Rabu, 18 Maret 2020

Cinta Seindah Sakura part 3

Sakura Bumi Eropa
(Oleh : Rani Sulaeman Ummu

Part 3

Pak Teja menatap Hamid lekat.
Ada banyak hal yang ingin ia sampaikan.
Tentang tanya, bagaimana dengan proses ta'arufnya.
Tentang cinta, seberapa dalam ia bisa menyayangi Utsman dan Andini
Tentang rasa bahwa, sebagai ayah, ia sudah sejak lama menganggapnya sebagai bagian dari keluarga.
Tentang asa, berharap Hamid kelak akan menjadi pemegang estafeta bahagia untuk anak dan cucunya.
Tentang bahagia, bahwa ia ingin menuntun tiga permata hati kesayangannya, Andini, Utsman dan Hamid menuju keridhoanNya.
Tentang waktu, kapankah kiranya ikrar langit untuk mengikat cinta hingga kesurga itu siap diucapkan.

Namun semuanya ia simpan dalam hati. Ia pendam dalam jiwa dan hanya mampu berkata : "Bapak faham dan bapak sangat terbuka menerimanya, tapi tetap keputusan ada pada Andini, nanti kalau Utsman sudah pulang, cobalah sampaikan pada Andini".
Hamid mengangguk.
"Baik Pak"

Hasil cek labolatorium darah dan air seni Utsman menunjukkan semuanya baik-baik saja. Hasil X-ray juga menyimpulkan bahwa kondisi Utsman sehat sempurna.
Dokter menyarankan agar Andini selalu sedia obat turun panas anal, dan tidak boleh membiarkan menunda pemberian obat turun panas jika Utsman demam.
Andini bersyukur.

Infusan dari tangan Utsman sudah dilepas. Utsman sudah mulai berlari-lari. Ceria bermain.
Andini mengemas semua barang miliknya, milik Utsman dan milik bapaknya yang ada di ruang kamar perawatan.
Satu koper penuh.

"Biar kakak.saja yang bawakan" Hamid mengambil koper dari Andini.
Andini menyerahkan.

Utsman digendong kakek. Bersiap hendak pulang. Balita berusia tiga tahun itu telah riang kembali. Andini mendekati ayahnya. Mengulurkan tangan pada Utsman.
"Sini sama umma, anak sholih" Utsman menyambut. Berempat mereka meninggalkan kamar perawatan itu.

Hamid memasukkan koper ke bagasi.
Andini bersama Utsman duduk di tengah.
Pak Teja mendekati Hamid.
"Kalau tidak keberatan, ikutlah ke rumah, mama Andin sudah menyiapkan masakan spesial"
Hamid tidak punya pilihan.
Ia duduk di depan.
"Abah" Utsman menyapa Hamid riang.
"Ini Ustadz Hamid" Andini mengoreksi ucapan Utsman.
"Abah Hamid" Utsman menyapa Hamid.
Hamid mengulurkan tangan.
"Sini sama Ustadz" Hamid mengajak.
Utsman tak menunggu lama. Tubuh munggil itu berpindah ke pelukan Hamid.

Hamid menyenandungkan sholawat badar.
Utsman mengikuti riang.

Rumah adalah akhirat kecil yang Allah segerakan.
Rumah penuh cinta adalah surga.
Cinta dan kasih sayang membuat batas rumah meluas seolah tanpa batas. Karena cinta memang tak mengenal batas. Maka rumah para pemilik cinta luasnya seperti dada mereka. Hanya cakrawala yang pantas menjadi batasnya.

Rumah penuh petaka pertengkaran adalah neraka.
Amarah yang menyala di dada menjadi api yang membakar semua penghuninya. Menghanguskan kebahagian dan seluruh keberkahannya.
Sempit dada para penghuninya seolah menjadi penghimpit setiap jengkal areanya.

Maka beruntunglah mereka yang mampu menanam dan memupuk.cinta. Dan cinta terindah adalah cinta dalam titian syari'ah. Cinta titipan Allah, seperti yang pernah dilukiskan dalam jejak Nabi kesayangan ; Muhammad saw.

"Assalamualaikum..." Andini membuka pintu rumah.
Bi Inay dan mama sudah menunggu.
"Wa'alaikum salam" mama menyambut dengan pelukan.
"Alhamdulillah Utsman sudah pulang, sini ikut nenek"
Utsman menggeleng.
Sang nenek menyerah.

Hamid duduk di sofa bersama Utsman. Pak Teja menemani.
Bi Inay menyuguhkan teh hangat dan kue-kue.

"Bibi bikin sosis bakar untuk Utsman, ayo ke dapur" bi Inay mengajak Utsman.
"Sosis bakal.." Utsman mengulang.
"Iya, ayo ke dapur"
Utsman tak menolak.

"Andini, tolong bapak buatkan kopi" pinta sang Ayah
"Hamid mau kopi juga?"
"Terimakasih Pak, teh sudah cukup"
"Di Austria & negara-negara Eropa kabarnya teh sangat bervariasi ya"
"Betul Pak, setiap teh ada khasiatnya masing-masing, kalau di Indonesia sama seperti  teh herbal"
"Menarik juga ya"
Hamid tersenyum.

Andini datang membawakan kopi permintaan bapak. Segelas kopi ditemani secawan gula pasir lengkap dengan sendoknya.  Bapak lebih suka menambahkan gula dan mengaduknya sendiri.
"Menikmati kopi itu ada caranya, termasuk ketika menambahkan gula sebagai pelengkapnya" begitu pesan yang pernah diterima Andini.

Kopi. Hitam, pahit, beraroma, berkhasiat. Seperti sisi gelap kehidupan. Rasa pahitnya berkhasiat dengan kata lain bermanfaat. Cara menikmatinya pun tak beda. Perlu seni mengolah rasa agar pahit terasa nikmat adanya.

Andini hendak beranjak. Tapi bapak memberikan isyarat untuk duduk bersama. Andini tak pernah membantah.

"Berapa lama nak Hamid di Indonesia?" bapak bertanya
"Tiga bulan Pak"
"Ada pekerjaan kah di sini?"
"Sebenarnya tidak Pak, cuma atasan saya minta jadwal untuk sharing"
"Pulang dalam rangka liburan jadi ya?"
"Iya Pak, ibu yang meminta pulang, ibu minta saya segera berkeluarga" Hamid diam sejenak. Kali ini diam menular pada Andini dan bapaknya.
"Yah namanya juga ibu, maunya segera punya menantu baru"
"Kapan rencananya"
"Belum tahu Pak, inginnya sih segera"
"Bapak juga sebenarnya ingin agar Andini bisa berkeluarga kembali" bapak Andini menyampaikan.

Andini menatap bapaknya. Terkejut.
"Paaak" setengah berbisik, Andini berusaha mengingatkan.

"Andini..." suara Hamid lembut, selembut tatapnya tertuju pada wanita di hadapannya.
"kalau kakak untuk kedua kalinya meminta Andini untuk menjadi istri kakak, apakah bersedia" akhirnya Hamid menyampaikan maksudnya.

"Bagaimana dengan Nina?" Andini bertanya.
"Nina anak temannya ibu, kami belum pernah bertemu, kakak hanya baru menerima CV, belum memutuskan apa-apa. Kakak pulang untuk memenuhi permintaan ibu agar melihat Nina, tapi jika Andini bersedia, hal itu tak perlu dilakukan"
Andini diam.

Utsman. Hanya Utsman yang ia pikirkan. Andini sudah tak berfikir tentang cinta. Andini sudah tak berfikir tentang perasaannya. Andini hanya berfikir tentang Utsman, Umar dan keluarga almarhum ayah si kembar.

"Tak perlu dijawab sekarang"
Andini masih diam. Tak memperhatikan sekitar. Tiba-tiba Utsman menyadarkannya. Utsman berlari ke arah Hamid.

"Apakah kakak tak keberatan dengan kehadiran Utsman?" Andini berusaha menegaskan, untuk meyakinkan hatinya.
"Sejak pertama memeluk Utsman, Allah titipkan kasih sayang di hati kakak untuk Utsman" Hamid berusaha meyakinkan.
"Baiklah kalau kakak bersedia menerima kami apa adanya, Andin ikut kakak"

******

Seluas apakah surga?
Seluas langit dan bumi
Lalu dimanakah batasan langit dan bumi?
Hanya Allah yang tahu

Seluas apakah hati yang penuh cinta?
Seluas mata memandang dalam indah penuh kebahagiaan.

Cinta adalah rasa titipan surga dalam dimensi dunia.
Cinta adalah bibit bahagia surga untuk kau tanam di dunia.
Maka pupuklah cinta hingga tumbuh menjulang dan menjadi titianmu menuju surga yang sesungguhnya.

*********

(Tol.Jagorawi, OTW pulang dari IBF, membersamai anak-anak club bahasa)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar