Rabu, 04 Desember 2019

Aku Bukan Cleopatra part 17

"Zamzam ada di RS, Mi?"
Aku mencoba menenangkan diri.
"Belum, tadi masih di kantor waktu umi telpon"
"Lagi di jalan?"
Aku memastikan"
"Iya"
"Mas Adlan masuk ICU, Mi?"
"Iya"
"Umi" aku menarik nafas panjang.
"Apa Andin harus ke RS sekarang?"
Umi diam.

Aku melihat sekeliling. Mencari Dinda. Dinda di depan. Tampaknya Dinda tengah muntah. Aku mendekati.
Aku bingung.  Dinda muntah darah.
Dengan sarung tangan musim dinginnya, Ustadz Riza menepuk-nepuk punggung Dinda sambil terus melantunkan ayat-ayat Allah.

Aku tak mungkin meninggalkan Dinda. Tak mungkin juga meminta Zamzam untuk kembali. Perlu waktu satu jam untuk menempuh perjalanan. Itupun jika tidak ada titik kemacetan.

"Umi, in syaa Allah Mas Adlan akan sembuh" akhirnya kupilih kata-kata itu.
"Andin yakin Mi"
"In syaa Allah besok Andin secepatnya ke RS, Dinda belum bisa ditinggal"
Terdengar suara isak tangis di telpon.
"Mi, waktu tanggal pernikahan, Andin mimpi Adlan memanggil Andin. Dalam mimpi itu Adlan bilang kalau Andin & Adlan ajan menggunakan mahkota cahaya. In syaa Allah Adlan akan sembuh. Umi yakin ya" aku mencoba menenangkan.
"Malam ini Andin akan sholat tahajud & berdoa' khusus untuk kesembuhan Mas Adlan. Umi juga ya. In syaa Allah do'a umi lebih maqbul. Umi sabar ya" aku meminta.
"Adlan sudah ditangani dengan baik di ICU" suara di telpon sana berganti suara Zamzam. Aku bersyukur Zamzam sudah di sana.
"In syaa Allah Adlan akan membaik" aku tidak tahu, kepada siapa ucapan itu ditujukan, kepadaku, atau kepada umi.
"In syaa Allah" jawabku.
"Kakak pamit dulu ya" aku mengakhiri percakapan.
Lega rasanya Zamzam tak bertanya tentang kondisi Dinda.

Kusimpan Handphoneku.
Kudekati Dinda.
Dinda masih muntah.
Aku khawatir.
Kulayangkan pandang. Mencari bantuan. Tapi team Ustadz Riza juga Tenga sibuk. Alisha berguling.
Bu Aina dipeluk erat anaknya agar tak maju menyerang ustadz Riza yang terus melantunkan Al Quran di sebelah Dinda.
Tiara tampak menangis sambil mencakar karpet.
Bu Fatma muntah-muntah hebat.
Tania khusyu menyimak.
Akhirnya aku cuma bisa diam.
Dan air mataku menderas lagi.

"Ibu-ibu sekalian, mari kita membacakan Al Ikhlas, Al Falaq & AnNaas, sambil mengangkat tangan kita & meniupkannya"
Semua mengikuti arahan Ustadz Riza, kecuali Alisa.
Dua orang team Ustadz Riza duduk seolah berjaga di dekat Alisa.  Satu orang menyipratkan air ke wajah Alisa.

Aku beranjak ke dapur. Ingin membuatkan teh hangat untuk Dinda. Pasti lemas sekali.
Ketika hendak kusodorkan. Ustadz Riza mengisyaratkan untuk tidak memberikan teh itu.
"Ustadz Raihan, tolong madu"
Seorang team berjalan menuju lemari obat. Mengambil sebotol madu & be era pa sendok plastik, lalu memberikan sesendok  pada Dinda.
Tidak hanya Dinda ternyata. Semua yang ada diruangan masing-masing mendapatkan sesondok madu.

Seperti sebelumnya, Ustadz Riza menanyakan kondisi setiap peserta & mencatatnya.
"Alisa, bisa mengendalikan diri & menguasai hatinya tidak? Usahakan jangan berteriak & berguling lagi ya. Kendalikan & kuatkan"
"Baik Ustadz" Alisa menjawab pendek.
"Ibu Aina juga, banyak-banyak istighfar ya Bu"
"Rasanya badan saya panas saat mendengarkan ayat2 Quran yang dibacakan Ustadz"
"In syaa Allah semakin sering mendengarkan, ibu akan semakin membaik" papar Ustadz Riza.
"Aamiin" bu Aina mengaminkan. Aku juga.
"Mba Dinda, alhamdulillah muntah darah ini pertanda bagus, artinya, sihir yang selama ini ada dalam tubuh Mba Dinda keluar".
Dinda menganngguk dalam lemah & lemas.
Aku bersyukur.

"Baik ibu-ibu, kali ini kita selesai sampai di sini. Nanti bada Isya akan ada pemaparan materi dari Ustadz Maulana mengenaik tazkitayunnafs"

Aku menghampiri Dinda.
"Ke atas yuk"
Dinda menganngguk.
Wajahnya pucat. Tapi mulai ada cahaya yang sulit kugambarkan. Dinda nampak cantik malam ini.

Makan malam telah tersedia. Aku mengambilkan untukku, juga untuk Dinda.
Tania sudah di kamar.
Ia menyisir rambut panjangnya yang seharian tersembunyi di balik khimar.
 Wajah putihnya nampak terawat.
"Makan yuuk" ajak Tania.
Aku & Dinda duduk di dekat Tania. Menikmati sajian makan malam. Nasi kotak lengkap dengan dua lauk hewani, satu lauk nabati
sayur & sambal.

"Mba Tania, sakit apa, sepertinya mba paling tenang diantara semua" aku memberanikan diri bertanya.
"Dulu aku seperti Alisa. Lebih parah malah. Aku sering mencakar roqi"
"Roqi?" Dinda bertanya.
"Iya, roqi itu peruqyah"
"Ooh" aku & Dinda spontan kompak.
"Aku sudah berobat kemana-mana, terakhir terapi di rumahku oleh Ustadz Ade, aku dimandikan air bidara.
Sekarang ingin ikutan lagi, untuk mendeteksi apakah masih ada gangguan atau tidak"
"Maa syaa Allah, nampaknya Mba Tania udah sembuh"
"Tapi aku masih ingin ikhtiar, aku masih berharap Allah berikan aku jodoh. Aku merasa masih terhalang jodoh. Kata salah satu ustadz, itu juga salah satu bentuk sihir"
"Usia Mba Tania berapa?" aku bertanya
"Empat puluh dua"
Aku sedikit kaget. Wajah cantik yang tampak masih muda itu ternyata sudah masuk kepala empat. Aku pikir semua orang akan berfikir sama seperti aku.
"Masa sih? Aku pikir dibawah usia Mba Alisa loh".
Tania tersenyum.
"Mba kerja?" tanyaku.
"Aku usaha"
"Bidang apa mba?"
"Rias pengantin & busana pengantinnya juga"
"Pantes awet muda" timpal Dinda
"Tadi Mba Andin terlihat reaksi juga ya, nangis, apa kena gangguan juga?" Tania menatapku.
Aku jadi berfikir, apa mungkin aku kena gangguan juga?
"Mba Andini ujiannya berat Mba,  pernikahannya batal karena ikhwannya kecelakaan & sekarang masih koma" Dinda membantu menjelaskan.
"Inna lillaah, pasti berat banget ya"
Aku hanya menganngguk. Kerongkonganku tercekat. Teringat percakapan tadi di telpon.
"Mba Andini & Dinda adik kakak ya?"
"Suami saya adiknya ikhwan calonnya Mba Andini yang sedang koma" Dinda kembali memaparkan.
"Kata orang, koma itu seperti sedang hidup dalam sebuah lorong, mereka bisa mendengar suara orang-orang disekelilingnya, tapi tidak bisa melihat. Mereka bicara, tapi kita tak mendengar".
Adzan Isya berkumandang. Tepat ketika kami sudah menyelesaikan makan siang kami.
"Jamaah yuk", aku mengambil inisiatif.

Tidak seperti sebelumnya, ruangan terapi sekarang nampak dihadiri banyak orang.
Beberapa tampak sibuk memasang penerangan. Lampu tambahan. Ada juga dua orang yang sibuk memasang alat perekam. Nampaknya akan disiarkan. Aku sedikit cemas.
Kudekati salah satu ustadz team Ustadz Riza.
"Ustadz, ini akan disiarkan langsung?"
"Iya, live lewat FB & Youtube chanelnya Ustadz Maulana"
"Nanti ibu-ibu yang diterapi ini juga akan live disiarkan?"
"Ngga Mba, hanya ceramahnya Ustadz Maulana aja, sesi ruqyah tidak akan disiarkan"
Aku menganngguk. Lega rasanya.

Ustadz Maulana tiba. Suasana hening. Nampaknya beliau sangat disegani. Terlihat semua  ustadz yang hadir menyambutnya dengan penuh hormat.

"Baik hadirin semuanya, hamba Allah yang dirahmati Allah, baik yang menyimak live melalui FB & chanel Youtube maupun yang hadir di sini, Assalamualaikum wr wb"
Kami menjawab salam.
"Alhamdulillah wa syukru lillaah,  wa bini'matillaah, kita bisa hadir di majlis ilmu ini, semoga Allah memberkahi pertemuan kita kali ini.  Baik hamba Allah semuanya. Kali ini saya akan membahas bagaimana pentingnya membersihkan hati untuk menjaga kesehatan kita, & bagaimana  pengaruh bersihnya hati terhadap kesehatan manusia baik secara fisik maupun psikis, baik secara jasmani maupun rohani"
"Bapak ibu, dalam sebuah hadits dikatakan bahwa dalam tubuh manusia ada segumpal daging, jika baik maka baiklah seluruh tubuhnya, jika rusak, maka rusaklah seluruh tubuhnya & segumpal daging itu adalah hati"

Aku menyimak.
Dinda menguap.
Beberapa peserta tampak lelah & mengantuk. Sayangnya ternyata rasa kantuk itu menular.
"Ibu-ibu, perhatikan baik-baik, yang mengantuk, hati-hati, berarti anda tengah dipalingkan syetan untuk mendapatkan keberkahan majlis ilmu ini"
Aku memperbaiki posisi duduk, berharap ngantuk terusir dengan posisi duduk tegak.

"Ibu-ibu ada yang tahu, penyakit hati atau qulub itu apa saja?"
"Iri, dengki, hasad, ujub" aku menjawab
"Baik, apakah itu sifat atau penyakit?"
Aku bingung.
"Itu adalah sifat syetan" Ustadz Maulana menjelaskan.
"Syifat syetan yang dibisikan kepada jiwa manusia. Kenapa syetan membisikan?"
"Supaya manusia menjadi temannya" aku menjawab lagi.
"Iya betul, syetan membisikan manusia untuk menjadi temannya di dunia, & ketika jadi teman syetan di dunia, diakhirat akan jadi apa?"
Semua diam, tidak ada yang menjawab.
"Akan jadi bahan bakar neraka" ustadz menjelaskan.
"Ibu-ibu, manusia itu berasal dari surga & orang-orang beriman akan Allah kembalikan ke surga. Maka ketika seorang hamba Allah yang mukmin mulai dijankiti sifat-sifat syetan, mulai dijangkiti penyakit hati, mulai menyimpang dari fitrah surga-Nya, Allah akan kirimkan sinyal-sinyal berupa ujian agar hamba yang mukmin itu kembali pada fitrahnya"
Aku menyimak.
"Sakit itu, baik jasmani maupun ruhani, bagi seorang muslim, bisa jadi ujian, bisa jadi adzab, tapi semua tujuannya sama yaitu untuk memperingatkan manusia agar kembali pada fitrahnya, agar kembali pada Allah"
Pikiranku menerawang. Adlan, sakitnya kali ini, termasuk yang manakah? Adzab kah, atau ujiankah?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar