Rabu, 30 Oktober 2019
Aku Bukan Cleopatra
Bagian ketiga
Aku Bukan Cleopatra
Bagian 3.
Adzan subuh baru 10 menit lalu berkumandang. Tapi suara-suara dari dapur mulai terdengar ramai gemerincing. Sepertinya Bi Enay telah memulai tugas besarnya.
Kuselesaikan dulu hajatku pada ilaahi robi subuh ini. Larut dalam lantunan do'a-do'a saat bersujud. Syahdu dalam dzikir menyebutkan indah asmaNya.
"Ada yang bisa Din bantu, Bi?"
"Eeeh, Neng Din, udah aja Neng mah luluran, biar bibi aja yang masak"
"Gapapa, Bi, lulurannya bisa nanti" jawabku
"Iya, Bi, biar nanti pas ditanya ini masakan siapa, kan bisa bilang kalau ini masakan Andiny" tiba-tiba mama sudah ada d belakangku.
"Apa yang kurang Bi?" tanya mama
"Sayuran, Bu, kalau ayam sama daging udah cukup"
Dan Bi Enay sepertinya mengeluarkan persediaan buat sepekan.
"Banyak amet, paling yang datang cuma 3 atau 4 orang, Ma" aku memandang mama.
"Sekalian nanti buat ngirim tetangga" jawab mama.
Jam 8 pagi. Masih pagi. Tapi semua hidangan sudah siap.
"Nanti aja ditatanya, nanti mau dihangatkan dulu" pesan mama.
"Andini, coba pastikan, berapa orang yang datang" pinta mama.
"Baik ma"
Aku membuka handphone. Ada rasa yang tak kumengerti ketika ku coba mencari nama di daftar kontak : "Mas Adlan" Lalu kukirimkan pesan :
"Assalamualaikum, apa kabar Mas, semoga selalu dalam kebaikan. Mas, nanti ke rumahnya sama siapa aja?"
"Wa'alaikum salam... In syaa Allah berempat, Abi, Umi, Mas & Zamzam"
"Baik Mas"
Kucari daftar kontak yang Lain, Mak Oti, tukang pijat & lulur langgananku.
Tapi tiba-tiba, WhatsApp menunjukkan ada pesan masuk dari Nura. Aah, anak ini kemana aja. Kalau udah ke gunung, susah banget dihubungi.
"Andin, aku dengar sesuatu tentang kamu yang bikin aku cukup kaget"
Nura, kenapa dirimu selalu to the point, tanpa basa basi?
"Apa Nur?"
"Kamu mau tunangan sama Adlan, kakaknya Zamzam? Ga salah?"
"Siapa yang ngasih tahu Nur, Zamzam?"
"Iya, siapa lagi"
"Iya Nur"
"Andini, dengerin aku ya. Aku akan katakan sesuatu"
"Jangan pake voice message, please"
"Oke, baca nih ya baik-baik, Zamzam itu suka & cinta sama kamu, bagaimana mungkin kamu malah memilih Adlan"
Allahu Akbar. Jantung & hatiku sengaja kuiringkan dengan takbir agar gemuruh & debarnya teredam.
Ya Allah, aku harus membalas apa?
"Nur pertama, bagiku Adlan adalah pilihan Allah untukku... Kedua, Zamzam tidak mencintaiku Nur. Kalau dia mencintai aku, dia akan memperjuangkan aku, seberat apapun rintangan yang harus dia hadapi, bahkan kakak atau ibunya sekalipun. Kalau dia mencintai aku, dia akan meyakinkan ibunya, kakaknya & keluarganya. Kalau dia memilih untuk mundur, berarti dia memang tidak mencintai aku. Siapa yang benar-benar memperjuangkan aku, itulah yang mencintai aku. Bagaimana mungkin seseorang bisa membahagiakan aku, kalau untuk memperjuangkannya saja tidak mau?"
"Andini, aku telpon ya?"
"Maaf Nur, mak Oti udah dateng, nanti disambung ya, aku matiin dulu HP-nya”
Kadang melindungi diri dari aura negative, dari siapapun itu, apapun alasannya, itu sangat penting. Aku tahu, aku layak bahagia & aku harus merancang kebahagiaanku dulu sebelum Allah menetapkannya.
Pintu diketuk.
"Neng, mak Oti masuk ya" suara perempuan setengah baya.
"Iya Mak, bentar" aku bergegas ke pintu.
"Bawa lulur apa aja Mak?”
“Ada melati, kenanga sama delima”
°Boreh ada Mak?”
°Ada, tapi ini kan untuk acara spesial, bagusnya yang tiga tadi"
”Boreh aja Mak“
Tangan Mak Oti lembut, tapi bertenaga. Nyaman rasanya kalau tangan itu sudah mengurut tubuh. segar karena peredaran darah jadi lancar. Ditambah aroma paduan rempah boreh yang khas. Semakin menyegarkan & merilekskan.
“Jangan terlalu dipikirkan Neng, jadi tegang nih otot-ototnya ”
Hmmm, aku yakin mak Oti tidak tahu apa yang sedang kupikirkan.
Waktu menunjukkan pukul sepuluh. Aku tahu, Adlan pasti tepat waktu seperti adiknya.
“Itu kebiasaan keluarga kami“ begitu Zamzam pernah bilang.
Kemeja putih dengan jas abu muda. Cukup membuat Adlan bercahaya dengan mata teduhnya. Uminya bergaun brukat merah tua, senada dengan dengan abinya. Dan Zamzam dengan kemeja biru mudanya. Keluarga yang tampak sangat hangat & akrab.
Keakraban yang cepat menular pada kami dirumah ini. Bapak nampak senang menyambut semuanya.
Bi Enay menghidangkan aneka kue-kue & minuman di meja. Aku membantu.
Aku tahu. Adlan menatapkku.
Ramah tamah yang hangat. Semua tampak gembira dengan obrolan ringan pembuka.
Hingga tiba saatnya bapak bertanya.
"Bapak, ibu & nak Adlan, terima kasih sudah mau bertamu, jika boleh bertanya, apakah kedatangan ini membawa maksud tertentu?"
”Terima kasih telah menerima kami dengan baik. Kami datang ke sini dengan maksud yang baik, yang harapannya akan membawa kebaikan untuk kita semua” begitu abi Adlan menjawab dengan kalimat pengantar. Lalu Abi menatap Adlan.
"Saya, Adlan Pak, bermaksud meminang putri Bapak, apakah bapak berkenan menerima?“ Adlan mengutarakan.
”Saya adalah bapak dari Andiny, saya memang walinya, tapi untuk pinangan tentu yang bersangkutan sendiri yang harus menjawab“
Semua mata menatapkku.
“Bagaimana Andini, apakah bersedia?”
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar