Rabu, 23 Oktober 2019

Aku bukan Cleopatra





"Cleopatra?" Begitu kamu bertanya ketika memberikan bukuku yang terjatuh.  "Iya" aku hanya bisa menjawab pendek.
Sepertinya Cleopatra akhirnya membawa aku & kamu mendekat.
Enam tahun, bukan waktu yang sebentar. Saat berseragam putih biru dilanjut putih abu, kita berada di gedung yang sama.
Namun enam tahun itu, tak ada yang membawa aku & kamu untuk bertemu & akrab mendekat.

Di gedung inilah, gedung yang dalam kemewahannya menawarkan banyak litarasi  untuk ditelusuri, entah itu beebentuk lembaran yang dibukukan, atau jutaan lembaran ilmu yang disimpan di dunia maya. Apapun yang dicari, dengan bantuan pustkawan yang ramah & cantik, semua bisa ditemukan.  Tapi ternyata saat itu aku bukan hanya menentukan Cleopatra, aku juga menentukan kamu yang Allah ijinkan untuk mulai hadir dalam hidupku.

"Cleopatra, aku juga salah satu pengagumnya. Wanita hebat yang luar biasa" Kalimat itu yang kamu gunakan untuk membuka jalan kedekatan.  "Betul, wanita sempurna, cantik & melek politik" aku mengiyakan. Tapi kamu malah menyanggah "Sempurna? Kecantikannya mungkin iya. Kegigihannya mengejar ambisi, kemampuannya menaklukan & mengendalikan Caisar, dunia mengakuinya. Tapi ada yang lebih sempurna dari Cleopatra" Begitu kamu memaparkan.
"Oh iya? Siapakah dia? Ratu Elizabeth? Margaret Teacher? Indira Ghandi?" Aku penasaran
"Bukan, wanita yang lebih hebat itu sama-sama dari Mesir"
"Hmm, siapa ya, wanita hebat dari Mesir selain Cleopatra?"
"Dia pengukir sejarah Mesir yang diabadikan dalam Qur'an"
"Asiyah istri Firaun?" Aku memastikan.
"Asiyah binti Muhazim" kamu membetulkan.

Kamu tahu? Sejak itu aku betul-betul terpesona dengan Asiyah & kehidupannya.
Asiyah, ratu surga ternyata sangat jauh lebih hebat, lebih cerdas, lebih berwibawa, lebih mulia dari Cleopatra.
Kamu tahu? Dari Asiyah aku belajar bahwa wanita surga, ditengah badai ujian yang mendera, dia tetap selalu menciptakan surga untuk orang-orang di sekelilingnya.
Aku juga belajar bahwa wanita surga Allah hadirkan di dunia untuk mengawal & membersamai hidup lelaki surga yang Allah turunkan ke dunia. Asiyah sang ratu surga Allah hadirkan untuk melindungi, mendidik & menuntun Musa membumikan kalimat tauhid.  Kamu tahu? Aku bersyukur lewat kamu aku bisa mengenal Asiayah. Dari Asiyah, aku lalu mengenal wanita ratu surga lainnya. Aku bersyukur. Aku berterima kasih pada Allah yang lewat kedekatanmu denganku, Allah tuntun aku pada kebaikan.

Di sini, di perpustakaan paling mewah di negri ini, aku semakin asyik menelusuri aneka ilmu tentang keislaman. Tentang tokoh-tokoh yang pernah kau ceritakan.
Aku di sini. Di meja yang paling nyaman. Di sudut perpustakaan. Kamu tahu? Ruangan ini serasa lebih hidup & lebih berwarna ketika kamu pun hadir di sini. Seperti siang itu. Siang yang menghantarkan pertemuan kesekian antara kamu & aku.
"Hari ini kamu belajar apa?" Kamu menyapaku.
Aku hanya menunjukkan cover buku.
"Ibunda para ulama?" Kamu bertanya & aku mengangguk.
Di tempat ini kita memang tidak boleh intens berbincang.
Aku melihat sekilas cover buku yang kamu pegang. Ada kata "menikah" diantara deretan kalimatnya.
"Kamu mau menikah?"  Aku ingin menyampaikan tanya itu. Sayang kamu malah mengangkat telpon & menyampaikan isyarat untuk keluar.
"Apakah kamu akan menikah? dengan siapakah? Kapankah" tanya itu tiba-tiba menyerbu benakku. Tapi aku mencoba menepis. Kamu bukan siapa-siapaku. Hanya sekedar teman membaca. Itu saja. Pertanyaan & tepisan seolah bertarung, hingga hadirmu kembalipun tak kusadari.
"Andiny, ini kakakku, Adlan"  aku mengangguk "Andiny". Jawabku pendek.

Kamu & Adlan memilih tempat duduk. Tapi tak didekatku.
Aku mencoba tak peduli. Tapi tidak bisa.
Akhirnya aku memilih pulang. Sengaja aku tak pamit pada kalian, karena takut mengganggu obrolan yang tampak sangat hangat. Hanya saja, aku merasa kamu & Adlan mengantarkan kepulanganku dengan tatapan.


Satu putaran purnama berlalu. Dua kali aku singgah di perpustakaan sekedar ingin menulusuri barangkali ada koleksi baru yang memikat hati. Sembari berharap berjumpa lagi dengan kamu. Tapi kamu tidak ada. Bahkan chat sosmed dari kamu pun seolah ikut tetirah. Tak seperti biasanya.
Ingin rasanya menyapa duluan. Tapi untuk apa? Tentang apa? Tentang menikah? Itu bukan haiku.

Pekan keenam, akhirnya sapamu yang kutunggu datang juga.
"Andini apa kabar?"
"Alhamdulillaaah baik, Zamzam sendiri gimana kabarnya?"
"Alhamdulillaaah baik"
"Andini, kamu tahu apa itu taqdir?"

Aku tercenung. Kenapa tiba-tiba kamu membahas tentang taqdir?

"Ketetapan Allah yang sudah terjadi" aku mencoba menjawab sebelum kamu menjelaskannya.
"Taqdir adalah suratan kisah terindah yang Allah tuliskan untuk setiap hamba-Nya. Allah sengaja jadikan semuanya sebuah misteri yang Dia simpan di lauhul mahfudz. Justru karena misteri, sebagai hamba kita mendekat & meminta agar Allah berikan kita apa yang kita pinta. Kita berdo'a, melangitkan harap agar apa yang Allah tuliskan seperti apa yang kita semogakan. Tapi Allah yang tidak tersekat ruang & waktu hanya menuliskan taqdir terbaik untuk hamba-Nya.
Kamu tahu kan Andini, salah satu taqdir yang Allah tetapkan adalah jodoh?"

Aku tercenung. Zamzam, apakah kamu memang akan segera menikah? Apakah buku yang waktu itu kamu baca adalah untuk persiapannya? Aku ingin menyampaikan dua tanya itu. Tapi tak berani.

"Iya aku tahu, ada beberapa yang Allah tetapkan, diantaranya : jodoh, ajal, & rizqi" hanya itu yang bisa kutuliskan.
"Betewe, kamu punya target kapan untuk pernikahan? Kamu bertanya. & debaran jantungku kian mengencang.
"Ya begitu Allah berikan yang terbaik, artinya Allah menilai aku telah pantas & telah sampai pada waktu terbaik"
"Kalau ada lelaki yang sholeh, yang siap membimbingmu menuju surga, apakah kamu akan menerimanya?"
"Jika aku tidak punya alasan untuk menolaknya, aku akan menerimanya. Apalagi jika jelas lelaki yang datang adalah lelaki yang sholeh"
"Kamu yakin? Kamu tidak sedang menantikan seseorang, atau tidak sedang berproses dengan seseorang?"

Ah, kenapa kamu jadi berbelit-belit?

"Tidak" jawabku yakin.
"Ada lelaki sholeh, ia siap membimbingmu menggenapkan agamamu. Dia ingin bersamamu membangun rumah tangga, rumah surga. Aku bersaksi atas kesholehannya. Aku bersaksi bahwa dialah lelaki terbaik untukmu" kamu pun tak kalah kuat untuk membuatku semakin yakin.
"Siapakah orangnya?"
"Andini, kita sama-sama faham kan kalau cinta akan Allah tumbuhkan setelah manusia Allah satukan dalam pernikahan? Kita sama-sama tahu kan kalau cinta yang paling indah & paling suci adalah cinta setelah aqad diucapkan? Kita sama-sama yakin kan kalau kebersamaan dalam ikatan penikahan, Ketika dua insan mulai saling membimbing, saling menuntun, saat itu akan tersemai subur rasa cinta & kasih sayang? Kamu percaya & yakin kan?"
"Iya, aku yakin"
"Andini, kamu yakin kan kalau orang sholeh pilihan Allah adalah yang terbaik?
"Iya"
"Andini, Adlan kakakku, sejak pertama kali mengenalmu, ia ingin kamulah yang jadi pendamping hidupnya, penyempurna agamanya.apakah kamu bersedia?"


Tidak ada komentar:

Posting Komentar