Sabtu, 19 Januari 2019

5th ; Loving your Big baby




“Ayah lagi sakit, manjanya lebih dari si syanthik”  Begitu kurang lebih isi dari sebuah status di timeline wa salah satu kontak yang tersimpan di handphone aku.  
Dan si syanthiknya ini usianya belum genap dua tahun.  Kebayang kaaan manjanya seperti apa little girl yang usianya belum genap dua tahun, lagi lucu-lucunya.  Lagi manja-manjanya. Lagi nempel-nempelnya sama mommy.  Anak batita kayak gini, lihat apa yang dipegang mommy, dia pasti mau.  Dikasih yang sama atau mirip, maunya yang punya mommy.  Bahkan anak seusia gini, kalau biasa dibuatin susu sama mommy, dia bakalan tahu kalau yang buatin susu bukan mommynya.  Kenapa?  Karena mommy adalah dunianya.  Kebayang kan kalau ayah yang lagi sakit manjanya lebih dari si syantihik?

Wajar ga sih kayak gitu?  Sangat wajar sekali.  Yang namanya seorang anak, dia selamanya akan jadi seorang anak.  Cuma Nabi Adam & siti Hawa yang ga punya titel sebagai anak.  Apalagi anak mertua.  Jelas lah dia seorang anak.  Iya kan?  Tapi bukan itu juga sih alasannya. 

Begini, menurut Eric berne dalam teori kepribadiannya yang disebut ego state, dalam diri manusia itu selalu ada 3 sifat yaitu : Orang tua, dewasa & kanak-kanak.  Mengenai pengertian dari ketiga instansi identitas utama ini, Verhaar (1993: 62) menyatakan: “Parent, Child, dan Adult yang mau dinyatakan adalah bukan pribadinya (bukan seorang ayah atau ibu, bukan seorang anak kecil, bukan seorang dewasa) melainkan instansi identitas, dan memang instansi tersebut tampak di dalam pribadi orang dewasa, anak kecil, atau orang tua.” Dengan kata lain, yang dimaksud dengan istilah-istilah tersebut bukanlah pribadi sesungguhnya, melainkan kepribadian atau sifat-sifat yang tampak pada pribadi-pribadi tersebut, misalnya, seorang anak kecil bisa berkepribadian dewasa (memiliki ego state dewasa) apabila dia selalu mengolah data yang ada ketika sedang berbicara dengan yang lainnya. Seorang anak kecil bisa berkepribadian orang tua apabila suatu ketika ia memerintah, mengajarkan atau menghakimi seseorang. Untuk selanjutnya, istilah dari jenis-jenis ego state yang digunakan dalam penelitian ini adalah istilah ego state dalam bahasa Indonesia, yaitu ego state orang tua, ego state anak, dan ego state dewasa.  Teorinya panjang kali lebar kali lama, dikenal dengan teori Analisis Transaksi.  Tapi, kali ini, kita ga akan bahas itu yaa. Kita akan bahas bagaimana seni bertindak sebagai istri pada setiap state ego yang dimunculkan belahan jiwa kita.

Kondisi ideal seseorang adalah ketika dia berada dalam kondisi Dewasa (Erwachsenen). Ego state dewasa tidak menggunakan emosi seperti ego state anak atau menggunakan opini seperti ego state orang tua, melainkan menggunakan data dan fakta sebagai bahan untuk membangun pemikirannya yang selalu rasional (lihat Eschenmoser, 2008: 17). Ego state dewasa selalu menggunakan komunikasi dua arah, diplomatis, hati-hati, dan jelas. Ego state dewasa selalu berbicara dengan tenang dan nada suara yang datar.  Dalam kondisi seperti ini, sang belahan jiwa akan sangat mempesona, enak diajak curhat, enak diajak kerja, enak diajak apa saja.  Ini adalah kondisi aman.


Kondisi berikutnya adalah orang tua apabila suatu ketika ia memerintah, mengajarkan atau menghakimi seseorang.  Perhatikan.  Ini adalah saat dimana rasa kepemimpinan belahan jiwa kita muncul dalam konsentrasi yang tinggi.  Yupz.  Walau bagaimanapun, suami adalah pemimpin.  Istri Cuma punya satu  pilihan yaitu ta’at.  Berat ga?  Ngga kalau dasarnya adalah taqwa plus cinta.  Ikuti saja semua apa yang dia minta selama tidak melanggar syara.  Jangan menyela apalagi mencela dan mencemoohnya.  Jangan mengomel jika kau tak ingin kehilangan cintanya.  Kenapa?  Karena seorang wanita yang mengomel, menyela, mencela dan mencemooh akan kehilangan kecantiaknnya 100%.  Akan kehilngan 100% keindahannya sebagai perhiasan dunia.  Akan membuat lelaki enggan mendekat apalagi menyentuhnya.  Dan mungkin, sangat mungkin, akan membuat lelaki mudah tergoda ketika melihat perhiasan dunia di luar sana.  Ingat.  Lelaki telah bekerja di dunia yang sangat keras.  Dunia yang hanya peduli pada karya hasil kerjanya, bukan pada perasaannya.  Maka ketika ada yang peduli pada perasaannya, pada gengsi kelelakiannya, padanyalah hatinya akan mudah tersentuh dan berlabuh.  Nah, kalau bukan pada kita sebagai istrinya, apa nanti jadinya.  Tahan ego, tahan segala macam kepenatan, tahan segala macam lelah saat belahan jiwa kita berada dalam kondisi ego state orang tua.  Berikan ketaatan, berikan penghormatan. Berikan rasa ta’zim sepenuhnya.  Berikan pujian yang ia perlukan.  Konon katanya, jika ada lelaki yang selalu membanggakan dirinya diahadapan teman-temannya, itu karena sang istri kurang memberikan pujian padanya.  Berikan pujian yang tulus, yang spesifik, bukan pujian gombal yang tak terarah.  Walau bagaimanapun, lelaki mempunyai sisi kepekaan yang lembut dalam hatinya, dibalik keperkasaannya.  Berikan semua yang ia perlukan. Taat & tak ada pilihan lain.  Hanya ta’at dalam taqwa dan cinta.  Ingat, suami berhak sepenuhnya atas istrinya.  Bahkan jika seorang mahluk diperbolehkan sujud pada mahluk, Allah akan memerintahkan istri untuk sujud pada suaminya.  Bahkan pada ibu sebagai pemilik surga pun, seorang anak tidak dipermisalkan untuk diperintahkan bersujud.

Terakhir, ego state Anak : menggunakan perasaan atau emosi dalam berkomunikasi, spontan, dan berorientasi pada dirinya sendiri, kadang disertai oleh penolakan dan rasa tidak suka. Ego state ini akan muncul jika harga dirinya tersinggung, atau jika ada permasalahan yang tidak mampu untuk ia ungkapkan.   Nah, saat seperti ini, seorang istri harus siap menggantikan posisi ibunya dimasa kanak-kanak.  Pelajari dari ibunya bagaimana sang ibu memperlakukan dia semasa kecil.  Itulah pentingnya hubungan harmonis antara menantu dan mertua.  Untuk mempertahankan cinta.
Ketika suami sebagai belahan jiwa berada dalam ego state ini, lupakan kepemimpinannya, lupakan bahwa dia adalah manusia dewasa yang bisa menolong dirinya sendiri.  Lupakan bahwa dia lelaki perkasa.  Lupakan bahwa bahu lebarnya adalah tempat kita bersandar dan berlindung.  Lihatlah dia sebagai seorang anak yang merindukan ibunya.  Merindukan saat-saat bermanja.  Merindukan pelukan lembut penuh kehangatan.  Menginginkan perhatian hanya tertuju padanya saja.  Bahkan saat anak rewelpun, perhatikan suami kita dulu jika dalam kondisi seperti ini.  Kenapa?  Karena sifat kanak-kanak dalam tubuh manusia dewasa, lebih berbahaya daripada sifat kanak-kanak pada tubuh yang sebenarnya.  Hatinya yang terluka sedang berada dalam kondisi terapuhnya.  Jangan tinggalkan dan jangan pernah tinggalkan.  Dampingi.  Kuatkan dengan pelukan.  Sayangi dengan motivasi.  bangkitkan dengan pujian yang dia perlukan.  Berikan kehangatan indahnya ibadah percintaan.   

Setelah semuanya reda.  Setelah ia merasa nyaman kembali.  Perlahan tapi pasti, belahan jiwa kita akan kembali pada kondisi ideal yaitu kondisi dewasa. 
Jadi jangan kaget ya, jika suami tercinta tiba-tiba terlihat lebih manja dari anak-anak kita bahkan yang masih balita.

14 komentar:

  1. Wah menarik. Makasih infonya. Jadi bisa belajar untuk siap-siap menjadi istri dan ibu yang penuh perhatian nantinya :)

    BalasHapus
  2. Hihihiii....iya Mbaa... sepakaat, Bapaknya anak-anak bisa tiba-tiba menjadi anak kecil di waktu-waktu tertentu 🤭🤭

    BalasHapus
  3. Oalaaj itu alasan paksu suka mendadak manjaaa nanget. Makasih banyak infonya. Jadinya aku macam ngurus 4 bocah. 3 bocah beneran, 1 bocah gede hahah

    BalasHapus
  4. Wah bagus banget bacaan ini buat para istri. Sungguh suatu sentilan 😅 walau waktu suami sakit pastinya gak tega. Sungguh ketika suami sakit, ya itu kembali jadi ujian untuk istri.

    BalasHapus
  5. Itu sebabnya banyak yang mengistilahkan suami itu sebagai bayi gede, hahaha ...

    Bisa dikatakan bahwa setiap orang punya sisi lain dari dirinya yang butuh dimanjakan gitu, ya. Seorang istri mungkin lelah, tapi ya anggap saja itu adalah bagian dari ibadah.

    BalasHapus
  6. Menarik mba informasinya, mencerahkan kenapa suami kadang bisa jadi kayak bocah dirumah padahal biasanya di kantor/luar rumah lagaknya stay cool. Haha..

    BalasHapus
  7. Menarik mba informasinya, jadi paham kenapa suami kalo dirumah kadang kayak bocah kelakuan'y padahal diluar rumah gaya'y stay cool. Hehe.. Trims..

    BalasHapus
  8. Mbak, tema tulisannya bagus sekali. Makasih ya insightnya. Jadi istri itu harus bisa punya banyak peran untuk suami yaaa. Ya sebagai istri dan ibu sekaligus.

    BalasHapus
  9. hihi bener bangeet ini, suami kalo lagi gak enak badan atau abis olahraga minta pijet. manjanya keluar. tapi saya juga sih, hahaha. suka manja sama suami malah sering dikatain bocah, hihi.

    BalasHapus
  10. Setuju sekali Mbak dengan tulisannya. Saya juga sedang berusaha untuk bisa menempatkan diri pada situasi yang Mbak Rani sebut di atas. Terima kasih sharingnya Mbak.

    BalasHapus
  11. namanya lg sakit pasti pengen d manja. sy sj yg sdh kepala 3 msh manja klu lgvsakit ��

    BalasHapus
  12. mmg klu lg sakit pengen d manjahhh

    BalasHapus
  13. Gitu ya suami. Apalagi kalau makin tambah usia Mbak. Ini anak-anak udah engga di rumah, jadi cuma kami berdua. Yawda...suami jadi anak satu-satunya deh. Haha...

    BalasHapus
  14. Mbak tulisannya bagus sekali, mksh infonya, semoga bisa menjadi ibu dan istri yang baik

    BalasHapus