Sabtu, 19 Juli 2008

Tidak ada anak yang nakal,

Tidak ada anak yang nakal.   Itu salah satu “pedoman” yang selaku aku & teman-temanku pegang selaku guru.  Jika ada anak tidak bisa diam, berarti dia punya gaya belajar kinestetis.  Jika tidak diamnya itu ditindaklanjuti dengan mengganggu temannya, berarti kemungkinan dia tipe anak sanguinis korelis dengan gaya belajar kinestetis.  Jika tidak bisa diam, suka mengganggu teman & juga suka membuat “keributan” dengan mengeluarkan bunyi-bunyian baik dari mulutnya maupun dengan mencoba mengeluarkan suara dari suatu benda, berarti  kemungkinan besar dia tipe anak sangunis korelis dengan gaya belajar auditory kinesteteis yang punya kecerdasan musikal.  Jika sebaris lebel diatas ditambah lagi dengan kebiasaan suka berbohong, berarti kemungkinan dia punya daya khayal yang tinggi yang belum bisa membedakan mana khayalan & mana kenyataan.  Jika labelnya bertambah lagi, dengan rewel dan marah-marah, maka diagnosanya bertambah, berarti kemungkinan dia lapar,lelah, sehingga kepalanya pusing sementara dia belum bisa menerjemahkannya kedalam sebaris kalimat (jangankan anak kecil, orang dewasa saja kalo laper,capek terus pusing pasti bawaannya pengen marah).  Jika Ternyata barisan diagnosa tersebut diatas terjadi secara konstan & kontinyu, berarti ada kemungkinan dia kekurangan perhatian dan kasih sayang dari lingkungan terdekatnya, entah lingkungan orang tua & keluarga, teman, sahabat ,ataupun yang lainnya.

Jika dan sebaris jika lainnya terjadi padaseorang anak, maka akan ada sebaris analisa serta cara untuk membuat anak kembali pada dunia cerianya, kembali pada fitrahnya.

Itu yang selalu aku pegang ketika menilai anak-anak dikelasku, juga anak-anakku.  Pernah aku dulu dibikin pusing tujuh keliling,delapan putaran oleh perilaku seorang siswa.  Jika sudah begini maka biasanya aku meyerah & pihak sekolah memanggil pihak orang tua.  Orang tua yang bisa diajak kerjasama biasanya akan sangat mengerti, setelah itu, dengan kerjasama yang baik, perilaku siswa sedikit demi sedikit terlihat perubahannya ke arah yang positif.  Tapi jika orang tua tidak bisa diajak kerjasama, akhirnya hanya do’a saja sebagai jalan ikhtiar & usaha untuk merubah keadaan yang ada.  Jangankan tidak bisa diajak kerjasama, orangtua yang melibatkan polisi dalam rangka “membela” anaknya pernah aku alami juga.  Pengalaman yang tidak terlupakan ketika segala macam umpatan dan cacian kepadaku dihujamkan.  Aku hanya mampu berdo’a merintih, dan menangis dalam sholat malamku, Ya Allah, bukakan pintu hati orang tua siswaku itu, & beri petunjukk kepada muridku si “fulan itu”.  (Fulan yang mungkin tak pernah aku lupakan, juga beberapa siswa istimewa yang selalu mengundang perhatian kini malah sering aku rindukan)

Rintihan itu beberapa hari ini juga menyayat hatiku sebagai seorang ibu, ketika seorang teman (barangkali hanya bercanda) “bergidik” menceritakan bagaimana ulah anakku.  Bagaimana suaranya yang keras(ciri sanguinis) dan gayanya yang Bossy(ciri korelis) juga sikapnya yang tidak bisa diam(karena dia kinestetis) telah membuat sebaris kesimpulan bahwa anakku seolah layak diberi label…. apa ya? tidak terucap sih, cuma, apa yang tersirat sangat bisa ditafsirkan & membuat temanku yang lain terdiam.  Kalau aku bukan diam lagi…. tenggelam kali, tenggelam dalam kesedihan.  Dan ternyata kesedihan itu membawa efek domino, luka-luka lama yang kucoba lupa malah terasa pula (dasar melankolis)

Tapi dalam rintihan aku mencoba merenung.  Permenunganku adalah instrospeksi, Ya Allah, apakah aku pernah berbuat dzalim pada siswaku,apakah aku pernah “bergidik” menghadapi mereka? rasanya tidak.  Tapi yang aku baru ingat kali ini adalah(telmi deh, koq baru ingat) , barangkali aku juga sering tanpa sadar bercanda & melukai hati orang lain (maklum, sanguinis itu biasanya ngomong dulu baru mikir). Karenanya, pada kesempatan kali ini, jika ada yang pernah merasateluka oleh candaanku, aku mohon maaf yang sebesar-besarnya atas segala khilaf, sungguh tak pernah terbersit dalam benak untuk  membuat siapapun hatinya terluka dan tersayat.

Kemudian dari hasil permenunganku (ini nih, aku telmi banget karena baru nyadar setelah beberapa hari) barangkali Allah ingin agar aku merubah cara mendidik anak-anakku, barangkali Allah ingin agar aku mencurahkan sepenuhnya kasih sayang & kesabaran (yang mungkin selama ini sangat kurang) pada anak-anaku.  Barangkali Allah tengah bertanya padaku “limma taquluuna maa laa taf’alun?”  mengapa aku mengatakan sesuatu yang tidak aku kerjakan?  Mengapa selama dulu ketika menjadi guru curahan perhatian & kasih sayang pada anak orang lebih besar daripada ke anak sendiri?  Barangkali inilah jalan dari Allah agar aku bisa menerapkan teory yang selama ini aku pahami, pada anak-anaku sendiri.

Bolehjadi kita menyangka sesuatu itu buruk, padahal Allah jadikan banyak kebaikan didalamnya. Ya Allah terimakasih atas petunjukkMu ini.


Ah, lega kini rasanya.

20 komentar:

  1. baca postingan teteh mengingatkan aku akan muridku yg selalu bikin ulah dan kalau dinasehati ada aja alasannya,bikin pegel aja hati ini.
    tfs teh mengingatkan aku utk lebih sabar dlm menghadapi anak sendiri.

    BalasHapus
  2. Sama-sama Mba Aas,
    Mungkin semua yang pernah jadi guru sama kali ya Mba, lebih sabar dalam menghadapi anak orang lain dibanding anak sendiri, tapi mudah-mudahan kita bisa berubah,

    BalasHapus
  3. Subhanallah...
    saya nanti belajar sama bu rani ya...
    cara mendidik anak2 yang baik....^_^

    BalasHapus
  4. Inspiring writing, Teh^_^ Wacana Tee jd sedikit terbuka sekarang...Thanks a lot...

    BalasHapus
  5. saya juga
    mo belajar ke teteh
    walau ga punya ana
    ponakan bisa di jadikan uji coba
    untuk nerapin ilmu dr teteh

    mau kan teh?

    BalasHapus
  6. Lho, Bu Sofi, ini kan teory dari ak Edy, masa bu Sofy udah lupa???
    Kelamaan bulan madu kali ya.... jadi teory-teory mendidiknya pada ilang :D

    BalasHapus
  7. Fredy,... banyaka anak memang mirip Fredy & cara jitu menanganinya memang menjadikan dia sebagai "tangan kanan" kita.

    Hidup Fredy!

    BalasHapus
  8. Betul, selamat melakukan percobaan ya.... ^_^

    BalasHapus
  9. ini kasus paling banyak terjadi,terkadang orang tua juga tidak menyadari ketika anak melakukn suatu yg salah,tidak diberi tau malah ditertawakan karena dianggap lucu.

    BalasHapus
  10. ini kasus yg banyak terjadi,terkadang anak melakukan suatu kesalahan tidak diberi tahu,malah ditertawakan karna dianggap lucu.

    BalasHapus
  11. ada beberapa yang ketinggalan bu rani...
    ketiduran waktu itu, hehehe....

    BalasHapus
  12. waduhhh....bukan kelamaan bulan madu bu rani....
    kelamaan terdampar di hutan kalimantan, hehehe.....

    BalasHapus
  13. Subhaanallah...

    syukron katsir for sharing, Teh...
    jazaakillah khoyr.

    BalasHapus
  14. Anak-anak memang selalu lucu ya Mba, tapi kita sebagai orang tua suka terlena dengan kelucuan mereka, sampai lupa mengarahkan...

    BalasHapus
  15. Wah, saya jadi takut kehutan deh....

    BalasHapus
  16. Yup, saya juga belajar nayak dari Totto Chan,

    BalasHapus