawab di Indonesia.  Dia bertanya lagi, apakah anakmu ada yang bawa kunci, aku bilang tidak.  Dia mengingatkan bahwa jika memanggil tukang kunci, maka biayanya adalah 400Uero.  Lalu dia menelpon yang punya apartemen.  Sayangnya yangbersangkutan tidak dirumah dan pesan hanya diterima dimailbox.  Tetanggaku, lalu mengabari tetangga yang diatas.  Tetangga inilah yang menelpon HP pemilik apartemen.  Aku diminta untuk menunggu selama 30-40 menit.
Padahal saat itu adalah jadwal pengajian. 

Kuputuskan untuk pergi ketempat pengajian dilaksanakan yaitu dirumah seorang teman yang tidak terlalu jauh dari rumah.  Lumayan, bisa ikut ngaji dulu selama 20 menit pikirku.  Kuceritakan apa yang aku alami.  Dia mengingatkan ; jangan-jangan ini adalah teguran.  Kujawab ia, kuceritakan perihal nenek tetangga bawah.  Barangkali ia tidak ridho, katanya.  Aku setuju, mungkin aku telah menyakitinya, dan ini adalah jawabannya.








 

10 komentar:

  1. cerita diluar negeri emang aneh2 ya, mbak:)

    BalasHapus
  2. Teguran secara halus mungkin menurut teh Rani yah..
    Tapi kewaspadaan itu perlu juga teh..
    Semoga tidak kejadian seperti ini lagi ya teh..

    BalasHapus
  3. iya,... pengalaman tak terlupakan...

    BalasHapus
  4. Betul Ceu, smoga tidak terjadi lagi,...

    BalasHapus
  5. iya niiih, begitulah kalo tidak hati-hati....

    BalasHapus
  6. Alhamdulillah Syah,... pertolongan Allah datang juga, sekarang semua dah beres!!!

    BalasHapus
  7. masalah konci selalu menjadi dilema,untung deh gak sampai panggil tukang kunci,aku juga pernah ngalami,btw kuncinya ketinggalan apa hilang?

    BalasHapus
  8. ketinggalan mba,... harus dikalungin kali yah, supaya ga ketinggalan lagi.

    BalasHapus