Jumat, 31 Januari 2020

Labirin Cinta Andini part 12

Labirin Cinta Andini
(Oleh Rani Sulaeman Ummu Ahmad )

Part 12.

"Iya, aku ke.situ sekarang". Andini menjawab cepat. Wajahnya pucat.
"Mas, Nura udah mau lahiran, ketubannya pecah, aku mau bawa Nura ke rumah sakit". Andini tergesa mengabari Adlan.
"Suaminya ke mana?". Adlan bertanya.
"Suaminya di tempat istri pertama dan itu artinya tidak bisa dihubungi." Andini menjelaskan.
Adlan terlihat terkejut.

"Ayo Mas" Andini turun.
Adlan mengikuti.

"Neng, ga sarapan dulu?" Bi Inay bertanya.
"Ngga Bi, nanti bilang ke mama kalau Andin mau ke rumah sakit, nganter Nura" Andini menjelaskan
"Neng Nura kenapa?" Bi Inay bertanya.
"Mau melahirkan, ketubannya pecah"

"Mas, siapin mobil ya, Andin mau ngurusin Nura" pinta Andin.
Adlan mengiyakan.

Nura terlihat lemas.
"Kamu baik-baik aja?" Andin memastikan.
"Ketubanku pecah, tapi aku tidak mules" jelas Nura.
"Sudah pake pembalut?" Andini memastikan.
Nura mengangguk.

Andini sangat ingat. Hari perkiraan lahir bayi Nura masih sebulan. Artinya janin masih berusia delapan bulan.
"Kamu kecapean bukan Nura?". Andini bertanya.
"Aku ga ngapa-ngapain"
"Kamu banyak pikiran ya?"
Nura diam.
Andini memeluk Nura.
"Aku masih sahabatmu seperti dulu, kalau ada apa-apa, cerita lah" pinta Andin.
Nura masih diam.
"Semua akan baik-baik saja" Andini meyakinkan.
"Kamu duduk aja ya, biar aku siapin keperluan untuk ke rumah sakit. Kopernya yang itu?" Andini menunjuk koper di atas lemari pakaian.
Nura menganngguk.

Adlan menunggu di mobil.
"Aku duduk di belakang nemenin Nura ya Mas"
Adlan mengangguk.
Andini membantu Nura duduk.
"Mau ke mana?" Adlan bertanya.
"Ke rumah bersalin Atiya" jawab Andini.
Adlan tak menunggu.

Andini mengambil handphone. Mengabari ibu Nura, ibu angkatnya.
"Assalamualaikum, Bu, Andin bawa Nura ke rumah bersalin"
"Wa'alaikum salam, kenapa Nura?" suara ibu terdengar cemas.
"Ketubannya pecah"
"Iya, nanti ibu nyusul".

Rumah bersalin yang asri. Terletak di jalan yang tak begitu ramai. Dari depan terlihat tak begitu besar. Tapi ketika masuk, banyak kamar yang mengelilingi taman. Rumah sakit dua lantai yang sangat bersih.

"Pasiennya dokter Nurita, Mba, ketubannya pecah" Andini langsung lapor pada perawat.
Dua orang perawat sigap menyambut dan menolong Nura.
Nura menuju ruang khusus untuk observasi.

'Mba, perwakilan keluarga pasien?". Andini menganngguk.
"Suaminya ga ikut?" perawat bertanya.
Serasa ada sembilu yang menggores hati Andini.
"Lagi di luar kota" jawab Andini pendek.

Setahu Andini, jika Mukhlis ke Jogja, semua komunikasi akan terputus. Andini mengira, Mukhlis sengaja mengganti nomor handphonenya.
Andini tahu dan mencoba memahami. Ada hati yang harus dijaga. Ada privasi yang tidak boleh diketahui.
Namun.di saat seperti ini, semua terasa teramat sangat menyakitkan.

Tapi inilah ujian. Inilah pilihan. Nura dari awal sudah tahu konsekuensinya. Meski Nura sangat merasakan besarnya cinta dan kasih sayang serta perhatian Mukhlis, Nura sadar akan posisinya. Meski Dewi sedari awal sudah menyatakan bersedia menyerahkan jatah bermalamnya untuk Nura, tapi Nura tidak mau melanggar apa yang digariskan hukum syara.
"Aku tetap ingin agar kita berada dalam keadilan yang berimbang, aku hanya minta, jangan pernah hadir di hadapanku, karena aku tidak akan kuat". Itu dulu syarat yang disampaikan Nura pada Dewi yang memintanya untuk menjadi istri kedua Mukhlis.
Dewi menerima.

Andini mencoba mengirim kabar di group rumah tahfidz, meski Andini tahu, Mukhlis tidak akan membaca.
"Mohon do'a dari semua, Nura sedang berjuang melahirkan seorang calon mujahid, calon penghafal Al-Qur'an" caption yang Nura sertakan pada foto Nura yang dikirimkan.

"Adakah keluarga suaminya yang bisa dihubungi?" Adlan bertanya.
"Santi" Andini teringat.
"Sudah dikabari?"
"Belum".
Andini tak menunggu lama. Langsung menelpon Santi.

"Nura ada di mana?" ibu baru datang saat Andini tengah menelpon.
"Di kamar observasi" Adlan menunjukkan kamar yang tak jauh dari meja pendaftaran.

"Assalamualaikum Mba Santi, ini aku, Andini, temannya Nura"
"Oh iya, Nura suka cerita, salam kenal"
"Salam kenal, maaf Mba, mau mengabari, Nura sedang di rumah bersalin, ketubannya pecah"
"Oh ya?, maa syaa Allah . Di rumah bersalin mana?"
"Aku share location ya"

Andini tidak bertanya tentang Mukhlis. Santi juga seperti tidak mau membahas tentang Mukhlis. Semua seolah sudah tahu.

Andini dan Adlan berjalan ke arah ruangan observasi.
"Mas tunggu di luar ya"
"Iya"
Nura sudah menggunakan pakaian pasien.
"Kemungkinan akan diambil tindakan oprasi sesar" begitu jawaban perawat ketika Andini bertanya.
"Kita tunggu dokter Nurita, masih ada pasien yang konsul di ruangan" jelas perawat.

Hamdi datang. Sendiri.
"Kamu baik-baik saja, Nur?" Hamdi bertanya penuh kekhawatiran.
Raut wajahnya seolah bercerita tentang kesedihan dan penyesalan. Dia lah dulu yang mendukung Nura untuk menerima Mukhlis. Dan kini di saat yang paling penting bagi Nura, Mukhlis suaminya malah tak disisinya.

Sebenarnya masih ada waktu sebulan dalam jadwal kelahiran.
Tapi taqdir tidak ada yang tahu.
Kelahiran dan kematian adalah murni hak ilahi. Manusia tak ikut campur dalam penentuan waktunya. Manusia hanya menjadi jalan untuk kejadiannya.

Penyesalan, tak pernah datang duluan. Penyesalan, tak pernah bisa dikalkulasikan. Penyesalan sering datang tiba-tiba bahkan sering datang terlambat.

Barangkali Allah ciptakan penyesalan sebagai cara untuk mengingatkan, agar manusia melangkah dalam kehati-hatian.
Barangkali Allah ciptakan penyesalan untuk peringatan agar manusia tak bertindak tergesa-gesa dan sembarang.
Barangkali Allah ciptakan penyesalan agar manusia senantiasa waspada terhadap apa yang telah Allah titipkan.
Barangkali Allah ciptakan penyesalan, agar manusia menghargai dan mencinta apa yang di depan mata.

Manusia tak tahu dan tak pernah tahu. Ada misteri langit yang dirahasiakan ilahi.
Ada langkah yang harus ditempuh dan dipertanggungjawabkan.
Ada do'a do'a dari berbagai penjuru yang terus dipanjatkan.
Bisa jadi ada do'a yang saling bertentangan yang berebut mengetuk pintu langit untuk.dikabulkan.
Do'a yang terpanjat dari Nura, dari Dewi dan dari Mukhlis mungkin tengah berlomba menuju langit.
Tidak ada yang tahu do'a siapa yang akan Allah pilih untuk dikabulkan. Mungkin saja Allah memilin tiga do'a untuk kemudian diwujudkan dalam satu kata bernama taqdir.
Tak ada yang tahu. Tak kan ada yang pernah tahu. Karena tak seorang pun Allah ijinkan untuk melihat catatan agungNya di Lauhil Mahfudz.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar