Rabu, 22 Januari 2020

Labirin Cinta Andini part 5

Part 5

Labirin Cinta Andini.
(Oleh Rani Sulaeman Ummu Ahmad )

Part 5.

Cinta akan menemukan jalannya. 
Allah sudah fitrahkan demikian.  Lihatlah episode Adam & Hawa. 
Episode kisah cinta pertama yang ada di muka bumi.  Episode kisah cinta sepasang hamba.

Allah pisahkan keduanya dijarak yang teramat jauh. 
Allah pisahkan keduanya,  untuk dipertemukan setelah taubat dijalankan. 
Allah titipkan cinta dihati keduanya. 
Dan Allah ijinkan keduanya untuk saling menemukan. 
Love will find a way.

Seberapapun jauh jarak memisahkan.
Seberapa lamapun dentinh waktu harus menunggu.
Seberapa terjalpun jalan yang harus dilalui
Seberapa pedihpun duka.luka ujian yang harus dijalani.
Jika waktunya tiba,
Sepasang hamba yang Allah ijinkan untuk bersama mengarungi samudra berdua,
Allah akan pertemukan.
Allah akan ikat dalam janji mulia
Allah akan berikan cinta untuk menemukan jalan.
Dan Allah berikan pada keduanya semesta indah dalam bahagia cinta.
Love will find a way.

*****

Part 5.

Delapan mobil telah siap mengantar kami kembali.
Pulang ke rumah yang dirindukan.
Mobil bapak hanya berisi bertiga.
Ada beberapa peralatan dapur yang sengaja mama bawa. Untuk jaga-jaga kata mama dan ternyata sangat membantu.
Hamid membantu memasukannya ke mobil.

Andini mendekati Hamid sesaat sesudah pintu bagasi ditutup.
"Kak, makasih ya bukunya".
"Iya sama-sama, semoga bermanfaat".
"Bermanfaat banget, tadi Andini udah baca scanning, isinya bagus".
"Syukurlah". Hamid tersenyum.
Ia melayangkan padang ke langit. Seolah melihat sesuatu.
Hamid menarik nafas panjang.
"Oh iya, kakak dengar Adlan sudah sembuh. Kakak turut senang". Hamid melanjutkan.
"Terima kasih kak". Andini menunduk.
"Kakak pamit ya". Hamid berujar.
"Kak". Andini nampak ingin mengucapkan sesuatu.
"Iya?". Hamid menghentikam kakinya yang baru saja melangkah.
"Hati-hati di negri orang, tetap istiqomah ya Kak". Andini melanjutkan.
"Insya Allah". Hamid tersenyum.

Mobil Hamid yang menampung beberapa santri menjadi pemandu. Melaju terlebih dahulu. Diikuti oleh mobil Mukhlis, Mobil Hamdi, tiga mobil santri dan terakhir mobil bapak.  Ada rasa lega yang sangat melapangkan dada. Itu yang dirasa Andini.

"Pak, bagaimana kalau kita langsung ke rumah sakit?". Andini meminta.
"Coba telpon dulu. Takutnya sudah pulang". Mama menyarankan.
Andini menuruti permintaan mama.

"Assalamualaikum, Umi apa kabar?". Andini menyapa lewat telpon.
"Alhamdulillah baik".
"Maaf umi baru bisa menghubungi"
"Gapapa, umi faham koq".
"Umi, Andin sama bapak dan mama mau ke rumah sakit".
"Adlan udah di rumah, tadi malam sudah boleh pulang, ke rumah aja ya"
"Baik Mi,".

"Betul kata mama, Mas Adlan udah di rumah". Andini menyampaikan.
"Kalau gitu kita langsung ke rumahnya aja". Bapak memutuskan.
Andini melihat ke depan. Mencari-cari rombongan mobil. Hanya rombongan mobil yang dipimpin Hamzah, mahasiswa pendamping santri yang terlihat. Yang lain tak terlihat lagi.

Bapak mengambil jalan memutar. Jalan ke rumah Adlan.
Waktu menunjukkan tiga puluh menit menuju dzuhur ketika Andini dan keluarga tiba di rumah Adlan.

Umi menyambut Andini dengan pelukan dan senyuman. Seperti biasa. Kali ini ada Adlan ikut menyambut. Bapak memeluk erat Adlan. Lama.
"Alhamdulillah, bapak senamg nak Adlan udah sembuh". Bapak berujar.
"Alhamdulillah. Terima kasih atas do'anya selama ini".

Semua duduk di sofa di ruang tamu.
Bibi menghidangkan minum dan beberapa toples kue kering, serta sepiring pisang goreng.
Bapak meneguk minuman yang disuguhkan.
"Kapan dari rumah sakit?". Bapak membuka percakapan.
"Tadi malam". Adlan menjawab.
"Alhamdulillah semua baik-baik saja, Adlan sudah benar-benar fit, cuma dokter menyarankan agar Adlan istirahat dulu tiga hari di rumah". Umi menjelaskan.
"Sebenarnya sudah pengen ke kantor". Adlan menambahkan.
"Mungkin sebaiknya memang istirahat dulu". Mama menyarankan.
"Betul, sambil menyiapkan semuanya". Adlan memgiyakan.

"Silahkan dicicipi kuenya".  Umi menawarkan.
Bapak mengambil pisang goreng.
"Bagaimana kalau kita membicarakan rencana pernikahan yang tertunda?". Abi angkat bicara.
Bapak mengangguk.
"Betul Pak, saya ingin secepatnya melaksanakan akad nikah". Adlan menyampaikan maksudnya.
Andini tertunduk malu, pipinya memerah.

"Kalau misalnya sekarang kita melaksanakan akad nikah, akad lewat wali, bagaimana?". Adlan menatap bapak dan Andini bergantian.
Andini diam.
Bapak terkejut.

"Saya agak keberatan kalau nikah siri". Bapak menyampaikan.
"Kalau ga salah, adiknya pak Mualim, imam masjid, penghulu , pegawai KUA". Zamzam ikut berbicara.
"Sebentar saya hubungi Pak Mualim". Zamzam menelpon Pak Mualim.

Semua mata tertuju pada Zamzam.
Zamzam menutup telpon.
"Pak Mualim mau menghubungi adiknya dulu".
Semua berharap cemas.
Andini mengambil minum. Meneguknya perlahan.

Handphone Zamzam berbunyi.
Seperti tadi, semua mata semua.hati tertuju pada Zamzam. Hanya Andini yang tertunduk.

"In syaa Allah, nanti jam dua, adiknya Pak Mualim, Pak Muzamil bersedia ke.sini".
"Alhamdulillah". Semua serempak memuji Allah.

Adzan dzuhur berkumandang.
"Mari kita ke masjid". Adlan mengajak semua.
Tinggal Andini dan mama di rumah bersama umi.

"Andini, ayo siap-siap". Mama menyadarkan Andini yang tampak kebingungan.
"Baju pengantinnya mau dikirim pake ojol? Nanti mama minta bi  Inay yang mengurusnya". Mama menawarkan.
Andini menggeleng. Masih terbayang darah yang betsimbah mengotori baju pengantinnya.

"Mau pinjam baju ke Nura?". Mama menawarkan alternatif.
Andini menggeleng kembali.
Ia tak ingin membuat Nura yang tengah hamil tua jadi repot.

"Mau pakai baju pengantin umi dulu? Dulu umi langsing seperti nak Andin koq". Umi menawarkan.
"Umi masih menyimpan?". Andini bertanya.
"Iya, masih ada". Umi menjawab.
Andini menganngguk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar