Senin, 15 November 2021

Cinta Seindah Sakura

 Sakura Bumi Eropa

( Oleh : Rani Sulaeman Ummu Ahmad )


Part 9.


Mama Nina heran melihat keakraban antara putrinya dengan menantu temannya.

Namun ia lega, senyum di wajah anaknya telah kembali.

Tawa riangnya terlihat lagi.


Andini dan Nina terlihat beberapa kali selfie. Tak jarang mereka tertawa bersama. Sesekali terlihat serius.


"Umma" Utsman datang menghampiri ibunya.

"Iya sholih" Andini menghadapkan tubuh dan wajahnya pada Utsman.

Utsman menyodorkan coklat.

"Buka" pinta Utsman.

Andini pelan membukanya.


"Namanya siapa?" Nina bertanya

"Utsman"

Nina menyodorkan tangannya.

"Salim, aku Tante Nina" Nina memperkenalkan diri.

Utsman meraih tangan Nina, menciumnya.

"Udah sekolah belum? Nina mencoba mendekati.

Utsman menggeleng.

"Belum"


Utsman mengambil coklat yang sudah dibuka umma-nya. Ia lari mencari Arika dan Rina.


"Anakmu?" Nina bertanya.

Andini menganngguk.

Nina seolah ingin bertanya. Tapi ia ragu.  Andini memahami perasaan Nina.

"Iya, ayahnya meninggal setahun lalu, setahun lebih" Andini menjelaskan.  "Alhamdulillah, Allah berikan ayah pengganti" Andini menambahkan.

"Nin, kamu ga pengen nyusul  punya anak?" Andini bertanya.

"Pengen laah, do'ain ya, mudah-mudahan mama hatinya  terbuka, mau menerima Ryan" Nina memelas.

"Iya, aku do'ain" Andini mengiyakan.


Takdir ujung pertemuan adalah perpisahan.  Waktu adalah pengejanya. Sore itu, Nina dan mamanya pulang.

Andini memberikan oleh-oleh untuk Nina.

"Ini batik, nanti kalau kamu nikah sama Ryan, pake batik ini ya" pesan Andini.

"Makasih banyak Din, aku malah ga bawa apa-apa" 

"Kalau nanti ke sini lagi, kamu harus bawa sesuatu"

"Mau dibawain apa?"

"Undangan"

Nina tertawa.


Kedua ibu saling bersalaman. Saling memeluk sebelum berpisah.

Andini dan ibunya mengantar hingga kendaraan yang dibawa Nina berlalu.


"Alhamdulillah, legaa rasanya" ibu tersenyum. Berjalan sembari menggandeng menantunya.

"Andin seneng bisa ketemu sahabat lama".


****


"Kita harus menerjemahkan semua dokumen ke dalam bahasa Jerman, tolong disiapkan semua ya" Hamid meminta Andini.

"Iya Kak, nanti Andin siapin, semua ada di rumah bapak"

"Nanti sore kita ke rumah bapak ya" Hamid mengatur

"Iya Kak"


Semua dokumen telah siap. Hamid mengurus semua penerjemahannya secara online.


Teknologi makin canggih. Hidup manusia makin termudahkan.

Semua serba cepat. Sayangnya kecepatan laju teknologi juga memacu hidup manusia untuk serba cepat dalam hal apapun.

Hanya ada satu hal yang membuat waktu terasa berjalan lambat : penderitaan.


Derita adalah sunah qouniah. Ia pasti datang Allah jadikan derita sebagai saringan. Untuk memilih mana insan beriman, mana yang tidak. Juga untuk memilah, mana insan yang syukur,mana yang kufur.


Bagi mereka yang beriman, hidup akan selalu indah adanya. Derita adalah cara untuk melipatgandakan syukurnya menjadi sabar.

Bagi mereka yang bersyukur, derita dan duka tidak ada beda. Tak akan mempengaruhi semua sikap dan pilihannya.  Derita adalah cara untuk menunjukan pada Allah bahwa ia tetap setia meniti cintaNya.


Hamid mengurus semua persyaratan agar ia bisa membawa anak dan Istrinya ke tempat kerjanya. Ke negri Eropa.


"Nanti kita tinggal di Wiena, Mas?" Andini bertanya.

"Kita tinggal di Muenchen, sudah setahun mas tugas di BMW" Hamid menjelaskan.

"Muenchen?" Andini bertanya untuk menegaskan.

"Tepatnya desa kecil dekat Muenchen"

"Waaah, kita bakal tinggal di desa?" mata Andini berbinar.

"Iya, tapi jangan bayangkan desa di Muenchen sama dengan desa di dekat Jakarta"

Andini hanya tersenyum.


"Sini" Hamid menarik tangan Andini lembut.

Ia membuka laptop. Membuka aplikasi Google earth.

"Dari sini kita bisa lihat, kota kita nanti"

Hamid menelusuri dengan cermat. Andini terkagum-kagum.

Matanya berbinar. Dan Hamid selalu tak tahan melihat binar di mata Andini.

Dikecupnya bola mata indah itu lembut.

Andini hanya bisa pasrah dalam bahagia penuh cinta.


*******


Satu hal.yang membuat Andini cemas adalah Umar.

Namun ia tak mungkin mengajak Umar ikut pindah ke benua Eropa.

Umar selalu ada dalam do'anya meski bukan dalam pelukannya.

Umar selalu ada di hatinya, meski bukan di pangkuannya.

Umar selalu jadi salah satu penyemangatnya, meski hanya bisa dilihat fotonya.

Umar selalu menjadi kerinduannya meski Utsman selalu membersamainya.


"Apa yang sudah menjadi qodho Allah, kita hanya bisa menerimanya" begitu Hamid pernah menasehati.

"Ketika tangan kita tak bisa menjangkau apa yang kita cintai, tidak bisa mendapatkan apa yang kita rindukan, berarti tugas kita adalah mendo'akan dan rizqi kita adalah bersabar" Hamid melanjutkan.

"Aku tahu semua tak semudah yang bisa kita ucapkan. Tapi ridho dan menerima semuanya adalah cara yang benar. Ikhlas melepaskan adalah cara untuk mendapatkan kebahagiaan"


Andini hanya bisa diam. Ia tahu, ia faham.

"Bukan Kakak menggurui, Kakak hanya ingin kamu bahagia. Karena tugas kakak adalah membahagiakanmu" Hamid memeluk Andini.

Ada rasa tenang yang tiba-tiba datang. Seolah pelukan itu menyerap semua keraguan & kegelisahan.


Mungkin itulah yang dinamakan sakinah.  Cinta yang menumbuhkan ketenangan.

Sementara wawaddah adalah cinta yang menyuburkan kesenangan. Adapun rohmah adalah kasih sayang yang Allah taburkan dalam keberkahan.


Andini merasa bersyukur. Baginya Hamid adalah lelaki surga yang Allah kirim untuk menyempurnakan hidupnya.

Lelaki surga yang Allah pilihkan untuk membimbingnya.


Semua telah disiapkan. Pakaian dan seluruh perlengkapan. 

Hamid beserta anak dan istri tinggal menunggu waktu untuk terbang ke negri baru.

Dua pekan lagi.


"Kak Andini, ini ada paket, tadi ada kurir nganterin" Arika menyerahkan bungkusan.

Andini melihat paket itu. Dari Nina.

Ia membuka perlahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar