Sabtu, 07 Desember 2019

Aku Bukan Cleopatra part 19

Part 19.

Adzan subuh masih lima belas menit menuju waktunya untuk  berkumandang.
Ustadz Ahmad & team bergegas ke Masjid.

Kami para wanita tetap.di sini.
Menunggu datangnya waktu sholat subuh.
Beristighfar. Memohon ampun atas semua salah dan dosa, adalah hal yang paling baik dilakukan di waktu ini.
Waktu sahur juga merupakan salah satu waktu yang mustajab.
Kulantunkan istighfar.
Membuka file-file dosa yang tersimpan di memori, meminta pada Allah agar menghapuskannya.
Kulayangkan puja dan puji dengan menyebut asma indah-Nya,
Allohu yaa Rahmaan, Allohu Yaa Rohiim,
Duhai Engkau Robb Yang Maha Penyayang, ini hamba-Mu, datang padaMu memohon kasih dan SayangMu, karena tanpa kasih & sayangmu hidup hanyalah kehampaan.
Alloohu Yaa Fattaah, Yaa 'Aliim.
Duhai Robb yang membukakan jalan-jalan kemenangan, Engkau yang Maha Mengetahui keadaan setiap hamba, Engkau yang mengetahui segalanya.
Ini hamba-Mu, datang PadaMu, meminta agar Kau bukakan pintu-pintu pertolonganMu.
Sungguh Engkau Maha Tahu keadaan HambaMu, sungguh hanya Engkaulah yang bisa menuntun hamba menuju jalan keluar dari setiap masalah, dari setiap musibah.
Allohu Yaa Qoodiru Yaa Muqtadir, Engkaulah satu-satunya Yang Maha Menetapkan Taqdir
Allohu yaa BaarurRohiim, Engkau Yang Maha Baik, Maha Penyayang, setiap taqdirMu adalah kebaikan dalam kasihMu, maka berikanlah hamba hikmah dari setiap taqdir yang Kau tetapkan.
Allohu yaa Mujiib, yaa Mujiiba saailiin,
Duhai Engkau Yang Maha Mengabulkan do'a,
Sampaikan salam & sholawat kami kepada Nabi Yang Mulia, Muhammad saw., keluarganya, juga para sahabatnya & semua pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Duhai Engkau Yang Menberi setiap pinta, kabulkanlah do'a hamba, berilah kami jalan keluar dan kabar gembira.
Aamiin.

Adzan subuh kali ini bukan hanya terdengar merdu. Tapi juga menembus hati. Menenangkan orang yang mendengarkan.
Kami berjamaah di sini. Aku mengimami.
Usai salam, kusalami satu persatu. Saat kupegang tangan Tiara, terasa dingin. Dingin itu juga yang memucatkan wajahnya. Menahan sakit.
Tiara beringsut ke pinggir. Ia bersandar di dinding. Selalu begitu setiap hari.
Aku melanjutkan dzikir. Dalam do'a kusebut enam nama wanita yang tengah berobat di sini, setelah kusebut nama bunda, ayah, mama, umi, abi & Adlan.

Kuusapkan tangan ke seluruh wajah. Tepat setelah kata aamiin ku ucapkan.
Kudekati Tiara.
"Sakit Mba?" sapaku
"Iya" jawabnya sambil meringis.
"Mana yang sakit?"
"Tulang punggung"
Aku mengusap lembut bagian atas punggung Tiara. Aku tahu, usapanku tidak akan menghapus rasa sakitnya. Tapi aku berharap ia merasa nyaman.
"Apalagi yang dirasa, mba?"
"Mual" jawab tiara pendek.
Aku tak mungkin mengusap perutnya.
Tiara berkeringat. Dingin.
Tiba-tiba tangannya reflek menutup mulutnya.
Aku mencari kresek.
Beruntung, Dinda datang mengantarkan kresek. Tampakanya Dinda lebih faham.
Tania bergegas ke dapur.
Betul seperti dugaanku, Tania membuatkan teh hangat untuk Tiara.
Alisa mendekat, mencoba memahami apa yang terjadi. Bu Fatma, Bu Aina juga.
Semua sigap seolah ingin berlomba menolong Tiara.
Ah, belum lama di sini, tiba-tiba ikatannya seperti sebuah keluarga saja.

"Assalamualaikum" suara ustadz Ahmad, nampaknya baru kembali dari masjid.
"Ada apa ini?"
Ustadz Ahmad mendekat.
Saketika kami memberi jalan.
"Ini Tiara muntah, ustadz" jawabku.
Ustadz Ahmad membacakan ayat-ayat Al Quran.
Tiara muntah lagi. Wajahnya basah. Keningnya berkeringat. Pipinya basah oleh air mata. Bukan air mata tangis. Air mata yang keluar bersama muntah.
Tiara tampak lemas.
Ustadz Ahmad berhenti membacakan ayat-ayat Al Qur'an.
"Ambilkan madu" pinta Ustadz Ahmad pada ustadz Raihan.
Seperti biasa, Ustadz Raihan langsung cepat bergerak. Membawakan madu, sendok & aqua gelas. Tiara nampak meminum 2 sendok madu. Itupun dengan penuh perjuangan.

Suasana hening.
Ustadz Ahmad berjalan ke meja pembicara.
Kali ini pembicara tidak sendiri. Tapi berdua.
"Sudah kumpul semuanya?" Ustadz di sebelah Ustadz Ahmad bertanya. Kami saling mengamati, saling memperhatikan, saling mencari.
Kami baru sadar, Alisa tidak ada, entah sejak kapan.
"Alisha belum hadir, Ustadz" aku menjawab.
"Alisa?" sang Ustadz mencari file, lalu mengambilnya satu. Mungkin mencari data tentang Alisa.
"Ada bisa bantu memanggilkan Alisa?"
"Baik Ustadz", aku mengambil inisiatif. Naik ke lantai dua.
Mencari Alisha di kamarnya. Kamar paling depan. Tidak ada.
Aku mencari ke kamar tengah. Kamarku. Tidak ada juga.
Ku buka pintu kamar mandi kamar. Tidak ada juga.
Lanjut ke kamar paling belakang. Tidak ada juga.
Kamar mandi. Mungkin Alisa berada di kamar mandi.

Terdengar suara air deras mengocor.
Ku ketuk pintu kamar mandi
"Alisha, kamu di dalam kah?"
Tidak ada jawaban.
Ku ketuk lagi. Lebih keras, berharap suara ketukan pintu mengalahkan suara air.
Tidak ada jawaban.
Aku ketuk semakin keras.
Tidak ada jawaban.

"Ada apa Mba?" Ustadz Raihan bertanya.
"Alisa di dalam" jawabku.
Ustadz Raihan turun.
Aku mengetuk pintu lagi.
Tidak ada jawaban.

Ustadz Raihan mengambil alat. Linggis. Dengan alat itu, mencongkel pintu kamar mandi. Pintu sedikit rusak. Tapi terbuka.
Kupastikan pintu bisa kubuka lebar. Tapi sebelum kubuka, aku harus memastikan bahwa hanya aku masuk ke kamar mandi.
Aku memandang Ustadz Raihan sekilas. Kubungkukan badan seraya berucap "Terima kasih"
"Sama-sama"
Ustadz Raihan  bergegas ke bawah.
Kubuka pintu kamar mandi lebar-lebar.
Aku terkejut melihat apa.yang dlakukan Alisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar