Rabu, 18 Desember 2019

Aku Bukan Cleopatra part 22


Part 22.

Cinta ditolak dukun bertindak?
Aku pikir itu hanya cerita fiksi. Kalaupun ada itu hanya di zaman old pangkat 12.
Tapi Ustadz Salman mengatakan kemusyikan ada di setiap zaman.
Ustadz Salman menjelaskan tentang media-media sihir.
Ada yang dinamakan jimat, ada yang dinamakan buhul. Ada yang dinamakan isim.
"Di sini ada yang menggunakan salah satu dari media sihir?"
Tidak ada yang menjawab.
"Dalam pelatihan sehari yang kami lakukan, biasanya kami para trainer menanyakan siapa yang membawa media sihir, kemudian kami bakar. Biasanya selalu ada yang bereaksi"
Ustadz Salman memperlihatkan beberapa video saat pelatihan.
Aku pikir hal semacam itu hanya ada di film-film. Tapi ternyata ada di kehidupan nyata.

Materi diakhiri dengan sesi ruqyah terakhir.
Suasana sangat terkendali. Bahkan Alisa pun sama sekali tak bereaksi.
Aku bersyukur. Aku berharap Alisa bisa mendapatkan kesembuhan yang sempurna.

Taqdir setiap.cerita adalah usai. Ujung dari sebuah pertemuan adalah perpisahan. Itulah watak dunia. Semua sementara. Hidup adalah sementara dan cobaan kehidupan juga hanya sementara dari yang sementara.
Begitupun dengan pertemuan dengan orang-orang yang ada di terapi ini, baik peserta, pendamping maupun para ustadznya. Kami telah sampai pada waktu perpisahan.
Saling berpeluk antar peserta, saling mendoakan. Itu yang kami lakukan. Tak lupa berfoto untuk kenang-kenangan.

Aku menurunkan semua perlengkapanku. Memasukannya ke bagasi mobilku.  Aku pulang sendiri. Dinda bersama Zamzam di mobilnya.
Kupeluk Dinda.
"In syaa Allah sembuh seterusnya ya" bisikku.
"Terimakasih Mba" jawab Dinda.
Aku pamit pada Zamzam.
"Terima kasih Kak," Zamzam sedikit membungkukan badan.
"Sama-sama" jawabku.
"Mau langsung ke rumah sakit?" Zamzam bertanya.
"Iya, in syaa Allah" jawabku.
"Ada umi sama Abi, kak Adlan sudah pindah kembali ke kamar perawatan yang sebelumnya" Zamzam menjelaskan.
"Iya" hanya itu yang bisa aku jawab.

Aku meluncur. Zamzam & Dinda nampaknya berkonsultasi dulu dengan salah satu Ustadz di sana.  Semoga Allah selalu berikan kebahagiaan pada mereka. Itu yang kupinta untuk menepis rasa iri yang kadang membisik di hati.
Setiap orang ada jatah kebahagiaan nya masing-masing.
Pun, setiap orang ada jatah ujiannya masing-masing.

Sesampai di rumah sakit, aku mampir ke kantin. Membeli sesuatu yang bisa dimakan umi & abi.
Ku bawa ke ruang perawatan.
"Assalamualaikum" aku mengeruk pintu, langsung masuk tanpa menunggu.
"Wa'alaikum salam" Umi menjawab.
"Andini, syukurlah" umi memelukku. Hangat terasa menjalar ke seluruh tubuhku.
"Jam berapa dari sana" abi bertanya setelah pelukan kulepas.
"Jam setengah sepuluh"
"Dinda & Zamzam mana?"
"Tadi ngga bareng, nampaknya ada yang harus dikonsultasikan" .
Aku memberikan bungkusan
"Makan dulu yuk, ini ada camilan"
Kami.duduk di sofa.
Kesempatan ini tak kusia-siakan untuk menjelaskan apa yang disampaikan Ustadz Ahmad untuk terapi tambahan bagi Adlan.
"Kapan bisa dimulai?" umi bertanya.
"Sekarang Mi" jawabku.
"Tapi Adlan tadi sudah dilap badannya" umi menjelaskan.
"Gapapa My, airnya untuk nanti sore" umi mengangguk.
"Istirahatlah dulu, nanti sehabis dzuhur aja" Abi memberi saran.
Aku tidak punya pilihan selain patuh.

Setelah makan siang selesai, aku mempersiapkan semuanya. Al Quran, sebaskom air & juga hatiku. Hati yang kupenuhi dengan do'a-do'a yang tulus.
Dua ratus delapan puluh enam ayat harus selesai dalam satu putaran. Dua juz lebih. Agak berat memang karena biasanya aku hanya membaca satu juz perhari. Namun demi mendapatkan ridho & pertolongan Allah, aku menguatkan diri untuk menyelesaikannya.

Sepekan pertama sudah berlalu. Aku sudah terbiasa. Tapi sekarang aku harus membiasakan diri dengan tambahan yang cukup berat.
Kubagi dua waktu. Usai sholat dhuha & usai sholat ashar.
Ditengah-tengah itu aku memanfaatkan waktu mengerjakan skripsi yang tertunda.
Bersyukur ada Nura, kakaknya yang dosen statistik membantu mengolah data, aku tinggal menjabarkannya. Setelah itu tinggal bab kesimpulan & penutup.

Dua minggu telah berlalu. Kini saatnya aku mengkhatamkan Al Quran untuk obat Adlan. Ini agak ringan karena hanya memindahkan jadwal.
Aku berharap & terus berharap agar Adlan segera Allah sembuhkan. Aku terus meminta & tak lelah meminta agar Allah berikan keajaiban.

Adakalanya lelah merampas semangatku, memutus asaku.
Kalau.sudah begini aku meminta Nura menemaniku, jalan-jalan. Kadang belanja, kadang ke panti asuhan. Sekedar menyadarkan diri betapa aku sangat beruntung.
Kadang sekedar mencari kuliner di tempat yang berbeda.
"Nur, kalau kamu kosong kita ke cafe Anita yuk"
"Jam berapa?"
"Dzuhur, aku lagi ga sholat"
"Siap"

Anita, sukses dengan cafe-nya.
Sukses yang meminta konsekuensi. Anita memilih pindah ke Universitas Terbuka, karena tidak memungkinkan mengikuti perkuliahan reguler.
"Aku masih merintis, belum bisa mencari karyawan yang bisa kyandalkan dalam manajemen" begitu alasannya.
Chinese food zaman now, itu menu andalan Cafe Anita.
Ditambah dengan menu-menu pilihan yang tiap hari terjadwal.
Walaupun menunya terjadwal, cafe ini selalu ramai. Yang dine in maupun yang take away. Seperti siang ini.

Aku memesan mie siram udang crispi dan segelas jus mood buster.
"Mba Andini?" aku mengenal suara itu.
"Zamzam? Dinda mana?" aku bertanya.
"Dinda lagi ga enak badan, minta dibelikan kwetiau seafood & cumi crispy"
"Oh, semoga lekas sembuh"
"Sendiri?" Zamzam bertanya
"Lagi nunggu Nura"
"Boleh duduk di sini? Masih nunggu pesanan"
Sebenarnya aku agak sungkan. Tapi karena kulihat memang banyak yang menunggu pesanan sambil berdiri, akhirnya aku mempersikahkan.
"Sudah pesan?" Zamzam bertanya.
"Sudah" jawabku.
"Kak, sudah lama aku ingin cerita, tapi belum nemu waktu yang tepat"
"Cerita lah, tentang Dinda?" aku lanjut bertanya.
"Bukan, tentang ka Adlan"
Degupan jantungku meningkat.
Dadaku berdesir.
"Ada apa?" aku penasaran.
"Sejak kuliah, kak Adlan selalu cerita pada Zamzam bahwa ia ingin istrinya kelak seorang hafidzoh, seorang penghafal Quran".
Aku menyimak, dan bayangan wajah Adlan yang bersinar saat memberikan Al Quran, muncul di benakku.
"Sebenarnya, seorang Ustadz telah mengenalkan kak Adlan pada seorang penghafal Al Quran, seorang hafizfoh"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar