Jumat, 04 Januari 2019

The Angry Mommy



Behind the angry moms there’s a big-big love.  
Alasan yang klise dan klasik.  Pembenaran untuk sebuah ketidakberdayaan, kamuflase untuk sebuah kelemahan, tameng untuk sebuah ketidaksabaran, persembunyian untuk sebuah ketidakmampuan daaan  sebuah episode drama dalam kehidupan.
Episode bebenah :
“Nak, Ibu sudah bilang, kalua habis main, barang-baranya bersin kembali.  Kenapa tidak dibereskan?  Ibu mengingatkan & melath kamu supaya terbiasa disiplin”  Ketika sang anak sudah berubah focus ke mainan yang lain & lupa untuk membereskan, sang Ibu teriak lebih keras : “Nak, kenapa belum dibereskan juga? Harus berapa kali ibu bilang hingga kamu benar-benar mengerti?”
Kenapa Ibu marah? Karena ibu punya target yang tidak tercapai, target kedisiplinan untuk anaknya, target kebersihan dan kerapihan rumahnya.  Tersembunyi dimana cintanya?  Kalaupun tersembunyi, untuk siapa cintanya? Untuk sang anak supaya disiplin? Sudah tepatkah waktunya? Sudah sesuai kah dengan tugas perkembangan anak? Sudah dimengertikah bahasanya?  Bila sudah, anak tidak akan merasa dimarahi.  Bila belum, anak hanya akan menangkap : Ibu marah kalua aku begini.  Atau jangan-jangan cintanya bukan untuk Sang buah hati, tapi untuk rumah, sebentuk fisik yang sangat dikhawatirkan ketidakrapihannya.  Emang kalau sejenak tidak rapih kenapa sih? Rumahnya bakal sakit?  Atau jangan-jangan cintanya untuk diri sang Mommy sendiri.  Sedih bila tidak diuruti, cape jika harus mengerjakan semua kembali, sayang waktu terbuang jika harus mengulang. Jadi, cintanya tersembunyi di mana?
So, there’s not a big-big love behind the angry Moms.  Kemarahan adalah sebentuk kekecewaan yang terluapkan. Kecewa, siapa sih yang mau dikecewakan? Ga ada.  Cuma jangan-jangan sang angry mommy ini malah tengah mengecewakan dirinya sendiri.  Dengan apa?  Dengan target yang terlalu tinggi hingga tak bisa terlampaui.  Anak harus begini harus begitu.  Rumah harus begini harus begitu, Jam segini harus ngerjain ini, ngerjain itu.  Satu tidak beres yang lain bakal terganggu.  Duh, benar juga ternyata yaa :  Wife is the law” hahaha…  Itulah, siapa yang suruh bikin aturan sendiri.  Padahal aturan Allah sudah jelas ; Allah tidak membebani seseorang kecuali sesuai kemampuannya.  Allah hanya ingin kita bahagia.  Anak tidak nurut, ambil lucunya saja sembari diingatkan, bukankah anak masih membawa aroma surga karena belum tercatat baginya dosa?
Rumah berantakan?  Ada seninya.  Ikuti gaya berfikir & gaya berimaginasi anak, anak suka tantangan & pengakuan.  Tantang anak untuk menata rumah.  Kerjakan bersama, buat misi bersama anak-anak untuk menata rumah menjadi indah.  Berikan imbalan yang pantas setelah anak mengerjakan tugas.  Hadiah pujian, pelukan dan jajanan.  Kalau kayak gini ga ada marah kan?
Marah itu pintunya syetan.  Orang yang menahan marah pahalanya surga loh Mom.  Siapa sih yang ga mau ke surga? Nah, ketika marah mulai menyerang, ketika rasa marah kebelet meledak, mingkem aja Moms.  Wudhu, dzikir, sholat.  Jangan bilang apapun.  Dengarkan hal menyenangkan.  Lagunya Ibu dari hadad Alwi atau iwan fals, atau lagu apa aja deh, walaupun lebih baik dengerin Quran.   Tapi intinya, lakukan sesuatu untuk menyayangi diri sendiri.  Karena menyangangi diri sendiri bagi seorang ibu, berarti menyayangi keselamatan sebuah generasi.  Allah taqdirkan ucapan seorang ibu itu sakti.  Do’a yang terkabulkan, maka berhati-hatilah.  Jangan sampai terjebak jadi the angry mom.  Biar penyesalan tak dating kemudian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar