Minggu, 15 Desember 2019

Aku Bukan Cleopatra part 20

Part 20.

Nampaknya keran air dibuka sampai pol. Air dari shower mengucur deras. Dengan tenaga maksimal seperti itu, tekanannya pasti menimbulkan rasa sakit di kulit & semua bagian tubuh yang terkena semprotannya.
Alisa telungkup di kamar mandi.   Guyuran air shower deras mengguyur bagian punggungnya.
Aku masuk perlahan. Debar jantung berdetak cepat. Antara cemas, takut, sedih & kasihan.

Aku mendekat. Jongkok di dekat kakinya.
"Alisa" kusentuh telapak kakinya lembut.  Alisa tak bergeming.
"Alisa" ku tepuk-tepuk kakinya. Masih tak bergeming.
Kulihat keran. Segera ku kecilkan. Air masih kubiarkan mengguyur Alisa. Takut Alisa kaget kalau air tiba-tiba berhenti mengguyur.
"Alisa" kutepuk-tepuk lagi kakinya.
"Kamu baik-baik saja kan?" aku mencoba membuka percakapan.  Alisa masih diam. Belum bergeming.
"Ada yang bisa saya bantu?". Sambil terus kutepuk-tepuk kakinya.
Alisa duduk. Lalu beringsut mundur.
Kumatikan keran air.
"Ganti baju yuk" aku mengajak lembut.
Alisa menggeleng.
"Panas" satu kata keluar dari mulut Alisa.
Aku mencoba memahami.
"Kita ke bawah yuk, teman-teman sudah menunggu"
Alisa bangkit.
Aku mengikuti dari belakang.
Berjalan ke arah kamar. Kupikir mungkin Alisa hendak ganti baju.
"Saya tunggu di luar ya"
Alisa mengangguk.
Lima menit berlalu.
Ustadz Raihan naik.
"Bisa turun?" tanya ustadz Raihan ketika meihatku berdiri di depan pintu.
"Sebentar saya tunggu Alisa" jawabku.

Kuketuk-ketuk pintu.
"Alisa, sudah selesai?"
Alisa keluar. Dia memakai gamis baru. Gamis yang dikenakan menutupi gamis basahnya.
Kerudungnya masih yang tadi. Basah kuyup.
"Ngga takut masuk angin?"tanyaku.
Alisa menggeleng.
Kami turun.

"Kesembuhan itu datang melalui tiga hal, yaitu ikhtiar berobat, bersedekah & tawakal"
Nampaknya Ustadz Ahmad tengah memberikan pemaparan materi.
"Tawakkal itu artinya menyerahkan semua pada Allah. Tawakal ini seperti kita yang memulai Allah yang mengakhiri, kita yang mengerjakan, Allah yang menyempurnakan. Ada yang mau ditanyakan?"
Bu Fatma mengacungkan tangannya.
"Silahkan Bu" Ustadz Ahmad seperti siap menjawab.
"Ustdaz, apakah ketiga hal itu dilakukan berurutan atau bersamaan?"
"Bersamaan, sebab tawakal itu harus di awal. Ibu, kalau mau berangkat keluar kota, ketika keluar rumah baca do'a apa Bu?"
"Bismillaahi tawakaltu"
"Kenapa ibu tidak baca do'a itu ketika sudah sampai di tempat tujuan, atau ketika di tengah-tengah perjalanan?"
Bu Fatma mengangguk.
"Sampai sini faham ya. Ada lagi yang mau ditanyakan?"
Semua diam.
"Baiklah kalau tidak ada yang ditanyakan, kita akan langsung ke sesi ruqyah. Kali ini akan dipandu oleh Ustadz Salman" Ustadz Ahmad menyerahkan mik pada Ustadz Salman.
"Baik ibu-ibu, demikian materi dari Ustadz Ahmad tadi. Semoga bisa Allah berikan pemahaman pada kita semua. Aamiin. Ustadz Ahmad ini Hafidz Quran & masih single"
Ustadz Ahmad tersenyum.
Ibu-ibu mulai ribut bergumam.
Aku tak peduli.

Handphone ku bergetar.
Aku berjalan keluar.
Bapak menelpon.
"Wa'alaikum salam wrwb." aku menjawab salam.
"Andini, bagaimana di sana?"
"Alhamdulillah baik Pak"
"Syukurlah"
"Bapak & mamah gimana di rumah?"
"Alhamdulillah baik"
"Alhamdulillah"
"Kemarin Bapak sama mamah nengok Adlan. Alhamdulillah kata dokter membaik, in syaa Allah besok akan dipindahkan lagi ke ruang rawat sebelumnya"
"Alhamdulillah" air mataku menetes.
"Semua akan baik-baik saja Andini. Semoga kita bisa bersabar" Begitu ayah bilang.
"Bagaimana di sana? Bagaimana kondisi Dinda? Bapak bertanya.
"Alhamdulillah membaik, Pak"
"Syukurlah, berarti lusa pulang ya? Jam berapa?"
"Kalau menurut jadwal pagi, jam 10, tapi Andin mau langsung ke rumah sakit ya Pak"
"Iya, yang penting kamu sehat" Bapak menarik nafas.
"Ya udah, jaga diri baik-baik ya. Assalamualaikum".
"Wa'alaikum salam".

Panggilan ku tutup.
Tapi tidak handphoneku.
Ada kabar dari umi yang mengirim foto Adlan. Aku bersyukur, selang yang dipasang nampaknya sudah berkurang.
Ada kabar dari Nura.
Seperti biasa, selalu sibuk dengan desain-desain batiknya.
"Bahkan kalau aku nanti nikah, pas akad pun aku akan pakai batik, batik putih tentunya" kalimat itu ditulis Nura dibawah sebuah batik putih bertinta emas.
"Cantik, pasti kalau pake ini kamu bakal tambah cantik" jawabku.
Nura membalas dengan emoticon love.

Aku membuka group Masjid kampus.
Ada undangan. Adira menikah dengan Hanif.
Ucapan do'a & selamat panjang memenuhi room chat.
Lalu kubuka group fakultas.
Kabar duka dari fakutas. Istri Dekan meninggal.
Di room chat ini dipenuhi dengan do'a bela sungkawa.
Kebahagian & kesedihan seolah selalu bersebelahan.  Seolah enggan saling meninggalkan, tidak mau saling menjauhi. Mungkin karena hidup adalah petualangan antara keduanya : kebahagiaan & kesedihan.

Aku buka group jurusan.
Ada foto skripsi yang sudah tercetak. Ajeng sudah lulus. Tinggal nunggu wisuda.
Ada foto Marlina memegang karangan bunga. Rupanya kemarin baru lulus sidang skripsi.
Seneng mengikuti berita di group yang satu ini. Selalu kompak & saling menyemangati.
"Andini, ayo, cepetan kamu nyusul ya"
Fani membalas ucapan selamatku untuk Marlina.
"In syaa Allah dalam waktu yang secepat-cepatnya & dalam tempo yang sesingkat-singkatnya" balasku di room chat.
"MERDEKA" Dudi membalas.
Aku menjawab dengan emoticon tangan mengepal.

"Mba, nih aku bawakan makanan" Dinda datang dengan dua dus makan.
Aku menutup handphone.
"Makasih, sudah selesai ya?" tanyaku.
"Iya"
"Makan di atas yuk" ajakku.
Kami naik.

Alisa, Tania, Bu Fatma tengah makan di ruang tengah. Aku dan Dinda ikut duduk di kursi kosong.
"Aku tuh ya, waktu usia 27 tahun, di punggungku pernah dikasih sesuatu. Aku di bawa mama aku ke orang pintar, biar cepet nikah" Alisa bercerita.
"Dikasih apa?" Bu Fatma menjawab. Aku menyimak.
"Emas" Alisa menjawab.
"Itu susuk berarti" Tania menimpali.
"Iya kayaknya" Alisa menjawab.
"Susuk itu, kata Ustadz Salman rumahnya jin. Orang yang memasukan susuk ke tubuhnya berarti memasukan jin" Tania menjelaskan.
"Tania udah pernah kenal sama Ustadz Salman sebelumnya?" aku bertanya.
"Iya, ini aku ketiga kali ikut terapi intensif menginap di sini" Jawab Tania.
"Padahal udah sembuh ya, udah ga menunjukkan reaksi" Dinda menimpali.
"Aku senang materi-materinya, tiga kali ikut, temanya sama tapi paparan sama ceritanya selalu beda, lagian aku juga seneng jadi ketemu temen baru yang serasa saudara baru". Tania menjelaskan.

"Assalamualaikum, ada mba Dinda & mba Andini?" Ustadz Raihan datang menghampiri, mencari.
"Iya, ada apa ustadz?" aku mencoba sigap & balik bertanya.
"Ada yang mencari, Pak Zamzam"
Dinda bangkit berdiri, segera berjalan turun. Aku memilih diam disini. Menemani teman-teman yang masih makan.
"Ga turun, Neng?" Bu Fatma bertanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar