Behind the angry moms there’s a big-big love.
Alasan yang klise dan klasik. Pembenaran untuk sebuah ketidakberdayaan,
kamuflase untuk sebuah kelemahan, tameng untuk sebuah ketidaksabaran,
persembunyian untuk sebuah ketidakmampuan daaan sebuah episode drama dalam kehidupan.
Episode bebenah :
“Nak, Ibu sudah bilang, kalua habis main, barang-baranya bersin
kembali. Kenapa tidak dibereskan? Ibu mengingatkan & melath kamu supaya
terbiasa disiplin” Ketika sang anak
sudah berubah focus ke mainan yang lain & lupa untuk membereskan, sang Ibu
teriak lebih keras : “Nak, kenapa belum dibereskan juga? Harus berapa kali ibu
bilang hingga kamu benar-benar mengerti?”
Kenapa Ibu marah? Karena ibu punya target yang tidak
tercapai, target kedisiplinan untuk anaknya, target kebersihan dan kerapihan
rumahnya. Tersembunyi dimana
cintanya? Kalaupun tersembunyi, untuk
siapa cintanya? Untuk sang anak supaya disiplin? Sudah tepatkah waktunya? Sudah
sesuai kah dengan tugas perkembangan anak? Sudah dimengertikah bahasanya? Bila sudah, anak tidak akan merasa
dimarahi. Bila belum, anak hanya akan
menangkap : Ibu marah kalua aku begini. Atau
jangan-jangan cintanya bukan untuk Sang buah hati, tapi untuk rumah, sebentuk
fisik yang sangat dikhawatirkan ketidakrapihannya. Emang kalau sejenak tidak rapih kenapa sih?
Rumahnya bakal sakit? Atau jangan-jangan
cintanya untuk diri sang Mommy sendiri.
Sedih bila tidak diuruti, cape jika harus mengerjakan semua kembali, sayang
waktu terbuang jika harus mengulang. Jadi, cintanya tersembunyi di mana?
So, there’s not a big-big love behind the angry Moms. Kemarahan adalah sebentuk kekecewaan yang
terluapkan. Kecewa, siapa sih yang mau dikecewakan? Ga ada. Cuma jangan-jangan sang angry mommy ini malah
tengah mengecewakan dirinya sendiri.
Dengan apa? Dengan target yang
terlalu tinggi hingga tak bisa terlampaui.
Anak harus begini harus begitu.
Rumah harus begini harus begitu, Jam segini harus ngerjain ini, ngerjain
itu. Satu tidak beres yang lain bakal
terganggu. Duh, benar juga ternyata yaa
: “Wife
is the law” hahaha… Itulah, siapa
yang suruh bikin aturan sendiri. Padahal
aturan Allah sudah jelas ; Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai
kemampuannya. Allah hanya ingin kita
bahagia. Anak tidak nurut, ambil lucunya
saja sembari diingatkan, bukankah anak masih membawa aroma surga karena belum
tercatat baginya dosa?
Rumah berantakan? Ada
seninya. Ikuti gaya berfikir & gaya
berimaginasi anak, anak suka tantangan & pengakuan. Tantang anak untuk menata rumah. Kerjakan bersama, buat misi bersama anak-anak
untuk menata rumah menjadi indah.
Berikan imbalan yang pantas setelah anak mengerjakan tugas. Hadiah pujian, pelukan dan jajanan. Kalau kayak gini ga ada marah kan?
Marah itu pintunya syetan.
Orang yang menahan marah pahalanya surga loh Mom. Siapa sih yang ga mau ke surga? Nah, ketika
marah mulai menyerang, ketika rasa marah kebelet meledak, mingkem aja
Moms. Wudhu, dzikir, sholat. Jangan bilang apapun. Dengarkan hal menyenangkan. Lagunya Ibu dari hadad Alwi atau iwan fals,
atau lagu apa aja deh, walaupun lebih baik dengerin Quran. Tapi intinya, lakukan sesuatu untuk
menyayangi diri sendiri. Karena menyangangi
diri sendiri bagi seorang ibu, berarti menyayangi keselamatan sebuah
generasi. Allah taqdirkan ucapan seorang
ibu itu sakti. Do’a yang terkabulkan,
maka berhati-hatilah. Jangan sampai
terjebak jadi the angry mom. Biar
penyesalan tak dating kemudian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar