Senin, 18 November 2019

Aku Bukan Cleopatra part 11

Part 11.
"Andin, bangun Andin"
Ada usapan tangan basah di wajahku.
Aku mencoba membuka mata.
Bapak, wajahnya basah.
Bapak mengusapkan tangannya ke wajah basahnya. Lalu mengusapkan air di tangannya ke wajahku.
Ada do'a yang diucapkan bapak.
Ada ketenangan dari usapannya.
Alm mama pernah bilang kalau bapak selalu mengusapkan air wudhu sambil melantun do'a "Robbi habbli minashsholihiin waj'alhu robby rodiya" bahkan sejak aku dalam kandungan.
Setelah lahir sampai aku SD, bapak selalu mengusapkan air wudunya ke rambut sampai  wajahku.
Kenangan itu menyejukkanku.
Kesejukan itu kini membangunkanku.

"Bapak, ada apa?"
"Andin, kamu berteriak memanggil nama Adlan"
"Oh ya?" aku bertanya.
"Kamu bermimpi?"
Aku mengingat-ngingat.
"Iya Pak, sepertinya Andin mimpi"

"Andin, nanti pagi gaunnya mama masukin loundry dulu ya"
Aku menganngguk.
"Sekarang jam berapa ma?" aku bertanya
"Jam setengah tiga" jawab mama.
"Andin, ada yang ingin kamu ceritakan ke bapak?" bapak menatapku.
Aku menggeleng. Bapak, pasti sudah lelah dengan pembatalan pernikahan ini. Aku tak boleh menambah bebannya lagi.

Bapak memelukku. Mengusap-ngusap kepalaku.
Aku menangis lagi.
Iya, aku sedih.  Tapi aku berusaha untuk tidak kecewa.

"Andiny mau sholat dulu ya Pak"
Aku mohon ijin.
Bapak mengangguk.
Lalu turun bersama mama, bersama gaun pengantin yang penuh dengan bercak-bercak darah.

Sepi. Sunyi. Hening.
Hanya bisikan do'a dalam lantunan mukjizat Al Quran.
Kubisikan ke langit.
Ku bisikan pada pencipta kehidupan.
Kusampaikan aku ridho dengan semua suratan.
Ku utarakan aku hanya minta ditemani dan dikuatkan.
Aku tahu, tidak ada ujian kehidupan yang terlalu berat. Yang ada adalah hati yang tak ridho & tak mau ta'at. Hati yang tertipu oleh kemilau dunia.

Aku memang memimpikan pernikahan yang penuh kemegahan. Aku telah merancang semuanya.
Sakit rasanya menyaksikan semua mimpi hancur di depan mata.
Namun apalah daya. Aku hanya manusia yang hidup dalam sekat ruang dan waktu.
Aku hidup d sini. Di duniaku. Di rumahku. Apa yang ada dibalik dindingnya aku tidak tahu.
Aku di sini, di waktu ini, hanya bisa melihat waktu yang telah berlalu, apa yang terjadi di depan aku tak kan pernah tahu.
Aku hanya tahu, apa yang Allah taqdirkan adalah kebaikan. Karena hanya Dia-lah dzat yang tidak terbatas ruang & waktu.
Allah tahu semuanya. Bahkan apa yang ada jauh di lubuk hati.
Allah Yang Maha Awal, Allah Yang Maha Akhir. Allah Yang Maha Tahu. Allah Yang Maha Mengatur. Allah Yang Maha Baik.
Aku hanya harus berbaik sangka pada-Nya karena semua yang Allah berikan adalah kebaikan.
***

Handphone ku bergetar. Ada pesan masuk.
"Mba, aku betul-betul minta maaf, harusnya aku mencuci gaun pengantinnya sebelum aku kasih ke Mba Dinda. Mas Zamzam tadi malam menegurku"
"Gapapa Dinda, its oke. Nanti mama mau bawa gaun itu ke loundry"
"Mba baik-baik saja?
"Alhamdulillah" hanya itu yang bisa ku jawab.
"Alhamdulillah" Dinda membalas.
"Mba Andini nanti mau ke RS?"
"In syaa Allah, tapi ga tahu jam berapa.
"Aku sama Mas Zamzam, in syaa Allah hari ini mau seharian di RS, mba Andin bisa istirahat.
"Iya" hanya itu yang bisa kujawab.
"Mba Andini, maafkan Dinda ya"
"Sama-sama".
Aku menutup Handphone ku. Tapi tak lama. Karena ada pesan baru masuk.
"Andini, jam 10-an kamu kosong ga?" Nura, dengan kebiasannya, menyampaikan sesuatu tanpa basa basi.
"Kosong, in syaa Allah".
"Ga ke RS?"
"Ke RS, tapi ga tahu jam berapa"
"Temenin aku ya, aku harus beli kain, ada custumer minta dibuatkan seragam untuk acara wisuda"
"Oke"
"Thanks dear"
"Sama-sama".

Sahara Textile. Toko langganan Nura. Koleksinya lengkap & berkelas. Nura selalu mencari kain termahal dahulu. Setelah itu baru membandingkan dengan yang lainnya. Biasanya Nura mengambil yang menengah.
"Cari yang terbaik dulu, baru kita  bisa memilih yang paling baik" Begitu prinsip Nura.  Aku tak begitu faham maksudnya. Hanya bisa mengiyakan. Hanya bisa menemani & memberi saran.
Jika.Nura mencari kualitas dari harga termahal. Aku mencari yang paling unik. Tak peduli dengan harga. Jika kain itu tak banyak dipasaran modelnya, aku akan membelinya.

Nura tengah melihat koleksi batik sutra.
Untuk acara wusuda nampaknya batik tetep jadi primadona.
Handphone ku berdering.
Ada panggilan masuk.
Dari Umi
"Assalamualaikum. Iya Mi, ada yang bisa Andiny bantu?"
"Andini lagi di mana?"
"Lagi nemenin Nura, belanja kain"
"Bisa ke rumah umi?"
"Bisa Mi, sebentar, Andin segera ke sana"
Kupikir tak perlu lagi bertanya ada apa atau mengapa.

"Nura, aku harus ke rumah umi"
Nura menatapku, cemas.
"Ada apa?"
"Aku ga tahu, cuma di suruh ke sana sekarang"
"Iya gapapa, nanti gampang, aku bisa pulang naik taxi"
"Maaf yaa".

Aku memacu mobilku.
Sayang, jalanan tengah tak bersahabat. Banyak titik kemacetan memperlambat.

"Assalamualaikum, aku langsung masuk.
Terdengar suara lantunan Quran.
Rasanya aku pernah mendengar suara itu. Ayat itu. Mungkinkah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar