Part 2.
Tidak ada yang salah dengan air mata
Karena Allah ciptakan sebagai pelarut rasa.
Sering embunnya menjelma derai dalam derita
Kadang muncul kala kata tak mampu lagi ungkapkan bahagia.
Tak ada yang salah dengan air mata.
Meski ia tertumpah di.setiap hitungan pergiliran mentari.
Namun simpanlah deras tetesnya dalam kisi-kisi do'a.
Agar untukmu tak jadi sia-sia.
Tak ada yang salah dengan air mata.
Jika ia bukan pertanda putus asa.
Jika ia bukan jalan untuk tertumpahnya segala keluh kesah apalagi sumpah serapah.
Maka iringilah aliran air di pipi dengan memohon ampun pada ilahi,
Agar sabar dan syukur tak ada yang mencuri.
Maka jika kau lihat jejak.derasnya di mataku,
Karena tak mampu kutahan segala duakaku,
Jangan pandang aku dengan belas kasihan
Biar tegarku tak hambar.
Biar kuat hatiku tak terkuras.
Cukup pegang tanganku
Dan katakan bahwa semua akan berlalu.
Lalu jika deras jejak di mataku tak hilang jua,
Jangan katakan bahwa aku orang yang malang.
Aku sudah sangat menyadarinya.
Namun katakan padaku bahwa aku adalah orang pilihan,
Bahwa aku adalah orang beruntung karena dipilih Allah untuk menyelesaikan sebuah ujian, sepedih apapun ujian itu.
Katakan bahwa diujung ujian ini ada kebahagiaan tak terperikan,
Selepas derasnya air mata tertumpahkan.
Karena
Tidak yang salah dengan air mata.
***
Adlan menatap lekat wajah umi.
Umi hanya mencoba tersenyum. Tak tahu apa yang harus dikatakan.
Zamzam kembali memegang tangan sang kakak.
Adzan maghrib berkumandang.
Zamzam menarik nafas panjang.
"Kita sholat dulu ya Kak".
Zamzam membantu tangan kakaknya menggapai debu di besi ranjang. Lalu memgusapkannya ke wajahnya.
Kabel yang masih menjepit di jari, terasa mengganggu.
Namun tak ada pilihan untuk melepasnya.
Tangan itu mencoba menggapai debu kembali, untuk diusapkan di tangannya.
Adlan khusyuk melantunkan do'a do'a dalam isyarat matanya.
Setelah mata terpejam lama, setelah waktu berlalu entah kemana, kini, betcengkram demgan Robb pencipta alam adalah sebuah kenikmatan tak terperikan.
Zamzam memastikan Adlan bisa melaksanakannya dengan baik dari takbir hingga salam.
Rasa haru menyeruak kembali. Tapi ia tak tahu, ini bukan saat yang tepat untuk menunjukkan air mata.
"Aku ke masjid dulu ya kak, nanti ku kabari tentang Andini".
Zamzam beranjak pamit.
Ia mendekati umi dan abi.
"Abis sholat, nanti Zamzam akan coba video call ke Andini". Zamzam setengah berbisik di telinga umi.
Umi mengangguk.
Zamzam dan abi berangkat ke masjid.
Umi mendekat ke tempat Adlan masih berbaring.
"Alhamdulillah, umi bersyukur, kamu bisa melewati semua ini dengan baik". Umi tersenyum menatap anak sulungnya.
"Al Quran, mi. Lantunan Al Quran yang membuatku bertahan". Adlan berkata perlahan.
Umi tersenyum.
"Umi bacakan Quran ya". Umi menawarkan.
Umi mengambil Quran yang tersimpan di lemari kecil sebelah ranjang. Umi membacakannya. Merdu.
Kemerduan yang mengundang indah kenangan masa lalu.
Ketika masa kecil dulu. Adlan selalu merebahkan diri di pangkuan umi. Dan Umi selalu membacakan Al Waqiah dan al Mulk sampai Adlan tertidur.
Namun kini Adlan tak mau tertidur. Ia ingin menikmati lantunan Quran dari suara merdu umi dengan penghayatan. Syahdu.
Zamzam masuk sambil berbicara dengan seseorang di telpon.
Zamzam menunggu umi membacakan hingga akhir ayat, sebelum memberikan handphone pada Adlan.
Adlan menerimanya.
Di layar terlihat Andini tengah menghafal Al Quran bersama beberapa santri. Ada Nura di sebelahnya.
"Andini sedang persiapan tasmi Al Quran untuk pengambilan sanad, Kak". Zamzam menjelaskan.
"Ini aku telpon ke HP mamanya Andini, takutnya malah Andini terganggu jika mendengar kabar yang terlalu membahagiakan". Zamzam menambahkan.
Adlan menatap layar handphone lamat-lamat.
Iya, itu Andini. Ia tengah memegang Al Quran. Bibirnya tampak bergerak-gerak membacakan ayat-ayat.
Adlan tersenyum. Pada wajah pucatnya tergambar rasa haru.
"Andini akan ujian mengambil ujian pengambilan sanad pada Syaikh Mansur Ali dari Mesir". Zamzam menjelaskan.
"Ujiannya lusa".
Adlan tersenyum.
"Aku tidak akan mengganggu hafalannya, aku akan menunggu sampai ujiannya selesai". Adlan menjelaskan.
Akhirnya hari itu tiba.
Hari untuk Andini menyetorkan hafalannya di hadapan Syaikh Mansur Ali.
Zamzam sengaja mengambil laptop untuk moment ini. Video call lewat handphone mama Andini via laptop. Semua demi kakak yang disayanginya.
Adlan seperti menyaksikan siaran langsung.
Ia mengikuti prosesi Andini menyampaikan hafalannya ayat demi ayat.
Adlan merasa ada di sisi Andini.
Adlan merasa familiar dengan suasana seperti ini. Adlan merasa sudah sangat sering mendengarkan lantunan ayat-ayat yang dibacakan Andini.
Ayat yang sama. Suara yang sama.
Adlan menyaksikan semuanya.
Adlan melihat Andini mendapatkan pujian dengan nilai Adlan melihat Andini sujud syukur.
Hingga akhirnya Adlan bisa menatap wajah Andini di layar laptop. Wajah yang dirindukannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar