Sakura Bumi Eropa
(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad )
Part 6.
Sudah sejak lama Andini merasa rumah Nura adalah rumahnya. Ibu Nura adalah ibunya. Kakak Nura adalah kakaknya. Adik-adik Nura adalah adik-adiknya.
Andini sudah hafal semua sudut-sudut yang ada di rumah ini. Hanya dua tempat yang tidak pernah ia masuki. Kamar Hamid dan kamar Hamdi.
Inilah pertama kali ia membuka kamar Hamid yang selanjutnya akan menjadi kamarnya.
Jika dulu ia sangat tidak peduli. Sangat datar menanggapi.
Kini ada getar-getar di dada dalam hatinya saat membuka pintu kamar itu untuk pertama kalinya.
Ada tanya yang menggelayut di hatinya.
Akankah ia bisa membahagiakan Hamid.
Akankah ia bisa menjadi bidadari untuk Hamid
Akankah ia bisa menjadi wanita sholihah dalam bimbingan lelaki yang dulu selalu dianggap sebagai saudaranya.
Akankah ia bisa mendampingi Hamid meraih semua cita dalam bahagia.
"Bismillaah" hanya itu jawaban yang Andini tancapkan untuk mengusir semua tanya yang mengundang keraguan.
Semerbak harum menyambut pemilik baru kamar itu.
Kamar yang rapi dan bersih.
Ranjangnya ditutup kelambu yang dihiasi bunga-bunga.
Putih dan harum bunga melati bertabur di atas ranjang itu.
Di salah satu sudut di dekat jendela ada sepasang kursi mengapit sebuah meja.
Ada bunga mawar merah, se dalam vas bunga kristal. Cantik.
Tidak hanya bunga. Di atas meja juga ada beberapa buku.
Andini tahu, Hamid memang sangat suka membaca.
Hamid memegang lembut tangan Andini. Menuntunnya untuk duduk di kursi itu.
"Sini, kakak ingin menunjukkan sesuatu"
Andini hanya menurut.
Tidak ada pilihan selain ta'at.
Ta'at yang ia harapkan dengannya akan memancing ridho Allah, hingga Allah berkenan memasukannya ke dalam surgaNya.
Hamid mengambil salah satu buku. Memberikannya pada Andini.
Andini terpana memegang buku itu. Buku dengan cover Warna baby green. Sama seperti gaun yang ia pakai.
Ada setangkai mawar merah di atas sajadah berwarna pink muda. Itu gambar yang terlukis di cover buku.
Mata Andini menggenang membaca judul yang tertera di buku itu. Haru bahagia tiba-tiba menyergapnya saat ia mengeja kata yang tertera.
"Sajadah Cinta Untuk Andini"
Oleh : Abdul Hamid Syauqil Firdaus.
"Ini Kakak yang nulis?" Andini bertanya tak percaya.
"Iya" Hamid menjawab pendek.
"Terima kasih Kak" Andini tiba-tiba berlutut, mengambil tangan suaminya dan menciumnya takdzim.
Hamid tak sama sekali tak menduga.
Namun refleks ia mencium ubun-ubun sang istri.
Khusyu ia meminta pada Sang Maha Pencipta.
"Yaa Allah, berkahillaah istriku. Ijinkan hamba membimbingnya menuju surgaMu. Ijinkan hamba menuntunnya dalam bahagia atas namaMu.
Yaa Allah, lindungi istriku, lindungi kami dari segala macam kesedihan, kemalangan, kejahatan dan hal-hal yang membuat kami menjauh dariMu. Laa haulaa wa laa quwata illaa billaah"
Ia meraih lengan Andini.
Mengajaknya bangkit, berjalan menuju ranjang.
Andini masih membawa buku itu.
Di atas ranjang ia masih membuka lembar demi lembarnya. Buku antologi puisi.
"Ini cara kakak menjalani ujian cinta yang Allah berikan. Kakak tuangkan semuanya dalam tulisan" Hamid menjelaskan.
Ada banyak rangkaian kata dalam keindahan.
Puisi cinta penuh kerinduan. Semuanya tentang Andini.
Tentang pengaduan Hamid pada Allah akan cinta yang Allah jadikan ujian untuknya.
Satu puisi yang Andini suka.
Ia baca ulang dan ulang lagi.
Di sini aku menghamparkan sajadah.
Menyimpan wajah hingga sejajar tanah.
Ijinkan padaMu aku berbisik ya Robb,
Meski ku tahu tak ada yang tersembunyi bagiMu.
Ijinkan ku mengadu padaMu ya Robb,
tentang ujian cinta yang Kau titipkan padaku.
Karena semua telah sedemikian berat, meski ku tahu Kau tak kan pernah mendzalimi hambaMu, dan aku hambaMu
Bukan hamba hawa nafsu.
Yaa Robb,
Andai mata ini telah lalai dalam melihat, aku ridho jika Engkau mengambilnya.
Yaa Robb,
Andai hati ini salah mencintai, aku ridho Engkau menghukumnya dengan ujian ini
Namun andai aku boleh meminta, aku meminta ridhoMu agar ia Kau sandingkan denganku.
Yaa Robb,
Telah Kau hadirkan berjuta wajah, namun wajah satu itu tak hilang jua.
Telah Kau perlihatkan aneka cerita, namun cerita tentangnya tak mampu terhapus jua
Telah Kau luksikan selaksa ceria,
namun ceria tingkahnya tak ada yang mengalahkannya.
Yaa Robb ijinkan wajah ceria bahagia itu,
melukis cerita hidupnya bersamaku di atas sajadah ini.
(Untuk Andini)
Pipi Andini memerah.
"Kakak menulis puisi ini tujuh tahun lalu?" Andini bertanya tak percaya.
"Iya" Hamid menjawab dengan senyum.
"Anti selalu jual mahal" Hamid berkata.
"Bukan, karena kakak adalah kakakku, tak mungkin kita menikah" Andini mengelak.
"Anti ga punya kakak, ga punya Adik, Anti hanya sahabat Nura, dan jadi anak angkat di rumah ini" Hamid memandang Andini penuh cinta. "Kakak bersyukur, Allah mengabulkan semuanya setelah kakak menunggu sangat lama" ada bahagia tak terkira menyertai setiap kata yang terucap.
Andini menyandarkan kepalanya ke bahu Hamid yang bidang. Hamid memeluknya penuh kehangatan.
"Sholat hajat dulu yuk" Hamid mengajak. Dan Andini selalu ta'at. Tak ada alasan baginya untuk menolak.
**********
Pernikahan adalah ibadah terindah. Ada banyak sunah menggoda di dalamnya.
Pernikahan adalah penyempurna agama, karena ada ibadah berlimpah pahala yang ada dalam ikatannya.
Pernikahan akan jadi ibadah terlama, jika sepasang insan sanggup merawat cinta yang Allah titipkan.
Pernikahan akan menjadi surga ketika sang suami memimpin dengan aturan ilahi, mengikuti arahan Nabi dan kala sang istri menjadi bidadari yang selalu mensyukuri setiap apa yang ia dapati.
Pernikahan adalah ikatan surga yang menyatukan dua manusia. Maka jagalah, dan pastikan syaitan tidak bisa mencuri setiap kebahagiaan yang ada di dalamnya.
Jadikan ikhlas menghamba pada ilahi robbi sebagai kunci utamanya.
Ingat, syaitan akan selalu berusaha menyatukan yang belum halal untuk menikmati cinta,
dan selalu berusaha untuk memisahkan mereka yang telah halal diikat oleh cinta atas Nama Sang Pencipta ; Allah subhaanahu wa ta'ala
Maka berpeganglah selalu pada cinta dalam titahNya
(Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad )
Part 6.
Sudah sejak lama Andini merasa rumah Nura adalah rumahnya. Ibu Nura adalah ibunya. Kakak Nura adalah kakaknya. Adik-adik Nura adalah adik-adiknya.
Andini sudah hafal semua sudut-sudut yang ada di rumah ini. Hanya dua tempat yang tidak pernah ia masuki. Kamar Hamid dan kamar Hamdi.
Inilah pertama kali ia membuka kamar Hamid yang selanjutnya akan menjadi kamarnya.
Jika dulu ia sangat tidak peduli. Sangat datar menanggapi.
Kini ada getar-getar di dada dalam hatinya saat membuka pintu kamar itu untuk pertama kalinya.
Ada tanya yang menggelayut di hatinya.
Akankah ia bisa membahagiakan Hamid.
Akankah ia bisa menjadi bidadari untuk Hamid
Akankah ia bisa menjadi wanita sholihah dalam bimbingan lelaki yang dulu selalu dianggap sebagai saudaranya.
Akankah ia bisa mendampingi Hamid meraih semua cita dalam bahagia.
"Bismillaah" hanya itu jawaban yang Andini tancapkan untuk mengusir semua tanya yang mengundang keraguan.
Semerbak harum menyambut pemilik baru kamar itu.
Kamar yang rapi dan bersih.
Ranjangnya ditutup kelambu yang dihiasi bunga-bunga.
Putih dan harum bunga melati bertabur di atas ranjang itu.
Di salah satu sudut di dekat jendela ada sepasang kursi mengapit sebuah meja.
Ada bunga mawar merah, se dalam vas bunga kristal. Cantik.
Tidak hanya bunga. Di atas meja juga ada beberapa buku.
Andini tahu, Hamid memang sangat suka membaca.
Hamid memegang lembut tangan Andini. Menuntunnya untuk duduk di kursi itu.
"Sini, kakak ingin menunjukkan sesuatu"
Andini hanya menurut.
Tidak ada pilihan selain ta'at.
Ta'at yang ia harapkan dengannya akan memancing ridho Allah, hingga Allah berkenan memasukannya ke dalam surgaNya.
Hamid mengambil salah satu buku. Memberikannya pada Andini.
Andini terpana memegang buku itu. Buku dengan cover Warna baby green. Sama seperti gaun yang ia pakai.
Ada setangkai mawar merah di atas sajadah berwarna pink muda. Itu gambar yang terlukis di cover buku.
Mata Andini menggenang membaca judul yang tertera di buku itu. Haru bahagia tiba-tiba menyergapnya saat ia mengeja kata yang tertera.
"Sajadah Cinta Untuk Andini"
Oleh : Abdul Hamid Syauqil Firdaus.
"Ini Kakak yang nulis?" Andini bertanya tak percaya.
"Iya" Hamid menjawab pendek.
"Terima kasih Kak" Andini tiba-tiba berlutut, mengambil tangan suaminya dan menciumnya takdzim.
Hamid tak sama sekali tak menduga.
Namun refleks ia mencium ubun-ubun sang istri.
Khusyu ia meminta pada Sang Maha Pencipta.
"Yaa Allah, berkahillaah istriku. Ijinkan hamba membimbingnya menuju surgaMu. Ijinkan hamba menuntunnya dalam bahagia atas namaMu.
Yaa Allah, lindungi istriku, lindungi kami dari segala macam kesedihan, kemalangan, kejahatan dan hal-hal yang membuat kami menjauh dariMu. Laa haulaa wa laa quwata illaa billaah"
Ia meraih lengan Andini.
Mengajaknya bangkit, berjalan menuju ranjang.
Andini masih membawa buku itu.
Di atas ranjang ia masih membuka lembar demi lembarnya. Buku antologi puisi.
"Ini cara kakak menjalani ujian cinta yang Allah berikan. Kakak tuangkan semuanya dalam tulisan" Hamid menjelaskan.
Ada banyak rangkaian kata dalam keindahan.
Puisi cinta penuh kerinduan. Semuanya tentang Andini.
Tentang pengaduan Hamid pada Allah akan cinta yang Allah jadikan ujian untuknya.
Satu puisi yang Andini suka.
Ia baca ulang dan ulang lagi.
Di sini aku menghamparkan sajadah.
Menyimpan wajah hingga sejajar tanah.
Ijinkan padaMu aku berbisik ya Robb,
Meski ku tahu tak ada yang tersembunyi bagiMu.
Ijinkan ku mengadu padaMu ya Robb,
tentang ujian cinta yang Kau titipkan padaku.
Karena semua telah sedemikian berat, meski ku tahu Kau tak kan pernah mendzalimi hambaMu, dan aku hambaMu
Bukan hamba hawa nafsu.
Yaa Robb,
Andai mata ini telah lalai dalam melihat, aku ridho jika Engkau mengambilnya.
Yaa Robb,
Andai hati ini salah mencintai, aku ridho Engkau menghukumnya dengan ujian ini
Namun andai aku boleh meminta, aku meminta ridhoMu agar ia Kau sandingkan denganku.
Yaa Robb,
Telah Kau hadirkan berjuta wajah, namun wajah satu itu tak hilang jua.
Telah Kau perlihatkan aneka cerita, namun cerita tentangnya tak mampu terhapus jua
Telah Kau luksikan selaksa ceria,
namun ceria tingkahnya tak ada yang mengalahkannya.
Yaa Robb ijinkan wajah ceria bahagia itu,
melukis cerita hidupnya bersamaku di atas sajadah ini.
(Untuk Andini)
Pipi Andini memerah.
"Kakak menulis puisi ini tujuh tahun lalu?" Andini bertanya tak percaya.
"Iya" Hamid menjawab dengan senyum.
"Anti selalu jual mahal" Hamid berkata.
"Bukan, karena kakak adalah kakakku, tak mungkin kita menikah" Andini mengelak.
"Anti ga punya kakak, ga punya Adik, Anti hanya sahabat Nura, dan jadi anak angkat di rumah ini" Hamid memandang Andini penuh cinta. "Kakak bersyukur, Allah mengabulkan semuanya setelah kakak menunggu sangat lama" ada bahagia tak terkira menyertai setiap kata yang terucap.
Andini menyandarkan kepalanya ke bahu Hamid yang bidang. Hamid memeluknya penuh kehangatan.
"Sholat hajat dulu yuk" Hamid mengajak. Dan Andini selalu ta'at. Tak ada alasan baginya untuk menolak.
**********
Pernikahan adalah ibadah terindah. Ada banyak sunah menggoda di dalamnya.
Pernikahan adalah penyempurna agama, karena ada ibadah berlimpah pahala yang ada dalam ikatannya.
Pernikahan akan jadi ibadah terlama, jika sepasang insan sanggup merawat cinta yang Allah titipkan.
Pernikahan akan menjadi surga ketika sang suami memimpin dengan aturan ilahi, mengikuti arahan Nabi dan kala sang istri menjadi bidadari yang selalu mensyukuri setiap apa yang ia dapati.
Pernikahan adalah ikatan surga yang menyatukan dua manusia. Maka jagalah, dan pastikan syaitan tidak bisa mencuri setiap kebahagiaan yang ada di dalamnya.
Jadikan ikhlas menghamba pada ilahi robbi sebagai kunci utamanya.
Ingat, syaitan akan selalu berusaha menyatukan yang belum halal untuk menikmati cinta,
dan selalu berusaha untuk memisahkan mereka yang telah halal diikat oleh cinta atas Nama Sang Pencipta ; Allah subhaanahu wa ta'ala
Maka berpeganglah selalu pada cinta dalam titahNya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar