Jumat, 21 Februari 2020

Labirin Cinta Andini part 23

Labirin Cinta Andini
(Oleh : Rani SulaemanUmmuAhmad )

Part 23

Hidup adalah kesempatan untuk menikmati kebahagiaan.
Kebahagiaan dalam petualangan antara tangis dan tawa.
Hidup adalah perjalanan dari satu taqdir ke taqdir betikutnya.
Layaknya sebuah petualangan, selalu ada tantangan dan rintangan yang harus ditaklukan.
Setiap berhasil menaklukan tantangan maka akan ada hadiah yang didapatkan. Hadiah itu adalah kebahagiaan.
Sementara dalam setiap langkah, dalam setiap hembusan nafas, dalam setiap niat yang terbersit, akan selalu ada point catatan yang terus berjalan. Apabila positif semuanya, catatannya akan terus berjalan ke arah positif.
Apabila negatif catatannya, maka perjalanan itu terus meniti angka negatif tinggi berikutnya.
Dan hijrah adalah proses perjalanan dari angka negatif tempat dia berada menuju titik nol dan angka-angka positif betikutnya.

Setiap manusia adalah pendosa. Hanya Rosulullooh Muhammad saw yang maksum.
Dan setiap istighfar adalah penghapusnya. Jika dosa adalah perjalanan menuju titik negatif, maka istighfar adalah cara untuk mengembalikan pada titik positif.

Adlan menyadari itu. Maka kalimat istighfar itu selalu ia perdengarkan pada Utsman setiap pagi.
"Aku ingin Utsman menjadi hamba yang diampuni Allah, agar mudah baginya untuk mendapatkan pertolongan Allah" begitu Adlan berkata pada Andini.
"Aku ingin Utsman dan Umar menjadi keluarga Allah, menjadi pengemban dan penghafal serta penjaga Al Quran" begitu yang diinginkan Andini.
"Itu impianku sedari dulu" Adlan menyambut apa yang dikatakan Andini.

Dan rumah itupun seolah bersinar dengan Al Quran. Setiap usai sholat, Andini berusaha membaca Al Quran meski sambil berdiri menggendong Utsman. Atau sambil tidur sembari menidurkan Utsman.

Sering juga Andini membawa Utsman main ke rumah tahfidz ketika ada tasmy. Untuk pembiasaan dan afirmasi. Begitu fikir Andini.
Kadang Andini mengajak Dinda untuk turut hadir juga membawa Umar.
Maka tiga ibu muda biasanya hadir untuk membiasakan anak-anak mereka pada proses tasmy. Andini, Dinda dan Nura.

Kebersamaan selalu membawa kebahagiaan. Namun tak jarang kebersamaan juga menjadi ajang berbangga diri akan apa yang Allah titipkan.
Mungkin sudah menjadi fitrah manusia dalam saling berbangga mengenai harta dan anak-anak.
Itulah yang juga terjadi antara tiga ibu muda.
Mereka saling bertanya, sudah bisa apa anak-anak mereka.
Hanya saja, ketika iman jadi landasan, maka saling berbangga itu menjadi ajang fastabiqul khoirot. Ajang untuk saling meningkatkan diri dalam kebaikan dan perbaikan.
Saling berbagi tips.

"Hanana paling cantik nih, siapa nanti ya yang beruntung dapetin Hanana?" Dinda bertanya.
"Apa mungkin salah satu dari si kembar?" Nura menjawab.
Ada semburat wajah yang sulit untuk diterjemahkan, terpancar dari wajah Dinda.
Andini faham itu.
"Sayang ya Umar dan Utsman usianya lebih kecil dari Hanana" Andini mencoba menengahi.
"Cuma beda sembilan bulan, Khodijah sama Rosululloh beda 15 tahun" Nura menyanggah.
Sanggahan yang disambut dengan tawa dan canda.

Waktu tak pernah berhenti. Demikian juga rizqi yang Allah beri.  Rizqi untuk Andini, Adlan dan Utsman seolah datang tak pernah henti. Rizqi tentu tidak hanya berupa catatan nominal saja tapi banyak bentuknya. Semua fasilitas & kebahagiaan dalam menggunakan itulah rizqi.

Setiap anak telah Allah siapkan semua fasilitas untuk menempuh kehidupan dunia dalam kebahagiaan. Cinta dari orang-orang di sekitarnya, juga rizqi dari langit yang diturunkan ke bumi.

Demikian juga dengan Utsman dan Umar. Sejak pernikahan Adlan dengan Andini, perusahaan A&Z IT Consultant selalu kebanjiran proyek. Banyak masuk permintaan untuk dibuatkan sistem di beberapa kantor.
Tidak hanya itu. Adlan juga membentuk team khusus untuk mengikuti aneka lomba. Team lomba yang handal dan unggul ini sering jadi juara. Ini menjadi salah satu ujung tombak dalam pemasaran dan langkah maju perusahaan.

Adlan juga sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Meski statusnya sebagai karyawan, Adlan lebih senang memanggil mereka dengan sebutan team.

Setiap bulan sekali, Adlan memberangkatkan teamnya untuk berangkat umroh.  Sebenarnya Adlan sudah lama mengajak Andini untuk berangkat umroh. Hanya saja Andini ingin berangkat bersama dua keluarga besar, keluarga bapaknya juga keluarga mertuanya. Maka Adlan menunda hingga jadwal untuk bisa berangkat bersama telah ditemukan.

"Mas berangkat haji aja dulu" begitu Andini mengusulkan.
"Mas ingin berangkat bersama kamu, De"
"Bagaimana kalau kita daftar untuk berangkat tahun depan, haji khusus" Usul Andini
"Apa tahun depan Utsman udah bisa disapih?" Adlan
Andini beranjak melihat kalender.
"Sudah Mas, Dzulhijah tahun depan, Utsman sudah masuk Usia dua tahun lima bulan"
"Baiklah, lusa kita daftar ke travel biro yang biasa menangani umroh di kantor".
Andini menjawab dengan senyuman bahagia.

Kenapa seolah bahagia seolah selalu mengajak waktu berlari?
Bahkan ketika Andini dan Adlan menikmati setiap ajaibnya  perkembangan tumbuhnya Utsman.
Ada bahagia setiap menatap wajahnya. Ada bahagia saat melihat dan mendengarkan tawa dan senyumnya. Ada bahagia dalam setiap peluh yang menetes dalam merawatnya.

Namun bahagia nampaknya tak akan sempurna jika tak berselang gelisah dan duka.
Ada air mata ketika sakit menyerang Utsman. Ada gelisah saat sembuh yang diinginkan belum juga menampakkan harapan. Bahkan ada resah ketika air mata tumpah dari mata Utsman.

Beberapa hari ini Utsman nampak rewel. Dan rewwlnya Utsman hari ini seolah meningkat intensitasnya.

Andini memastikan suhu tubuhnya. Normal. Andini memeriksa stiap inchi kulitnya, barangkali ada ruam atau luka yang membuatnya tidak nyaman. Semua bersih dan sehat.
Andini membuatkan semua makanan yang disukai Utsman. Masih tetap rewel.
Andini mengeluarkan semua mainan Utsman.
Utsman hanya menggeleng.
Andini mengajak Utsman ke rumah tahfidz. Biasanya Utsman senang bermain di sana. Masih juga rewel.

"Utsman sholih mau apa, Nak" Andini bertanya lembut.
Utsman hanya menggeleng.
"Abah, Utsman mau Abah"
"Iya nanti Abah pulang, nanti kalau udah pulang main sama Abah lagi ya"
Utsman menggeleng. Tangisnya belum berhenti.
Akhirnya Andini menggendong Utsman dalam ayunannya hingga terlelap.

Sore hingga malam, Utsman tak mau lepas dari pelukan Adlan. Mulai datang hingga terlelap. Utsman hanya ingin berada dalam pelukan Adlan.
Adlan memang ayah yang penuh kehangatan.
Bersama ayahnya Utsman bisa tertawa kembali. Memekarkan senyum Andini kembali.

Utsman hanya lepas dalam pelukan Adlan ketika Adlan harus ke masjid untuk sholat berjamaah. Seperti subuh itu.

Utsman kembali menangis. Menunggu ayahnya pulang. Menunggu hangat pelukan ayahnya. Adlan.
Kadang Adlan memang sengaja berlama-lama di masjid usai subuh. Isrof untuk mendapatkan pahala haji dan umroh.

Andini faham itu. Namun ia berharap kali ini Adlan bisa pulang cepat agar Utsman bisa nyaman. Utsman masih terus menngis.
Pagi mulai terang. Adlan belum datang.

Terdengar suara pintu diketuk.
Bapak membukakan pintu.
Pak Fuad, marbot masjid yang datang.
"Pak, bisa ke masjid?" Pak Fuad meminta.
"Ada apa?"
"Ada hal penting pak" pak Fuad nampak serius.

Pak Teja, bapak Andini tak menunggu lama. Mereka berdua bergegas ke masjid.
Di depan mihrab nampak Adlan tengah bersujud.
Pak Fuad menunjuk.
"Pak Adlan sudah lama sekali sujudnya" pak Fuad menjelaskan.

Bapak Andini dan Pak Fuad mendekat.
"Adlan, bangun, Nak" bapak membangunkan.
Namun tubuh itu tak bergeming.
Bahkan tak bergerak.
Tubuh itu tiba-tiba lunglai. Limbung ke arah kanan.
Matanya terpejam. Bibirnya membentuk senyum. Wajahnya bersinar. Namun tubuh itu sudah tidak bernafas lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar