Selasa, 05 November 2019

Aku Bukan Cleopatra

Part 5

Aku hanya kenal Dinda sebagai pustakawan yang bertugas di meja sirkulasi.  Aku hanya bertegur sapa saat ada transaksi.  Dinda yang cantik, ramah & help full. Aku tak pernah menyapa Dinda di luar itu. Aku juga tak menyimpan nomornya.
"Nur, apa kamu menyimpan nomor kontak Dinda?" aku mencoba menelusuri.
"Tidak, coba tanya Zamzam"
What? Nanya Zamzam? Rasanya tidak etis.
Kucoba buka website perpustakaan digital.  Menelusuri bagian profile & organisasi.
Ada nama Dinda. Tapi tidak ada nomor kontaknya.
Nanya ke bagian informasi? Tidak mungkin juga dikasih.
Aku coba kembali ke bagian profile, berharap ada staff yang aku kenal. Tidak ada.
Aku coba cek link partner.
Ada A&Z IT Consultant. Perusahaan konsultan IT milik Adlan.
Ada beberapa link perpustakaan. Tapi rasanya tidak mungkin juga menelusuri sejauh itu.

Akhirnya aku kontak Nura kembali.
"Nur, bisa minta tolong cariin kontak Dinda ga?"
"Emang ada kepentingan apa, Andini? mau pedekate ya?"
"Iya emang mau pedekate, kan nanti mau jadi saudara"
"Kenapa ga tanya Zamzam?" Nura kembali bertanya.
"Ngga lah, Zamzam itu kan calon adik iparku. Ipar itu racun"
"Duh sebegitunya?". Nura menambahkan emoticon kaget.
"Laah emang ada haditsnya. Tapi jangan tanya, aku ga hafal"
"Oke deh, bentar"

Sambil menunggu aku berfikir. Apa yang harus aku lakukan. Bertanya ke Adlan? Bertanya tentang rencana pernikahan Zamzam yang mendadak? Aku sungkan.

"Ini nomornya Dinda", akhirnya Nura menemukan.
Dengan berdebar, kusapa Dinda.
"Assalamualaikum, Mba Dinda, kenalkan saya Andiny, pengunjung setia Perpustakaan Digital AMM, mudah-mudahan Mba Dinda ingat ya"
"Ooh, Mba Andiny, iya saya ingat, apa kabar Mba, lama ga kelihatan di AMM"
"Alhamdulillah baik, iya nih, sebenarnya pengen ke AMM, tapi belum sempat"
"Semoga suatu saat bisa mampir lagi"
"In syaa Allah.  Mba Dinda, boleh ga saya menanyakan sesuatu yang sifatnya pribadi"
"Boleh, apa yang bisa saya bantu?"
"Ngga Mba, dengar kabar Mba Dinda mau nikah nih minggu depan ya?
"Iya, in syaa Allah, Mba Andini tahu dari Zamzam kah, atau dari Adlan.  Maaf nih Zamzam jadi ngeduluin Adlan?"
Aku tak berani menjawab.
Hanya bertanya dalam hati.  Jadi, Dinda sudah tahu semua?
Mengapa Adlan atau Zamzam tak mengabari?
Ah, mereka memang sangat sibuk dengan pekerjaannya.
"Selamat ya Mba, pasti lagi sibuk. Boleh ga saya main ke rumah Mba Dinda, siapa tahu ada yang bisa saya bantu"
"Hayu sini, biar kita bisa tambah dekat"
Dinda memang selalu ramah.

**********

Rumah yang sederhana.  Rumah type 60 sepertinya.  Ditambah sedikit halaman di samping & teras yang cukup untuk memarkikan motor.
"Assalamualaikum" aku mengetuk pintu.
"Wa'alaikum salam" Seorang ibu membukakan pintu. Nampak banyak lelah di gurat wajahnya.
"Dinda ada Bu?" aku menyodorkan kedua tanganku menyalami tangan yang penuh kerutan.
"Ada, ayo masuk"

Tidak ada kursi tamu.
Yang ada hanya selembar karpet & beberapa bantal duduk. Ruang tamu sederhana yang tampak nyaman.
Aku duduk. Baru saja hendak ku keluarkan Handphone untuk menemaniku di saat menunggu,  Dinda sudah di depanku.
"Mba Andini, tadi nyasar ga ke sininya"
"Alhamdulillah ngga"
"Alhamdulillaah, mau minum apa Mba?"
"Apa aja, ngga usah ngerepotin"
"Suka lemon tea ga? Aku buatkan ya?".
"Itu minuman kesukaanku" jawabku.
Dinda tersenyum. Ia masuk kembali.

Aku membuka handphone,
Ada pesan masuk dari Umi Adlan. Ada juga dari Adlan.  Ada juga pesan dari Zamzam. Kenapa bisa kompak begini?.
Aku belum berani buka.
Ku coba telusuri pesan lain dari group kuliah, dari group reseller, & beberapa group lain.
Tidak ada yang terlalu penting.

"Minum dulu, Mba". Andini membawakan dua gelas lemon tea hangat.
"Sudah mulai cuti nih Mba Dinda?" tanyaku.
"Iya, ini semua mendadak"
"Iya Mba, kalau sudah waktunya, Allah pasti kasih jalan"
"Mba Andini kapan, tgl 20 ya? Sudah sebar undangan?
"Belum, Mba Dinda sendiri bagaimana udah sebar undangan?"
"Karena semua serba mendadak hanya beberapa yang dikasih tahu"
"Udah nyiapin apa aja nih, udah mulai perawatan?"
"Perawatan aku sebisanya aja"
"Untuk gaunnya gimana sudah siap?"
"Semua umi Zamzam yang nyiapin, termasuk seragam keluarga & orang tua"
"Untuk fotografi?"
"Ada temen di AMM yang nanti mau bantuin"
Aku tidak tahu apa lagi yang harus aku tanyakan.
"Mba Dinda tahu banyak ga tentang Umi & Abinya  Adlan & Zamzam?" Dinda balik bertanya
"Sepertinya sih mereka orang tua yang baik & penuh pengertian"
"Iya sih, kelihatannya begitu"
"Mba Dinda beruntung nih bisa menikah cepat. Perempuan yang barokah itu kan yang cepat nikahnya & mudah maharnya"
"Iya, alhamdulillah, semua sudah skenario Allah,  aku juga ga nyangka. Aku bersyukur banget. Zamzam itu orangnya sholeh banget. & yang terpenting Zamzam-lah satu-satunya pria yang mau menerima kekuranganku. Beberapa pria sholih yang melamarku biasanya mundur setelah aku ceritakan kekuranganku, tapi Zamzam tidak.  Dia bilang ingin menuntunku menuju kesembuhan & kesempurnaan sebagai wanita.  & aku berjanji, aku akan berjuang untuk membahagiakannya.  Akhirnya, setelah sekian lama menunggu, Allah berikan juga pertolongan untukku" Dinda bercerita panjang lebar.  Aku mencoba mencerna setiap kata yang diucapkannya. Kekurangan apakah yang dimaksud?  Tapi aku tak mungkin juga bertanya.

******

Allah tidak pernah salah memilihkan jodoh. Setiap taqdir Allah itu indah, seberapa perih pun taqdir itu terasa. Allah hanya memberikan yang terbaik. Allah pilihkan pasangan tentu tidak sembarangan. Allah pilihkan untuk saling menyempurnakan.  Allah tahu siapa pantas untuk siapa.  Allah tahu siapa yang mau berlapang dada menerima kekurangan pasangannya, itulah yang Allah pilihkan. Allah tahu kebaikan siapa yang akan menutupi kekurangan pasangan, itulah yang Allah berikan.
"Mba Dinda memang pantas mendapatkan Zamzam" hanya itu yang bisa kukatakan.
"Mba, aku harus pamit nih, umi Adlan minta aku menemani belanja, nampaknya untuk hantaran nikahan mba Dinda nanti, ada permintaan spesial kah?"
"Semua sudah aku sampaikan ke Zamzam".
Aku memeluk Dinda.

Dinda, dia wanita beruntung. Aku tahu pria seperti apa yang akan menikahinya.
Aku lebih mengenal Zamzam dibanding Adlan. Tapi aku berharap apa yang dikatakan Zamzam benar, bahwa Adlan lebih baik dari Zamzam.

******
Seperti bidadari.  Itu yang bisa kugambarkan tentang cantiknya Dinda dalam gaun pengantinnya. Zamzam beruntung mendapatkan Dinda.
Semua bersiap.
Rombongan pengantin pria diterima dengan sambutan & tatakrama yang hangat.
Al Quran dibacakan sebelum Aqad diucapkan.
"Sah".... Begitu para saksi menyebutkan. Fotografer sibuk mengabadikan moment. Teman & keluarga dekat juga ikut mengabadikan denga gadget mereka. Aku juga.
Aku mencari wajah Dinda.
Ada air mata bahagia di matanya.  Namun, tiba-tiba badannya tampak lemas & lunglai. Dinda pingsan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar