Kamis, 23 Januari 2020

Labirin Cinta Andini part 7

Labirin Cinta Andini
(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad )

Part 7.

Andini tampak cantik sempurna dalam gaun cantik milik umi.
Nyaris tanpa make up hanya bedak dan seoles tipis lipstik milik mama. Serta mata yang ditegaskan dengan pensil alis.

Semua serba mendadak. Tapi semua bisa disiapkan dengan sigap. Setiap niat kebaikan memang selalu Allah mudahkan.

Pak RT, Pak RW, Pak Mualim sebagai ketua DKM, datang sebagai saksi. Pak Muzamil, pegawai KUA telah tiba.
Dari keluarga perempuan bapak meminta Tante Desi adik almarhum ibu kandung Andini hadir. Keluarga Om Aryo juga diminta datang oleh bapak Andini. Om Arya adalah adik bungsu bapak. Satu-satunya keluarga yang tinggal di kota yang sama.

Adlan menggunakan jas hitam. Jas berwarna putih tulang tak.ia gunakan. Ada rasa khawatir akan membangkitkan kenangan buruk di hati Andini.

Umi mengeluarkan semua yang dulu pernah disiapkan. Mahar dan hantaran yang telah lama terbungkus rapi.
Bi Lina dan bibi sibuk di dapur menyiapkan hidangan tambahan diluar hidangan utama yang telah di pesan yaitu nasi kebuli, gulai kambing, sate kambing, lengkap dengan acar buah. Menu yang tak biasa dalam pernikahan. Hanya menu itu yang bisa dipesan dadakan dalam jumlah yang mencukupi.
Dinda, meski masih terlihat lemas, ikut duduk menghadiri.
Zamzam telah siap dengan kameranya.

Semua telah siap.
Om Arya bertindak sebagai master ceremoni.  Pak Mualim membacakan Al Quran.
Tausiyah nikah disampaikan langsung oleh abi, ayah dari pengantin pria.

"Assalmu'alikum warohmatuloohi wabaarokaatuh.,
Anakku, Adlan dan Andini, hari ini abi sendiri yang akan melepas masa lajang kalian dengan nasehat yang murni keluar dari hati abi".
Hadirin terdiam.
Abi nampak menahan keharuan yang menyeruak. Ia tetap menguatkan diri untuk memberikan nasehat.
"Kalian diciptakan bukan sebagai manusia yang hanya memiliki kelebihan, tapi lengkap dengan segala macam kekurangan. Jika selama ini kalian hanya melihat kelebihan pada pasangan, kelak akan Allah bukakan apa saja kekurangannya. Maka ingatlah untuk.selalu bersabar. Sabar menerima semua kekurangan. Jangan berusaha merubah dengan keras, tapi berusahalah untuk menerima. Karena hanya hati yang lapang yang bisa membimbing. Hanya hati yang tenang dan ridho yang bisa menemukan jalan menuju surga. Baik surga di dunia yaitu kebahagiaan, maupun surga yang sesungguhnya di akhirat kelak".
Abi kembali terdiam.

"Satu hal yang ingin abi pesankan dan tekankan pada Adlan sebagai suami, jangan pernah sekalipun melanggar apa yang diperintahkan Allah. Jangan melakukan kesalahan tanpa diiringi penyesalan dan taubat. Karena satu kesalahan itu seperti sebuah titik di busur derajat. Walaupun hanya satu derajat di titik pusat, tapi jika dibiarkan maka akan terus melebar. Kita manusia memang tempat salah dan khilaf, tapi ingat, segera dan segeralah bertaubat atas sekecil apapun kesalahan yang kita lakukan.
Karena kesalahan yang dilakukan seorang suami akan berdampak buruk pada istri dan anak-anak serta hilangnya keberkahan keluarga".

Semua hadirin khusyu mendengarkan. Adlan tertunduk. Andini juga.

"Untuk nak Andini. Kewajiban istri hanya ada yaitu ta'at dan menjaga. Ta'at selama suami mengajak pada jalan Allah. Taat pada suami, meskipun ilmumu sebagai istri lebih luas dari suami. Ta'at meski penghasilanmu lebih besar dari suami. Ta'at meski pekerjaanmu lebih berat dari suami. Setelah itu menjaga diri dan menjaga semua pemberian suami dengan penuh rasa syukur. Ini yang penting, karena inilah jalan keridhoan Allah untukmu, nak Andini".

Andini masih tertunduk. Tapi kini matanya mulai mengembun. Ia tahan sedemikian rupa agar tak jatuh.

Abi menghela nafas panjang.
"Terakhir, abi minta maaf jika ada kesalahan dalam mengantarkan kalian menuju pernikahan. Abi akan selalu mendoakan agar rumah tangga kalian sakinah, mawadah warohmah. Semoga Allah selalu memberikan berkah yang melimpah pada kalian.
Itu saja yang ingin abi sampaikan. Wassalamualaikum warohmatulloohi wa barokatuh".
Abi mengusap matanya yang tergenang rasa haru.

Ijab kabul segera dilaksanakan.
Adlan duduk berhadapan dengan bapak Andini.
Mereka berjabat tangan.
"Saya nikahakan putri kandung saya Andini binti Raden Teja Nurzaman kepada Adlan Muhammad bin Zaid Syaifurrohman, dengan mas kawin emas dua puluh empat karat seberat dua puluh gram dibayar tunai"
"Saya terima nikahnya Andini binti Raden Teja Nurzaman dengan mas kawin tersebut dibayar tunai".

"Sah".  Pak Muzamil dari petugas KUA menegaskan. Diiyakan oleh Pak RT dan Pak RW sebagai saksi.
Suasana mengharu biru.
Andini menerima mahar dari Adlan. Dilanjut dengan ciuman lembut di kening Andini.
Pipi Andini memerah. Tersapu senyuman.

Buku nikah ditandatangani.
Suasana sungkeman yang syahdu. Semua direkam dan diabadikan dengan seksama oleh Zamzam. Juga beberapa moment bahagia setelah itu. Moment berfoto keluarga. Juga moment saat menikmati hidangan. Adlan telah terbiasa dengan kamera layaknya seorang fotografer profesional.

Adzan Ashar berkumandang.
Semua pria pergi ke masjid untuk bersujud di rumah Allah.
Andini dan semua wanita di rumah sholat berjamaah di kamar Adlan. Kamar Andini kini.

Usai sholat, semua bersiap ke rumah Andini. Mengantar pengantin yang akan bermalam dan tinggal di.rumah Andini.
"Karena Andini hanya anak semata wayang, untuk sementara, mohon nak Adlan berkenan tinggal bersama kami sebelum punya rumah sendiri". Begitu bapak meminta pada Adlan.  Adlan mengiyakan.

Bapak semobil bersama umi dan abi.
Andini kini bersama Adlan. Zamzam yang menyetir mobil.
Dinda istirahat karena sakitnya.
Keluarga om Arya ikut. Juga tak ketinggalan Tante Desi, ikut serta.

Bi Inay dari tadi telah menyiapkan semuanya. Seperti yang diminta mama tadi siang.
Bi Inay menyiapkan kue-kue dan hidangan untuk makan malam keluarga.
Semua mencicipi hidangan dalam keceriaan dan kebahagiaan.
Inilah puncak bahagia bagi Andini dan Adlan.
Ujian kehidupan yang dirasa teramat sangat lama, kini telah sirna. Dan semua ujian yang telah berlalu ternyata hanya sedikit memakan waktu, hanya sementara menunda. Air mata yang pernah tertumpah kini terhapus senyuman dan tawa.
Duka lara yang pernah membadai rasa, telah pergi terhapus bahagia. Semua ada masanya. Deru badai ujian tak pernah lama.

Sholat maghrib telah ditunaikan. Andini dan Adlan bersiap naik ke kamar.
"Andini, sebentar, bapak ingin memberikan sesuatu". Bapak menahan langkah keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar